Chapter 133 : Higanbana Field
Chapter 133 : Higanbana Field
Untuk sesaat dirinya ragu untuk pergi meninggalkan Rose untuk meminta bantuan. Dirinya teringat dengan ucapan Rose sebelum dirinya pergi bertarung dengan demon itu.
"Dengar, apapun yang terjadi jangan ikut dalam pertarungan ini. Kau harus memberitahu kepada yang lainnya bahwa ada demon tingkat bumi di sini. Aku akan mencoba menahan demon itu, pada saat itu kau langsung lari pergi menjauh dari tempat ini. Kau mengerti?"
Akhirnya prajurit pria itu membulatkan tekad untuk mengikuti perintah dari Rose dan pergi dari tempat itu. Dirinya langsung berlari dengan cepat tanpa memperdulikan sekitarnya, namun dirinya tiba-tiba tumbang.
"Eh?"
Dirinya menyadari bahwa sesuatu yang membuat dirinya tumbang adalah karena kaki sebelah kirinya terpotong dan tertinggal tidak jauh dari posisi dia jatuh.
"Ba-bagaimana bisa?!" jerit prajurit pria itu dalam hati.
"Khukhukhu… Aku tidak menyangka masih ada prajurit manusia yang tertinggal di sini"
Sesosok demon bertubuh kecil dengan membawa dua bilah pedang panjang menghampiri prajurit pria itu dan tertawa kecil.
"Si-sialan! Menjauhlah dariku, demon sialan! Aku tidak ada waktu untukmu" teriak prajurit pria itu sembari menghunuskan pedangnya secara tidak beraturan dan tetap berlari menerjang.
Dalam kedipan mata, tangan prajurit pria itu putus di tebas oleh demon kecil itu.
"Arghhh…"
Prajurit pria itu menahan tangis kesakitan dan tetap mencoba untuk melarikan diri dari demon itu dengan menyeret kakinya.
"Hahahahaha! Mau lari kemana kau? Teruslah menggeliat seperti itu, sungguh menyenangkan melihat manusia bertingkah menyedihkan seperti itu" ucap demon kecil itu.
Prajurit pria itu tetap berusaha untuk menyelamatkan hidupnya dengan susah payah.
"Tidak, aku tidak akan mati sekarang. Kolonel Rose masih bertarung dengan demon itu, setidaknya aku harus memberitahu yang lainnya dan meminta bantuan" gumam prajurit pria itu.
Dibelakang prajurit pria itu, demon kecil masih mengikutinya dengan santai. Hingga pada akhirnya, demon itu melempar pedang panjang miliknya hingga akhirnya menembus perut prajurit pria itu dari belakang.
"Urgh…" Prajurit pria itu akhirnya tumbang dan bersandar pada sebuah pohon besar.
Demon kecil itu berjalan dengan santai kearah prajurit pria itu dan mengamati prajurit pria itu dengan senyuman mengerikan.
"Ada apa? Bukankah kalian para manusia selalu menyombongkan diri dengan mengatakan akan membasmi seluruh demon tanpa terkecuali? Hahaha, sungguh pemandangan yang menyedihkan" ucap demon kecil itu.
Prajurit pria itu mengangkat kepalanya dan akhirnya dapat melihat dengan jelas rupa dari demon kecil itu. Sebelumnya dia tidak dapat melihat keseluruhan wajah dari demon kecil itu karena kondisi hutan yang terlalu gelap, demon kecil itu memiliki wajah yang serupa dengan goblin dan mempunyai telinga panjang serta gigi taring yang tidak beraturan.
"Pfft, hahahaha... Aku kira wajahmu akan menakutkan, namun nyatanya kau lebih jelek dari seekor kuda" tawa dari prajurit pria itu membuat demon kecil itu kesal dan menusuknya berkali-kali dengan pedang.
"Manusia sialan! Manusia sialan! Berani-beraninya kau mengejek wajahku!" teriak demon kecil itu dengan emosi yang meledak-ledak.
Prajurit pria itu hanya bisa pasrah dan terdiam saat tusukan demi tusukan menghujam tubuhnya. Disela-sela itu, dirinya masih menyempatkan untuk mengambil pistol suar yang berada di saku bajunya.
"Sialan! Jangan kau pikir umat manusia akan menyerah dengan mudah melawan demon seperti kalian! Setidaknya aku akan tetap sadar untuk melihatmu di bunuh oleh pasukanku!" teriak prajurit pria itu.
Dengan sisa tenaga terakhir, dirinya mengangkat pistol suar itu kelangit dan menembaknya. Terlihat suar merah menyala dengan terang menandakan bahwa ada seseorang yang membutuhkan pertolongan.
"Bagaimana dengan itu? Setidaknya aku sudah melaksanakan perintah Kolonel Rose untuk tetap hidup sampai aku bisa meminta bantuan" gumam prajurit pria itu.
"Apa yang baru saja kau lakukan? Manusia sialan!" teriak demon kecil itu.
Perlahan prajurit pria itu mengangkat dan mengacungkan jari tengahnya kepada demon kecil itu sembari tersenyum.
"Fuck you, motherfucker" ucap prajurit pria itu.
Demon itu tanpa banyak bicara langsung mencoba untuk menebas kepala prajurit pria itu, detik-detik sebelum merasa dirinya akan mati prajurit pria itu tersenyum dan menutup matanya.
"Kolonel Rose, maafkan saya. Sepertinya saya tidak bisa lagi menemani anda untuk mencari kucing anda. Saya akan pergi duluan" ucap prajurit pria itu dengan nada pasrah.
0,5 detik sebelum pedang dari demon itu menyentuh leher prajurit pria itu, tiba-tiba ada sebuah serangan yang menghentikan serangan dari demon itu.
"A-apa?! Darimana serangan itu?" gumam demon kecil itu.
Demon kecil itu melihat kesana kemari mencoba untuk mencari darimana arah serangan itu.
"Apakah kau sudah siap untuk mati, demon sialan?" suara itu adalah suara perempuan.
Siluet seorang perempuan berjalan mendekati prajurit pria itu dan memeriksa kondisinya.
"Bertahanlah, reguku akan datang sebentar lagi. Tolong jaga kesadaranmu sampai mereka datang" ucap perempuan itu.
Prajurit pria itu perlahan membuka matanya dan melihat wajah dari perempuan itu.
"Shi-Shizu" ucap prajurit pria itu dengan lirih.
Letnan Satu Shizu tersenyum ketika mendengar suara lirih prajurit pria itu.
"Benar, bagaimana bisa kau mati dihadapan kekasihmu dengan kondisi menyedihkan seperti ini, Kapten Jung-woo" ucap Letnan Shizu dengan wajah lega namun masih menyisakan sedikit ekspresi khawatir.
"Kolonel Rose… Kolonel Rose masih bertarung dengan demon tingkat bumi" ucap Jung-woo lirih.
"Simpan tenagamu, Jung-woo. Aku sudah tahu tentang situasi saat ini, dan kau tidak perlu khawatir. Ada seseorang yang ikut denganku dan sekarang dia sedang menuju Kolonel Rose untuk membantunya"
Tidak lama terdengar derap banyak kaki berlari kearah mereka, 20 prajurit divisi Dark-Moon milik Letnan Satu Shizu sudah mengepung tempat itu dari segala arah.
Letnan Satu Shizu tersenyum ketika melihat pasukannya telah sampai di tempat itu. Dirinya langsung berjalan dengan wajah datar kearah demon kecil itu.
"Kau sepertinya sudah siap mati, demon kecil. Disaat kau sudah melukai kekasihku, disaat itu jugalah kematianmu sudah dipastikan" ucap Letnan Satu dengan santai namun ucapannya penuh dengan nada mengancam.
"Shizu, berhati-hatilah. Demon sialan itu memiliki trik tersembunyi. Aku awalnya tidak menyadari keberadaan dirinya hingga tiba-tiba dia menyerangku entah dari mana" ucap Jung-woo.
Terlihat beberapa prajurit divisi Dark Moon membopong Jung-woo pergi dari tempat itu.
"Tenang saja, sayang. Aku pasti akan memberi pelajaran kepada demon sialan ini karena sudah melukaimu sampai seperti itu" ucap Letnan Shizu.
Demon kecil itu terlihat hanya diam memperhatikan gerak gerik Letnan Satu Shizu.
"Wanita? Apa kau sungguh-sungguh berpikir bahwa seorang wanita dari ras manusia bisa mengalahkanku? Dengar, aku ini adalah demon tingkat bumi dan hanya selangkah lagi akan menjadi demon tingkat langit! Dan aku jugalah yang sudah membantai ribuan pasukan manusia di [Great Border] ini, kau pikir wanita rendahan sepertimu bisa—"
Ucapan demon itu terhenti setelah Letnan Satu Shizu tiba-tiba menghilang dan tanpa dirinya sadari, mulutnya telah robek sampai ke telinga di kedua sisinya.
"Kau cukup banyak bicara juga untuk demon yang akan segera mati" ucap Letnan Satu Shizu dengan nada dingin.
"Mahusia kuwang ajah (Manusia kurang ajar)!" demon itu terlihat kesulitan bicara setelah rahangnya hampir jatuh setelah menerima serangan dari Letnan Satu Shizu.
Letnan Satu Shizu terlihat membersihkan bilah pedangnya dari noda darah dengan sebuah kain dan hanya diam ditempat.
"Dengarlah demon pendek, lalu kenapa kalau sudah membantai ribuan pasukan manusia? Aku sudah membantai puluhan ribu demon tingkat bumi seorang diri yang bahkan mereka lebih kuat di bandingkan dengan dirimu" ucap Letnan Satu Shizu.
"Manusia ini berbeda dari manusia lain yang pernah kulawan. Tidak terlihat keraguan sama sekali dari matanya, manusia ini… Berbahaya" gumam demon kecil itu.
Insting dari demon kecil itu pun bekerja dan segera menyadari bahwa dirinya tidak sebanding dengan Letnan Satu Shizu.
"Aku harus pergi dari tempat ini… Kalau tidak, aku akan mati" dengan cepat demon kecil itu berusaha pergi dari tempat itu, namun demon itu terbentur sesuatu dan jatuh terduduk ditanah.
"Sungguh menyedihkan, apakah sekarang kau ingin melarikan diri? Dimana kesombonganmu tadi yang mengatakan bahwa kau selangkah lagi akan menjadi demon tingkat langit? Awalnya aku hampir percaya bahwa kekuatanmu sebanding dengan demon tingkat langit, tapi tampaknya kau hanya bicara omong kosong" ucap Letnan Satu Shizu.
"SIALAN! JANGAN BESAR KEPALA, MANUSIA SIALAN!"
Demon itu berdiri dan membuat isyarat tangan.
"[Zone : Black Territory]"
Tidak lama setelah demon itu merapal mantera, penghalang besar muncul dan menutupi area bertarung mereka.
Letnan Satu Shizu masih terlihat santai dan melihat kesana kemari.
"[Barrier] yah… Lalu? Apa hanya ini yang bisa kau lakukan?" ucap Letnan Satu Shizu.
"Kau bebas untuk sombong sekarang, prajurit manusia. Tapi saat ini kau sudah terjebak dalam zona bertarungku. Dengan kata lain, kematianmu sudah dipastikan. Zona ini akan menyerap seluruh kekuatan sihirmu dan mengalirkannya kepadaku" ucap demon itu dengan wajah puas.
Letnan Satu Shizu lalu meremas tangannya dan tersenyum.
"Kau benar, perlahan aku merasakan bahwa kekuatan sihirku semakin terkuras" ucap Letnan Satu Shizu.
"Siapa yang tertawa sekarang? Hahaha, lebih baik kau menyerah. Jika kau menyerah, mungkin aku tidak akan membunuhmu. Bagaimana dengan menjadi peliharaanku? Aku akan dengan senang hati bermain dengan wanita cantik sepertimu" ucap demon itu dengan tatapan penuh nafsu.
Letnan Satu Shizu menghela nafas lalu berjalan pelan menghampiri demon kecil itu.
"Benar, benar seperti itu. Datanglah ke pangkuanku, aku memperlakukanmu dengan lembut" ucap demon kecil besar kepala dan merasa bahwa dirinya sudah memenangkan pertarungan itu.
Setelah beberapa langkah berjalan, Letnan Satu Shizu berhenti dan menusuk tanah tempatnya berpijak dengan pedang yang dia pegang.
"[Field : Higanbana Flower]
Setelah Letnan Satu Shizu merapal sihirnya, sekeliling didalam penghalang itu yang awalnya adalah tanah tandus dan beracun berubah menjadi tanah luas yang ditumbuhi dengan bunga Higanbana/Red Spider Lily.
"Mu-mustahil! Kau juga bisa menggunakan sihir [Zone]?" ucap demon kecil itu tidak percaya.
"Kau pikir siapa diriku? Sihir yang kupakai ini bukanlah sihir [Zone], tapi adalah sihir [Field]. Benar, itu artinya sihirku lebih superior dibanding denganmu. Sekarang matilah dengan penuh kesakitan" ucap Letnan Satu Shizu dengan percaya diri.
"O-omong kosong, aku masih bisa menyerangmu meski aku terjebak di sini!" seru demon kecil itu mulai merasa cemas.
Demon kecil itu lalu memasang posisi untuk menyerang Letnan Satu Shizu dengan kekuatan penuh, namun tidak berapa lama setelah dirinya memasang posisi untuk menyerang, perlahan demon itu kehilangan keseimbangan.
"A-apa ini? Kenapa aku merasa pusing?" gumam Demon kecil itu.
"Ada apa? Apa kau sudah merasa pusing?'
Letnan Satu Shizu sudah berada dihadapan demon kecil itu dan menatapnya dengan tatapan jijik.
"A-apa yang sudah kau lakukan kepadaku? Kenapa aku tidak bisa bergerak?" ucap demon itu.
"Sihir [Field] yang kumiliki mempunyai efek yang hampir sama dengan sihir [Zone] milikmu. Namun perbedaannya sangat jauh, zona milikmu hanya menguras energi seseorang sampai habis dan membuatnya tidak berdaya. Sedangkan sihir [Field] milikku mempunyai kemampuan unik lain, apa kau tahu kalau bunga higanbana sangat beracun jika dimakan atau di hirup oleh makhluk hidup?" ucap Letnan Satu Shizu.
"Ja-jangan bilang kalau—" demon kecil itu tersentak kaget dan mulai memasang wajah khawatir.
"Hahaha, terlalu cepat untuk khawatir. [Field] milikku adalah hamparan luas bunga Higanbana, aku membuat bunga higanbana mekar cukup cepat dan yang akhirnya akan membuat bunga-bunga itu mengeluarkan gas beracun yang bahkan aku yakin demon sekelas [Trinity Leader] sekalipun akan kesusahan untuk berdiri setelah menghirupnya" ucap Letnan Satu Shizu.
Demon kecil itu terdiam untuk sejenak lalu tiba-tiba tersenyum.
"Bodoh sekali kau menjelaskan tentang kekuatanmu di hadapan musuh. Asal kau tahu aku memiliki kekuatan untuk menetralisir semua racun, bahkan racun dari makhluk Surgawi bisa dengan mudah aku netralkan" ucap demon kecil itu penuh percaya diri.
"Begitukah? Kalau begitu, apakah kau mau aku menunggumu untuk menetralisir racun itu? Baiklah, aku akan bermurah hati dan menunggu sampai kau berhasil menetralisir racunnya" ucap Letnan Satu Shizu sembari melepas kacamatanya lalu membersihkannya.
"Aku ingin melihat sampai kapan kau bisa terus menyombongkan dirimu seperti itu. Setelah racun ini berhasil dinetralisir oleh tubuhku, aku akan membunuhmu dan bersenang-senang dengan tubuhmu" gumam demon itu.
Satu menit telah berlalu, demon itu merasa ada yang aneh.
"Kenapa! Kenapa aku masih kesusahan untuk bergerak?!" teriak demon itu.
"Hahaha, ada apa? Apakah demon kecil yang malang ini masih kesusahan untuk bergerak?" ucap Letnan Satu Shizu dengan nada mengejek dan tertawa dengan keras.
Setelah itu Letnan Satu Shizu menebas kaki dari demon kecil itu dan menusuk perut dari demon itu berulang-ulang.
"Si-sialan! Ja-jangan bercanda denganku, demon kuat sepertiku dipermalukan oleh wanita sepertimu?" teriak demon itu penuh keputusasaan.
"Apakah kau tidak merasa ada yang aneh darimu, demon kecil yang malang?" ucap Letnan Satu Shizu.
Demon kecil itu awalnya bingung dengan maksud dari Letnan Satu Shizu, namun dirinya akhirnya menyadari ketika darah yang keluar dari luka-lukanya sangat sedikit dan bahkan hampir tidak mengeluarkan darah lagi meskipun luka-luka itu terbuka cukup lebar.
"A-apa yang kau lakukan pada tubuhku? Kenapa hanya sedikit darah yang keluar?" ucap demon kecil itu dengan wajah lemas.
"Ah, aku lupa memberitahumu sesuatu. [Field] milikku tidak hanya mengeluarkan gas beracun kepada musuh, tapi juga perlahan menguapkan darah didalam tubuh musuh hingga akhirnya musuh akan mati kehabisan darah. Aku tidak sebodoh itu dengan hanya menggunakan gas beracun untuk menghadapi demon licik sepertimu. Aku tidak tahu dengan demon, tapi manusia memiliki 5 liter darah dalam tubuh mereka. Dan [Field] milikku dapat menguapkan darah sebanyak 5 liter hanya dalam waktu 5 menit, hingga akhirnya tubuh manusia akan kering dan tinggal kulit. Ini sudah 10 menit berlalu, jadi bisa kusimpulkan bahwa demon rata-rata memiliki 10 liter darah dalam tubuh mereka. Sungguh ilmu yang sangat berguna bagiku, fufufu. Terima kasih sudah mau menjadi kelinci percobaanku, kau adalah satu-satunya demon yang bisa merasakan kenikmatan ini" ucap Letnan Satu Shizu dengan senyuman mengerikan.
"Ma-manusia sungguh mengerikan…" itu adalah ucapan terakhir dari demon kecil itu.
Demon kecil itu hanya bisa terkulai lemas hingga akhirnya seluruh darah dalam tubuhnya menguap dan hanya meninggalkan tulang yang dibalut oleh kulit. Akhirnya demon kecil itu mati secara mengenaskan dan akhirnya penghalang yang sebelumnya menutupi area pertarungan itu menghilang.
Letnan Satu Shizu terlihat memandangi sisa tubuh dari demon kecil itu dengan tatapan puas.
"Itulah yang akan terjadi jika kau menyakiti orang yang kusayangi…"
Perlahan sosok Letnan Satu Shizu menghilang dalam bayangan, di sisi lain Rose masih bertarung dengan demon tingkat bumi lain dan seseorang masih dalam perjalanan untuk membantu dirinya.