Temu Rindu 2
Temu Rindu 2
Tak lama kemudian, Selena mendapatkan balasan dari orang itu.
[Selamat Malam, Nona. Saya bersyukur nona baik-baik saja. Saya sekarang berada di suatu tempat di mana ada seorang laki-laki yang di Sandra oleh Diego Santez. Saya akan mengirimkan alamatnya pada anda sekaranga juga.]
Lalu muncul alamat yang dimaksud oleh orang kepercayaannya.
[cek alamat itu, cari tahu siapa yang di sekap.]
Lalu Selena menutup alamat emailnya, membuka aplikasi chat lalu menghubungi seseorang yang ia rindukan.
Lama panggilannya tak terespon, namun beberapa saat kemudian panggilan videonya terhubung dengan seseorang, seketika wajah tampan yang ia rindukan muncul di layar laptop.
"Assalamualaikum, nona cantik."
"waalaikumsalam, pria tua." Selena terkekeh.
"Apa yang kau lakukan?" Tanya Tuan Handoko dengan bersandar di kepala ranjang sambil memangku laptop miliknya.
"Menatap wajah pria tua yang aku rindukan."
Tuan Handoko terkekeh, "Kau merindukanku?"
"Rindu sih, tapi bohong." Seketika wajah Tuan Handoko menjadi suram.
"Tapi tua Bangka ini merindukanmu."
"Aku tahu, ayah__" Ucap selena agak ragu.
"Ada apa? Apa ada masalah? Katakan saja." Ucap Tuan Handoko.
"Ayah, sebenarnya selama ini aku menyelidiki Diego Santez, apa benar dia ayahku atau bukan."
"Bagaimana kau berpikir seperti itu Selena?"
"Ada seseorang di sekap tak jauh dari kebun gandum milik ku. Dan aku tak pernah mengetahuinya selama ini, karena aku di culik aku kehilangan kontak dengan orang kepercayaanku tersebut, dan baru saja aku menghubungi, dia mengatakan ada laki-laki paruh baya yang di sekap di ruang bawah tanah tak jauh dari kebun ku."
"Apa yang bisa ayah bantu?"
"Apa ayah tahu dimana keluarga ayahku yang lain, kakek atau nenekku misalnya."
Tuan Handoko berpikir sejenak lalu mulai menganggukkan kepala. "Aku akan mencari tahu secepatnya, apa perlu aku membawanya ke negaramu?"
"Ya, tentu saja."
"Sejak kapan kau menyelididki tentang hal itu Selena? Kenapa kau tak memberitahuku?"
"Maaf ayah, semua belum jelas, aku sama sekali belum menemuka titik terang mengenai kebenaran di mana anggota keluargaku yang lain, aku takut aku salah, jadi aku diam saja."
"Kamu harus berhati-hati Selena."
"Ya ayah."
"Bagaimana kau bisa curiga dia bukan ayahmu?"
"Dari namaku, nama ku Selena Rodriguez, sedang ayahku Diego Santez, dan dari keterangan ayah, dulu saat kalian bersama, ayahku adalah orang baik jadi apa mungkin dia berbuat kejahatan seperti itu, lalu melukai Ronald."
Tuan Handoko mendesah berat, mencoba mencerna apa yang dikatakan oleh Selena, "Jika dia bukan Diego Santez lalu siapa menurut mu?"
"Aku juga tidak tahu ayah, maka dari itu aku mohon bantuan ayah untuk mencari keluargaku, nenekku atau kakekku dari pihak ayahku."
"Baiklah, ayah akan melakukan apa yang kau ingin kan, sekarang kamu istirahatlah, bukankah disitu sekarang sudah malam?"
"Iya Ayah, tapi sejujurnya aku masih ingin memandang wajahmu."
"Itu akibatnya kalau tidak mendengarkan omongan orang yang lebih tua, kau akan merindukanku."
"Aku rindu ciumanmu."
Tuan Handoko tertawa kecil, "Cepatlah kembali."
"Aku tahu ayah juga merindukanku."
Lagi, Tuan Handoko tertawa , "Tidurlah, besok kau butuh enegi untuk menjalankan penyelidikanmu. Cuaca disitu sangat ekstrim, ayah tidak mau kamu sakit."
"Baiklah, terimakasih telah mencemaskanku."
"Ayah…"
"Apa Selena."
"Tidak."
"Selamat malam Selena, selamat tidur sayang."
"Selamat beraktifitas ayah, aku mencintaimu."
"Ayah juga."
"Juga apa?"
"mencintaimu."
Tuan Handoko mematikan panggilannya dengan Selena.
Selena tahu sang ayah pasti wajahnya sedang memerah sekarang. Ah orang tua itu membuat dia gemas.
Entah apa yang membuat Selena selalu percaya dan tenang setelah berbicara dengan Tuan Handoko, rasa yang tak pernah ia dapatkan dari siapapun.
'Apa kah suatu saat kita bisa menikah?' gumam Selena sambil merebahkan tubuhnya di kasur milik Lola. Malam ini ia menempati kamar Lola, untuk besok setelah Ronald selesai mengadakan pertemuan dengan Diego Santez, Selena akan pergi ke lading gandum miliknya, ingin tahu siapa laki-laki yang di Sandra oleh ayahnya.
Di kamar terpisah, Regan sedang menikmati pergumulannya dengan Lola, sejak terakhir kali mereka melakukan hubungan itu, Regan menguatkan hatinya untuk berubah demi Lola, gadis yang selama ini menjaga dirinya menjaga cintanya hanya untuk Regan.
Walau Regan terkadang membayangkan Lola adalah laki-laki namun sebisa mungkin ia tak ingin mengecewakan Lola, Regan tahu semua butuh proses, melihat tubuh Ronald yang menggoda iman saja dia masih ingin beradu pedang, namun itu tak mungkin terjadi karena Ronald mengakui sekarang dia sudah menikah dan mencintai istrinya, jadi tak mungkin jika Ronald adalah seorang gay pikir Regan, tak tahu saja, Ronald masih sering menahan setengah mati gairahnya jika bertemu dengan Danil, laki-laki yang dulu menjadi kekasihnya sekaligus sahabatnya.
Kini, Danil sudah bahagia dengan Jelita sama halnya dengan Ronald Danil punberusaha setengah mati untuk bisa berubah seperti sekarang, segala terapi psikologis dia jalani dengan telaten dan sabar demi membahagiakan orang yang mereka sayang.
"Regan…Ah…lebih cepat." Ucap Lola disela-sela desahannya. Dan beberapa menit kemudian Lola merasakan puncak kenikmatannya yang entah keberapa diapun tak mengingatnya karena terhanyut dalam percumbuan yang dilakukan oleh Regan padanya. Hingga tak lama kemudian Regan menyusul Lola merasakan indahnya nikmat dunia.
Regan menarik Lola ke dalam dekapannya, lalu mencium pucuk kepalanya dengan sayang.
"Regan," panggil Lola.
"Ya."
"Berapa kali kita melakukan ini kenapa kamu tidak menggunakan pengaman? Apa kamu tidak takut jika aku hamil?"
Regan kembali mencium pucuk kepala Lola, "Setelah semua ini selesai, kita menikah."
Mendengar apa yang diucapkan Regan, Lola mengangkat kepalanya, menatap laki-laki yang juga sedang menatapnya.
"Kamu serius?"
"Ya, aku serius, pasti itu juga yang sebenarnya papa dan mama kita inginkan, agar aku bisa menjagamu, dan itu akan terjadi."
Lola tersenyum lalu memeluk tubuh telanjang Regan dengan erat, sebaliknya Regan pun berbuat demikian.
Ini adalah keputusannya, ini adalah usahanya untuk memulai hidup baru dengan cerita yang baru.
"Setelah semua ini selesai, kita akan ke negara asalku, Ronald bilang dia tahu dimana pamanku, kita akan tinggal disana, memulai hidup baru disana."
"Lalu bagaimana dengan rumah ini?"
"Kita akan tetap mengunjungi rumah ini sesekali jika kita merindukan rumah ini, sekaligus menjenguk mama dan papa di makam mereka, bagaimana?"
"Baiklah, aku ikut kemanapun kamu pergi, sejak mama dan papa meninggal hanya kau yang aku punya."
"Kita akan selalu bersama, aku tak kan pernah meninggalkanmu, Lola."
"Aku percaya padamu, Regan."