Chapter 41
Chapter 41
Jendral terlihat sedang sibuk memikirkan hal tersebut di ruangan miliknya.
"Nampaknya para demon itu sudah sangat ingin memperluas wilayah kekuasaan mereka" gumam Jendral yang sedang menghisap cerutu miliknya.
Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu yang mengejutkan Jendral.
"Jendral, ini saya. Bisakah saya masuk" ucap seorang prajurit dari balik pintu.
"Masuklah…" ucap Jendral.
Prajurit itu lalu masuk kedalam ruangan itu dan terlihat prajurit membawa beberapa lembar berkas dokumen.
"Jendral, ini adalah beberapa dokumen yang berisi informasi mengenai pergerakan dari pasukan [Saint Wolf] yang telah dikumpulkan secara rahasia oleh pengintai dari divisi Dark Moon" ucap prajurit itu sembari menyerahkan lembaran kertas kepada Jendral.
Jendral lalu menerima lembaran kertas itu lalu langsung membacanya. Setelah melihat lembaran kertas itu, Jendral pun tersenyum setelah membaca lembaran kertas itu.
"Jadi nampaknya tidak sia-sia aku memberikan lencana [Glorius Wing] kepada anak itu" ucap Jendral.
"Anda terlihat sangat senang sekali, apakah pasukan [Saint Wolf] itu sungguh berguna?" ucap prajurit itu.
Jendral lalu mematikan cerutu miliknya ke asbak.
"Anak favorit dari Kolonel Ryota itu sangat membantu kita kali ini. Bukan hanya berhasil mengungkap pengkhianatan yang terjadi di markas provinsi barat, namun dia juga berhasil menghabisi demon yang telah menyerang perbatasan disana" ucap Jendral.
"Apakah anda lupa menyebutkan bahwa dia juga sudah menyelamatkan Kolonel Rose?" tanya prajurit itu dengan ekspresi bingung.
Jendral pun terdiam dan bangkit dari duduknya, diapun mendekat kearah jendela dan memasang ekspresi datar.
"Tentu saja aku sangat berterima kasih padanya sudah menyelamatkan Rose, lagipula tidak ada seorang ayah yang tidak akan berterima kasih kepada seseorang yang telah menyelamatkan putrinya seperti itu" ucap Jendral.
"Anda benar, lalu apa yang akan anda berikan kepadanya sebagai ucapan terima kasih" ucap prajurit itu.
"Ucapan terima kasih ? bahkan jika aku memberinya jabatan yang tinggi pun, itu belum cukup sebagai ucapan terima kasih" ucap Jendral sembari tersenyum.
"Benar juga, lagipula yang dia selamatkan adalah putri yang anda cintai" ucap prajurit itu.
Jendral pun berbalik badan dan melihat kearah prajurit itu.
"Rose akan sangat marah jika mendengar ucapan itu. Gadis itu sama sekali tidak pernah menganggapku sebagai ayahnya setelah kematian ibunya. Dan aku juga tidak berhak meminta untuk dianggap ayah olehnya" ucap Jendral sembari tersenyum sedih.
Prajurit itu terlihat menghela nafas.
"Sebaiknya anda beristirahat dan mencari udara segar diluar, Jendral. Anda bisa menyerahkan sisa pekerjaan anda pada saya" ucap prajurit itu.
"Kau memang ajudanku yang mengerti keadaan, baiklah aku akan keluar sebentar untuk menenangkan pikiran. Terima kasih, Chris" ucap Jendral.
"Tidak perlu anda pikirkan, Jendral" ucap Chris.
Jendral lalu keluar dari ruangan itu dan berjalan-jalan. Ketika sedang berjalan-jalan, jendral berpapasan dengan Kolonel Ray yang sedang memasang ekspresi yang tidak mengenakkan.
"Ray, ada apa denganmu? Apakah kau telah ditolak oleh seorang perempuan?" canda Jendral.
"Ah, jendral. Apa anda sedang berjalan-jalan mencari udara segar?" ucap Ray.
Ekspresi wajah Ray berubah 180 derajat setelah bertemu dengan jendral. Ekspresinya yang semula terlihat suram dan kesal berubah menjadi tersenyum.
"Ya, aku sedang mencari udara segar. Dan kau belum menjawab pertanyaanku sebelumnya, Ray" ucap Jendral.
"Saya hanya tidak suka datang ke markas Central ini. Saya sungguh tidak ingin bertemu orang itu" ucap Ray.
Jendral paham dengan maksud dari perkataan Ray dan tidak melanjutkan percakapan itu lebih lanjut.
"Begitukah, baiklah kalau begitu. Aku akan melanjutkan mencari udara segar, dan kau berhati-hatilah ketika kembali ke markas milikmu" ucap Jendral.
"Tentu saja jendral, saya sudah mendengar kabar tentang diri anda yang diserang oleh beberapa orang dari organisasi [Black Rope] ketika anda dalam perjalanan kembali dari markas provinsi timur" ucap Ray.
"Hahaha, kau tidak perlu khawatir soal itu. Apakah kau pikir aku bisa dengan mudah dibunuh oleh mereka ? Aku malah lebih memilih melawan seratus orang seperti mereka dibanding bertarung dengan Kolonel Ryota" ucap jendral sembari tertawa kecil.
"Anda benar juga, baiklah kalau begitu saya pergi duluan" ucap Ray sembari kembali melangkah pergi.
Jendral melihat kepergian dari Kolonel Ray sembari menghela nafas.
"Ivan, mengapa kau tidak bisa akur sama sekali dengan anakmu" gumam jendral.
Jendral lalu melanjutkan langkahnya dan menuju ke taman. Sesampainya disana, jendral melihat sosok prajurit yang nampaknya adalah seseorang yang dia kenal dengan baik. Jendral lalu menghampiri orang itu.
"Ada apa denganmu ? Mengapa kau terlihat murung seperti itu, brigadir jendral Ivan ?" ucap jendral.
"Ada apa, jendral ? apa yang anda perlukan dari saya" ucap brigadir jendral Ivan.
"Jangan terlalu kaku seperti itu kepada sahabat lamamu" ucap jendral.
"Jadi apa yang kau butuhkan dariku, August?" ucap brigadir jendral Ivan dengan nada dingin.
Jendral lalu membakar cerutu miliknya.
"Mengapa kau selalu bertengkar dengan Kolonel Ray? Bukankah dia adalah putramu ? Kau seharusnya bersikap layaknya seorang ayah kepadanya" ucap jendral.
"Aku tidak ingin mendengar ucapan itu darimu, August" ucap brigadir jendral Ivan dengan ketus.
"Hahaha, ucapanmu sangat menusuk hatiku. Kau benar, mungkin aku tidak pantas berkata seperti ini kepadamu. Namun aku hanya tidak ingin teman lamaku bernasib sama sepertiku yang dibenci oleh anaknya sendiri" ucap jendral.
Brigadir Jendral Ivan lalu melihat jendral yang sedang memasang ekspresi sedih.
"Kau tidak perlu memasang ekspresi seperti itu. Aku hanya tidak bisa akur dengan putraku yang bodoh itu. Bukankah kau sebaiknya memikirkan petinggi lain yang hendak memberontak dan berusaha membunuhmu?" ucap brigadir jendral Ivan.
"Yah, apa yang perlu aku takutkan dari mereka? Para petinggi lain tidak berani bertindak terang-terangan kepadaku, bahkan para petinggi pengecut lainnya hanya bisa menyewa pembunuh lemah untuk membunuhku" ucap jendral.
"Apa kau tidak khawatir kalau mereka akan menargetkan putrimu?" ucap brigadir jendral Ivan.
"Dulu aku selalu khawatir akan hal itu, namun sekarang aku tidak khawatir sama sekali. Karena calon menantu ku sudah menjaga putriku" ucap jendral sembari tersenyum.
Brigadir Jendral Ivan tersentak setelah mendengar hal itu dan membuat ekspresi kaget.
"Calon menantu? Siapa yang kau maksud?" tanya brigadir jendral Ivan.
"Tentu saja anak favorit dari Kolonel Ryota, namanya adalah Ryouichi" ucap jendral.
"Tidak biasanya kau membiarkan pria lain mendekati putrimu" ucap brigadir jendral Ivan.
"Yah, aku hanya merasa sudah saatnya Rose mempunyai seseorang dalam hidupnya untuk membuat dirinya bahagia. Dan aku berharap untuk mempunyai cucu secepatnya sebelum aku mati" ucap jendral bahagia.
Brigadir Jendral Ivan hanya bisa menghela nafas setelah mendengar perkataan dari jendral.
"Pergerakan dari [Great Demon Emperor] sudah hampir mencapai klimaksnya bukan?" ucap brigadir jendral Ivan.
"Karena hal itulah, aku ingin secepatnya melihat Rose bahagia dan mempunyai anak sebelum aku mati. Itulah keinginan terbesarku yang sekarang" ucap jendral.
"Kau tidak perlu takut akan hal itu, aku akan bertarung disampingmu dan memastikan kau tidak akan mati sebelum keinginanmu itu tercapai" ucap brigadir jendral Ivan.
"Terima kasih, aku sungguh bersyukur memiliki sahabat sepertimu" ucap jendral.
"Baiklah kalau begitu, aku pergi dulu" ucap brigadir jendral Ivan.
Brigadir Jendral Ivan pun pergi meninggalkan jendral sendiri.
"Ryouichi, aku harap kau bisa membahagiakan Rose. Janganlah menjadi seperti diriku yang bahkan malah membuat Rose membenci diriku" gumam Jendral sembari menghisap cerutu miliknya.
Jendral menatap langit biru yang dihiasi oleh awan putih yang menggumpal, angin yang cukup kuat berhembus dan membuat rambut putih milik jendral terurai. Di sisi lain, Ryouichi sedang bahagia bersama Rose dan kawan-kawannya di markas provinsi barat.