Chapter 136 : Kemenangan
Chapter 136 : Kemenangan
"Rose, apakah kau benar-benar baik-baik saja? Apakah kau tidak mau kugendong?" tanya Kolonel Ray.
"Tidak perlu, lagipula aku masih bisa berjalan" ucap Rose.
Rose terlihat memasang ekspresi serius, Ray yang melihat hal itu pun penasaran dengan tingkah Rose.
"Rose, apakah ada yang mengganggu pikiranmu?"
Terlihat Rose yang masih menggendong kucing itu dan membelai kepalanya dengan lembut.
"Ray… Bisakah kau jelaskan apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana bisa dari 3000 pasukan [The Saviour] yang dikirimkan ketempat ini hanya tersisa beberapa ratus orang saja? Dengan kemampuan para pasukan yang dikirimkan ketempat ini, aku sangat tidak percaya bahwa kalian bisa semudah itu dikalahkan"
Kolonel Ray terlihat diam untuk beberapa saat dan merogoh sekotak rokok yang berada di saku bajunya.
"Rose, apakah kau akan percaya jika aku mengatakan bahwa ada seseorang di petinggi atas yang berkhianat?" tanya Kolonel Ray sembari membakar rokoknya.
Rose terlihat sedikit terkejut dengan perkataan dari Kolonel Ray dan menatapnya dengan serius.
"Ray, aku yakin bahwa kau sudah mendengar bahwa seluruh petinggi atas yang berkhianat sudah di habisi oleh Letnan Jendral Hayate. Aku percaya bahwa Letnan Jendral Hayate tidak akan melewatkan satupun pengkhianat …" ucap Rose.
"Ucapanmu ada benarnya, namun masih ada sesuatu yang mengganjal di pikiranku. Bagaimana jika daftar hitam pengkhianat yang diberikan kepada Letnan Jendral Hayate tidak memuat seluruh nama petinggi yang berkhianat?"
"Itu tidak mungkin, karena satu-satunya orang yang membuat daftar hitam itu adalah Jendral August sendiri. Kau tidak berpikiran bahwa Jendral August adalah pengkhianat, bukan?" ucap Rose.
"Ti-tidak, aku sama sekali tidak berpikiran seperti itu. Hanya saja aku masih merasa janggal dengan semua ini..." ucap Ray dengan wajah serius.
"Kolonel Elizabeth, mengapa kau diam saja daritadi? Apakah kau terluka?" tanya Rose.
Kolonel Elizabeth terlihat berjalan mengikuti Rose dan Kolonel Ray dari belakang dan termenung.
"Kolonel Elizabeth? Liz!" seru Rose.
"A-ah? Maaf apa anda memanggil saya, Kolonel Rose?"
"Tolong jangan melamun seperti itu, kita masih dalam situasi siaga sekarang. Kita masih tidak tahu apakah tempat ini masih aman atau tidak" ucap Kolonel Rose.
"Anda bisa tenang, Kolonel Rose. Tempat ini sudah dibersihkan olehku" terdengar suara yang tiba-tiba muncul yang mengagetkan Kolonel Rose dan yang lain.
"Siapa disana?!"
Letnan Satu Shizu melompat dari sebuah pohon dan mendarat di hadapan mereka.
"Maaf jika sudah mengagetkan kalian semua" ucap Letnan Satu Shizu dengan nada sopan.
"Shizu? Apakah kau baik-baik saja?"
Kolonel Elizabeth langsung mendekati Letnan Satu Shizu dan memeriksa jika ada luka ditubuh Letnan Satu Shizu.
"Saya baik-baik saja, jadi bisakah anda berhenti?"
"Kau ini sungguh dingin sekali kepadaku…" ucap Kolonel Elizabeth dengan wajah cemberut.
"Mari kita keluar dari hutan ini, pasukan anda juga sudah menunggu anda, Kolonel Rose" ucap Letnan Satu Shizu.
Rose hanya mengangguk pelan dan kembali melanjutkan perjalanan mereka untuk keluar dari hutan itu.
"Shizu, apa kau dan Kolonel Elizabeth memang sedekat itu? Bukankah kalian belum pernah bertemu sebelumnya?" tanya Kolonel Ray.
Letnan Satu Shizu hanya menghela nafas dan menjelaskan hubungan dia dengan Kolonel Elizabeth.
"Te-teman kecil?! Aku tidak pernah mendengar sebelumnya kalau kau punya teman masa kecil, Shizu" ucap Kolonel Ray.
"Anda sungguh kasar, Kolonel Ray. Meskipun saya adalah orang yang terlihat kaku dan dingin, namun saya juga manusia biasa yang membutuhkan teman" ucap Letnan Satu Shizu.
Kolonel Elizabeth lalu memeluk Letnan Satu Shizu dan memasang wajah bahagia.
"Aku tahu kau tidak akan melupakan pertemanan kita, Shizu" ucap Kolonel Elizabeth dengan girang.
"Lepaskan, ingatlah pangkat anda sekarang. Anda tidak seharusnya bersikap seperti anak-anak, Kolonel Elizabeth"
"Aku tidak akan melepaskanmu jika kau tidak memanggilku dengan panggilan biasa seperti dulu" ucap Kolonel Eliazabeth dengan agak memaksa.
Letnan Satu Shizu menghela nafas panjang dan menatap Kolonel Elizabeth.
"Liz, cepat lepaskan pelukanmu sekarang juga atau aku akan melemparmu ke sungai" ucap Letnan Satu Shizu dingin.
Kolonel Elizabeth menganggukkan kepalanya dengan girang dan melepaskan pelukannya dari Letnan Satu Shizu.
"Itu baru Shizu yang aku kenal!" ucap Kolonel Elizabeth girang.
"Mereka berdua pasti adalah teman kecil yang sangat dekat" gumam Kolonel Ray.
Tidak terasa mereka pun akhirnya keluar dari hutan itu, begitu mereka keluar dari hutan itu mereka langsung disambut oleh pasukan Rose yang terlihat khawatir dengan keadaan mereka.
"Kolonel Rose! Saya senang anda baik-baik saja" ucap Kapten Jung-Woo yang menghampiri mereka dengan tertatih dan memakai tongkat penyangga.
Rose tersenyum ketika melihat Kapten Jung-woo yang menghampirinya.
"Terima kasih karena sudah mematuhi perintahku untuk pergi dan meminta bantuan kepada pasukan, aku berhutang budi kepadamu" ucap Rose sembari mengulurkan tangannya kepada Kapten Jung-woo.
"Anda tidak perlu berterima kasih kepada saya, Kolonel Rose. Dan maaf jika saya tidak bisa lagi menemani anda mencari kucing itu karena luka yang saya alami, namun saya berjanji akan menemani anda mencari kucing itu lagi jika keadaan saya sudah membaik"
Rose tersenyum kecil dan memperlihatkan kucing nya kepada Kapten Jung-woo.
"Tidak perlu, Kapten Jung-woo. Aku sudah menemukan kucing itu, dan aku juga sudah membuat kontrak dengan kucing ini" ucap Kolonel Rose.
"Kontrak? Apa maksud anda, Kolonel Rose?"
Kapten Jung-woo terlihat bingung dengan ucapan Rose.
"Kucing ini adalah [Magical Beast], dan ketika pertarunganku tadi dengan demon didalam hutan itu, aku berhasil membuat kontrak dengan kucing ini"
"Ma-Magical Beast? Be-begitukah? Jadi kucing ini adalah [Magical Beast]?"
Kapten Jung-woo terlihat ingin membelai kucing itu dan langsung menjulurkan tangannya untuk membelai kucing itu.
"Singkirkan tangan kotormu dariku, manusia. Hanya ada satu orang yang boleh menyentuhku, dan orang itu adalah masterku seorang. Belai aku dan kau akan menyesal selamanya" ucap kucing itu dengan nada mengancam.
"Kucingnya bisa berbicara?!"
"Moo... Fuku! Jangan berbicara seperti itu" ucap Rose sembari menepuk kepala Fuku.
Kolonel Ray pun menepuk bahu Kapten Jung-woo dan mengangguk.
"Reaksi ku juga sama sepertimu ketika melihat kucing itu bisa berbicara"
"Be-begitukah… Kalau begitu say—"
Ucapan Kapten Jung-woo terhenti setelah sesuatu mendekapnya dari belakang dan membuatnya terjatuh ketanah.
"Urgh, Shizu? Apa yang kau lakukan?" tanya Kapten Jung-woo heran.
Shizu lalu mendekatkan wajahnya kewajah Kapten Jung-woo.
"Syukurlah, syukurlah kau baik-baik saja. Aku tidak akan memaafkan diriku jika aku terlambat datang dan sesuatu terjadi kepadamu" ucap Letnan Satu Shizu dengan nada lembut.
Kapten Jung-woo yang mendengar ucapan dari Letnan Satu Shizu hanya tersenyum kecil dan membelai kepala Letnan Satu Shizu.
"Terima kasih sudah datang menyelamatkanku, Shizu"
Mereka berdua pun hanyut dalam dunia mereka sendiri, di sisi lain Rose melihat mereka dengan perasaan nostalgia. Dirinya mengingat momen yang hampir sama ketika dirinya hampir mati dan Ryouichi datang menyelamatkannya.
Disatu sisi, Kolonel Ray terlihat berbincang dengan Kolonel Elizabeth dengan wajah serius.
"Kolonel Ray, kami sudah menyelamatkan sisa pasukan yang anda pimpin. Beruntung kami tidak terlambat dan berhasil menyelamatkan mereka. Mereka semua kini dalam perjalanan kembali menuju markas Central" ucap Kolonel Elizabeth.
"Benarkah? Terima kasih, jika bukan karena pasukan Rose dan yang lainnya, mungkin misi ini akan gagal. Aku akan mentraktirmu minum ketika kita kembali ke Central" ucap Kolonel Ray dengan perasaan lega.
Kolonel Rose pun menghampiri mereka dengan wajah penasaran.
"Kolonel Liz, aku penasaran dengan suatu hal… Apakah Jendral mengirimmu dan Letnan Satu Shizu kemari karena diriku?"
"Benar, sebaiknya anda langsung ke Central sekarang. Jendral sangat marah ketika mengetahui anda turun langsung dalam misi ini dan langsung memanggilku dari markas provinsi utara untuk membantu misi ini. Bahkan Jendral juga berniat turun tangan langsung kemari untuk membawa anda kembali. Beruntung, Letnan Satu Shizu dapat menenangkan Jendral dan mengatakan bahwa dia dan pasukan [Dark Moon] akan juga ikut dalam misi ini. Sisi baiknya adalah kita berhasil mengambil alih seluruh wilayah di [Great Border] dan memperluas wilayah [Empire]"
"Be-begitukah… Kolonel Liz, apa kau mengetahui perkembangan dari misi Ryouichi?" tanya Rose dengan wajah penuh harap.
Kolonel Elizabeth terdiam dan melihat ke langit.
"Kolonel Ryouichi, pasukan [Saint Wolf], serta yang lainnya sedang dalam perjalanan mereka menuju reruntuhan kuno. Anda tidak perlu khawatir, Kolonel Rose. Dengan kemampuan mereka, saya yakin mereka akan baik-baik saja. Lagipula, bukankah anda juga mengirimkan prajurit yang bernama Alice untuk ikut dalam misi mereka?"
"Kau benar, Ryouichi akan baik-baik saja" ucap Rose sembari tersenyum kecut.
"Rose! Ayo kita kembali menuju Central, sisanya mari kita serahkan pada pasukan Letnan Satu Shizu dan yang lainnya. Aku masih perlu menghadap Jendral untuk memberitahu keberhasilan misi ini" seru Kolonel Ray yang hendak masuk kedalam mobil jeep.
"Tunggu, aku akan ikut satu mobil denganmu. Aku akan menyetir, lagipula kau hanya punya satu tangan sekarang" ucap Rose sembari berlari kearah mobil jeep.
Rose dan Kolonel Ray pun dalam perjalanan mereka kembali menuju Central. Didalam mobil jeep itu, Rose terus berpikiran tentang Ryouichi.
"Rose, apa kau menyesal karena tidak ikut dengan Ryouichi?" tanya Kolonel Ray.
Rose menggelengkan kepalanya dan terus fokus menyetir.
"Tidak, aku hanya sedikit khawatir dengan dirinya. Namun, jika memang bisa maka aku ingin ikut dengannya…" ucap Rose dengan wajah datar.
"Aku tidak tahu apa yang kau pikirkan saat ini, tapi kau bisa berhenti mengkhawatirkan dirinya. Ryouichi sekarang adalah satu dari 7 prajurit terkuat [Empire] saat ini, dan saat ini dia juga ditemani oleh Letnan Jendral Hayate disana"
Rose diam tanpa menjawab dan masih memasang wajah khawatir.
"Alice, tolong jaga dan lindungi Ryouichi disana" gumam Rose.
Di sisi lain, Demon yang sebelumnya dihempas oleh Fuku sedang duduk di atas batu dengan ekpsresi kesal.