aku, kamu, and sex

Temu Rindu 3



Temu Rindu 3

2Ronald dan Arya telah bersiap untuk berangkat ke kantor Diego Santez menggunakan salah satu nama perusahaannnya yang lain. Bukan perusahaan milik ayahnya yang selama ini ia pegang, namun perusahaab yang Ronald rintis sendiri dengan uang yang dimilikinya dengan Danil sebagai investor dan pemegang saham kedua di perusahaan itu. Dengan kata lain perusahaan itu adalah milik Ronald dan danil, namun karena modal Ronald yang lebih besar makan mereka bersepakat agar Ronald yang menjadi CEO perusahaan baru mereka.     

"Ronald, maafkan aku, apa kita bisa bicara sebentar?" Ucap Selena dengan wajah lumayan gugup.     

"Baiklah, ada apa Selena?" Ronald duduk di ruang tamu rumah Regan bersama Regan dan Arya.     

"Begini, apa selama kau menemui ayahku untuk urusan bisnis, aku bisa pergi ke lading gandum milikku? Ada sesuatu yang penting yang harus aku ketahui sebelum kita menghancurkan gangster milik ayahku.     

"Jangan pergi sendiri, aku sudah berjanji pada ayah, untuk menjagamu." Jawab Ronald.     

"Biar Selena pergi bersama Lola, dia bisa menjaganya. Bagaimana?" Tanay Regan.     

"Bagaimana Selena?" Tanya Ronald.     

Selena mengangguk pasrah, dia tak memikirkan pergi dengan siapa, yang penting dia harus segera ke lading gandum dan menemukan jawaban atas pertanyaan yang di benaknya selama ini. Selena tak pernah takut dengan para preman atau anak buah ayahnya, Karena akan dengan mudah ia bisa membereskan hal itu.     

"Kamu hati-hati Selena, segera hubungi kami jika ada sesuatu yang membahayakan." Sergah Ronald pada Selena kemudian mengajak Arya dan Regan berangkat menuju kantor Diego Santez.     

"Lola, kita bisa berangkat sekarang?" Tanya Selena pada Lola yang berdiri di pintu menatap kepergian Regan.     

"Tentu, aku bersiap dulu sebentar." Ucap lola lalu pergi ke dalam kamar Regan untuk menganti pakaiannya dan mengambil senjata untuk berjaga-jaga.     

"Ayo kita berangkat."     

Selena mengangguk, tak lama kemudian mobil yang mereka tumpangi telah menghambur ke jalanan yang cukup ramai.     

"Kita lewat jalan pinggir kota." Ujar Selena.     

"kenapa?" Tanay Lola sambil menoleh kearah selena.     

"Jika kita menggunakan jalan biasa, banyak kemungkinan kita akan bertemu dengan anak buah ayahku."     

"Dan mereka akan mengenalimu."     

"itu maksudku."     

"Selena, bagaimana wajah ayah Ronald sampai kau jatuh cinta padanya, kau belum selesai bercerita padaku semalam."     

"Dia lelaki tua yang tampan."     

"Itu sudah pasti, seorang tuan putrid seperti mu tak mungkin mencintai seseorang dengan wajah yang biasa saja bukan?"     

"Apa maksudmu?"     

"Kau adalah anak seorang pemilik lading gandum terbesar, dan pula ayahmu walau sedikit orang yang tahu jika dia seorang mafia, tapi mempunyai kekuasaan melebihi kepala pemerintahan tertinggi di negara kita.     

"Itu milik keluargaku bukan milikku."     

"Oke kita kembali ke ayahnya Ronald."     

"Ketika bersamanya aku merasa tenang, mungkin karena sedari kecil aku tak pernah merasakan kasih sayang dari orangtua makanya aku jadi mudah jatuh cinta pada laki-laki yang jauh lebih tua."     

"Aku tak percaya, sekarang kita berteman, padahal dulu di kampus kita tak pernah bertegur sapa, karena kau hanya memiliki sedikit teman, dan ternyata itu sebabnya kau menolak Greg waktu itu karena seleramu adalah om-om." Keduanya lantas tertawa terbahak.     

"Satu belokan lagi kita akan sampai." Ujar Selena.     

"Ya. Lalu ambil arah yang mana kita?" Tanya Lola ketika menemui jalan perempatan.     

"Kita lurus, didepan baru belok."     

"Oke."     

"Berhenti!" Ucap Selena tiba-tiba saat melihat seseorang yang ia kenal berlari melalui sela-sela tanaman gandum.     

"Mau kemana Selena?"     

"Aku harus mengikuti orang itu."     

"Aku ikut."     

"Ayo."     

Keduanya turun perlahan setelah memarkirkan mobilnya di tempat yang agak tersembunyi.     

"Itu dia." Ujar Selena.     

Lalu Selena mengendap-endap sambil berlari kecil mengikuti orang yang ia kenali, dibelakangnya Lola mengikuti Selena dengan waspada.     

"Jo." Panggil selena pada laki-laki yang tadi ia ikuti.     

"Selena." Jo langsung berlari memeluk tubuh Selena.     

"Kau tak apa-apa?"     

"Aku taka pa, kamu sedang apa?"     

"Ayo ikut aku." Jawab Jovan.     

Mereka berjalan menunduk melalui sela lading gandum milik Selena, untuk menghindar dari anak buah ayah Selena yang memang selalu berjaga-jaga disana, mencari keberadaan Selena.     

Jovan membuka sebuah pintu rahasia yang tertutup oleh jerami, lalu perlahan pintu itu terbuka, kemudian ketiganya langsung masuk ke ruangan yang lembab itu.     

"Emilia." Ucap Selena tak percaya.     

"Nona, aku tak menyangka anda akan datang secepat ini." Emilia langsung menunduk hormat pada selena, lalu tatapannya terarah pada Lola yang berdiri di belakangnya.     

"Jangan takut dia temanku. Lola."     

"Maafkan saya Nona."     

"Mana orang itu?" Tanya Lola pada Emilia orang kepercayaannya, sedangkan Jovan adalah sahabat satu-satunya yang dimiliki oleh Selena.     

Emilia menatap pada seseorang yang sedang duduk bersandar di atas ranjang tua dengan penerangan seadanya.     

"Kenapa kalian tak membawa orang ini pergi?"     

"Kami tak berani Nona, jika kami membawanya pasti anak buah anak ayah anda akan mengobrak-abrik seluruh kota, dan itu membahayakan semua orang." Ujar Emilia.     

Sedangkan Lola dan Jovan hanya diam memperhatikan Lola dan Emilia yang sedang membicarakan pria yang disekap oleh ayahnya Selena.     

"Tuan, apa anda baik-baik saja?" Tanya Selena pelan.     

Pria tua itu membuka matanya, lalu menatap wajah Selena lekat-lekat.     

"Caren." Gumamnya.     

"Saya Selena bukan Caren."     

"Selena?"     

"Ya."     

"Caren adalah ibu saya, apa anda mengenalnya?"     

Pria tua itu menatap Selena dengan mata berkaca-kaca.     

"Siapa nama anda?"     

"Namaku?"     

"Ya."     

"Gordon."     

"Gordon?" Lola yang berada di belakang Selena berucap tak percaya dengan apa yang dia dengar.     

"Kau mengenalnya?" Tanya Selena pada Lola.     

"Tidak, tapi aku tahu siapa dia."     

"Siapa?"     

"Dia ayah Matt."     

"Apa?!"     

"Kau kenal Matt?" Tanya Tuan Gordon.     

"Ya, dia temanku."Jawab Lola dengan mantap.     

"Kalau begitu ayo kita bawa dia pergi dari sini." Ujar Selena pada Lola sambil menatap Emilia dan Jovan secara bergantian.     

"Baiklah." Jawab Lola.     

"Jovan ayo bantu aku."     

"Baiklah, tapi aku tak bisa pergi dari sini, aku hanya akan mengantarkan kalian sampai dimobil."     

"Oke."     

Emilia berjalan lebih dahulu untuk memastikan tidak ada orang yang melihat mereka keluar dari ruang bawah tanah.     

"Ayo jalan." Ucap Emilia setelah memastika bahwa di atas tidak ada anak buah Diego.     

Jovan memapah Tuan Gordon untuk menaiki anak tangga menuju ke atas, diikuti oleh selena dan Lola yang sudah siap mengacungkan senjatanya jika mereka terpergok oleh anak buah Diego santez.     

Perlahan mereka berjalan melintasi lading gandum, kadang mereka berhenti dan bersembuyi saat ada anak buah Diego Santez melintas di dekat mereka.     

Akhirnya mereka berhasil membawa Gordon ke dalam mobil yang tadi Lola bawa.     

"Pergilah nona, kami berdua harus tetap disini menjaga villa anda."     

"Baiklah Emilia, terimakasih banyak telah banyak membantuku, Jovan terimakasih."     

"Oke. Kalian berhati-hatilah."     

Lola dan Selena langsung masuk ke dalam mobil, lalu melaju meninggalkan lading gandum milik Selena.     

Di perjalanan lola menghubungi Regan supaya Matt datang ke rumah mereka dengan segera.     

"Sebenarnya apa yang terjadi?"     

"Kau adalah adik Matt Gordon." Ucap Laki-laki bernama Gordon itu yang sukses membuat Lola dan selena saling pandang tak percaya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.