Chapter 132 : Teror Great Border
Chapter 132 : Teror Great Border
"Kalian semua jangan sampai lengah, tetap waspada. Kita masih belum mengetahui apakah masih ada sisa-sisa demon yang masih hidup dan berkeliaran disini" ucap Rose memberi perintah.
Tanpa perlu diperintah, para prajurit yang dibawa oleh Rose langsung membuat perimeter penjagaan di sekitar tempat itu. Rose dan para prajurit nya sebelumnya sampai di tempat itu ketika hari sudah menjelang sore.
"Kita akan bermalam disini, atur penjagaan sesuai dengan rencana kita sebelumnya" seru Rose
Salah satu prajurit menghampiri Rose dan memasang wajah khawatir.
"Kolonel Rose, apakah anda yakin kita akan bermalam di tempat ini?" ucap prajurit itu.
"Apa maksudmu? Jangan bilang kau takut dengan tempat ini?" ucap Rose.
"Bu-bukan itu maksud saya, Kolonel Rose. Tapi bukankah akan lebih baik jika kita bermalam di salah satu gedung disini? Bermalam di tempat terbuka seperti ini, bukankah sama saja kita memberi kesempatan para demon untuk menyergap kita nantinya?" ucap prajurit itu.
Rose berpikir sejenak dan menghela nafas dalam.
"Kau pikir sudah berapa lama gedung-gedung itu tidak ditinggali oleh manusia? Gedung-gedung itu sudah sangat rapuh sekarang, aku tidak mau mengambil resiko untuk para prajurit untuk bermalam di salah satu gedung karena alasan itu. Kita tidak pernah tahu kapan gedung-gedung itu akan rubuh karena sudah termakan usia" ucap Rose dengan santai.
Prajurit itu pun mengangguk dan akhirnya tidak keberatan dengan keputusan Rose untuk bermalam di tempat terbuka. Malam hari pun tiba dan para prajurit bergantian untuk berjaga, sementara di sisi lain Rose sedang patroli tidak jauh dari perkemahan.
"Entah kenapa aku merasa aneh jika menjalankan misi tanpa keberadaan Ryouichi. Rasanya sangat hampa, aku harap Ryouichi baik-baik saja ketika menjalankan misinya nanti" gumam Rose.
Setelah beberapa menit dirinya berjalan, terlihat Rose yang sudah kelelahan.
"Tampaknya staminaku tidak sebesar dulu, mungkin karena sekarang aku sedang hamil…"
Rose memutuskan untuk beristirahat dan duduk sejenak sembari melihat langit. Meskipun suasana sekitar sunyi dan terasa mencekam namun langit malam sangat indah.
"Aku ingat bahwa aku pernah mengajak Ryouichi untuk melihat langit malam seperti ini. Aneh, kenapa aku tidak bisa menghilangkan wajah Ryouichi dari pikiranku? Bo-bodoh, aku adalah istrinya, kenapa aku masih malu seperti ini" wajah Rose perlahan memerah menahan malu.
Namun Rose menyadari ada sebuah suara dari belakang dirinya, tepatnya berada di balik semak-semak.
Rose langsung berdiri dengan sigap dan membidik semak-semak itu dengan senjata roh panahnya.
"Siapa disana? Keluarlah atau aku akan menganggapmu sebagai ancaman. Ini peringatan pertama!" seru Rose.
Perlahan sesuatu muncul dan keluar dari semak-semak itu.
"~nyaa"
Seekor kucing berwarna abu-abu muncul dari semak-semak itu dengan kaki terluka. Rose yang melihat itu langsung dengan cepat menggendong kucing itu dan membawanya kembali ke perkemahan.
Para prajurit yang heran melihat Rose yang tengah terburu-buru pun langsung menghampirinya.
"Kolonel Rose? Mengapa anda terlihat panik dan buru-buru seperti itu?" ucap salah satu prajurit.
"Apa dari kalian ada yang mempunyai keahlian medis? Bisakah kalian mengobati kucing ini?" ucap Rose dengan wajah panik.
"Saya mempunyai sihir medis!" ucap salah satu prajurit pria yang dengan sigap mendatangi Rose. Prajurit pria itu adalah pria Korea dengan wajah tampan dan bersahabat.
Prajurit pria itu langsung mengobati dan merapal sihir ke kaki kucing itu, dan tidak lama kaki kucing itu telah pulih sepenuhnya.
"~nyaaa" kucing itu terlihat berterima kasih dengan menggosokkan kepalanya ke kaki prajurit pria itu.
"Nampaknya kucing ini akan baik-baik saja. Kolonel Rose?"
Terlihat wajah penuh kelegaan dari Rose ketika melihat luka di kaki kucing itu telah sembuh.
"Terima kasih, aku sungguh berhutan budi kepadamu" ucap Rose dengan tulus.
"Ti-tidak masalah, Kolonel Rose. Kalau begitu saya akan kembali lagi ke pos jaga saya" ucap prajurit pria itu lalu pergi.
Rose lalu meraih kucing itu dan menggendongnya.
"Kau sangat mirip dengannya…" gumam Rose.
Pada malam itu, Rose tidur berdua dengan kucing itu yang berada dalam dekapannya. Rose tertidur dengan lelap hingga akhirnya dirinya terbangun karena sesuatu hal membangunkannya.
"Kucing? Kemana kucing itu pergi?" ucap Rose.
Rose lalu keluar dari tenda nya berusaha untuk mencari kucing itu.
"Pspspspsps… Kucing, dimana kamu?"
Ditengah dirinya tengah mencari kucing itu, tiba-tiba Rose dikejutkan oleh suara yang menyapanya dari belakang.
"Kolonel Rose? Kenapa anda keluar dari tenda selarut ini? Apakah anda tidak bisa tidur?"
Prajurit pria yang tadinya mengobati kaki kucing itulah yang menyapanya.
"Ah, tidak. Aku sedang mencari keberadaan kucing yang tadi, apakah kau melihat kucing itu?" tanya Rose.
Prajurit pria itu menggelengkan kepalanya dan melihat kesana kemari.
"Saya tidak melihat kucing itu, Kolonel Rose. Sedaritadi saya berjaga di depan tenda anda, tapi saya tidak melihat kucing itu keluar dari tenda anda" ucap prajurit pria itu.
Ekspresi khawatir Rose terlihat jelas di wajahnya.
"Be-begitukah…"
Prajurit pria itu merasa kasihan dengan Rose dan menawarkan bantuan untuk mencari kucing itu.
"Kolonel Rose, kalau anda tidak keberatan saya bisa membantu anda untuk mencari kucing itu"
"Benarkah? Terima kasih, tapi apakah kau benar-benar tidak keberatan dengan itu? Aku rasa terlalu berlebihan sampai meminta bantuan kepada salah satu prajurit hanya untuk mencari seekor kucing…" ucap Kolonel Rose dengan rasa tidak enak hati.
Prajurit pria itu tertawa kecil dan menggelengkan kepalanya.
"Tidak masalah, Kolonel Rose. Saya malah merasa senang jika saya dapat membantu anda, kalua begitu mari kita cari kucing itu" ucap prajurit pria itu sembari tersenyum.
Hari masih gelap dan mereka berdua masih mencari kucing itu disekitaran perkemahan.
"Tampaknya memang benar kucing itu tidak ada di tempat ini, Kolonel Rose. Bagaimana pendapat anda? Apakah anda akan kembali ke perkemahan atau akan lanjut mencari kucing itu?"
Kolonel Rose tampak bimbang untuk mengambil keputusan.
"A-aku…"
"Kolonel Rose, meskipun anda memutuskan untuk tetap mencari kucing itu, saya akan tetap menemani anda. Lagipula dengan situasi sekarang, sangat beresiko jika kita bertemu dengan para demon itu" ucap prajurit pria itu.
"Maaf, tapi aku akan terus mencari kucing itu. Aku sangat berterimakasih atas bantuanmu, aku berjanji akan membalasmu nanti ketika kita menyelesaikan misi ini" ucap Rose.
"Tidak perlu sampai sejauh itu, Kolonel Rose. Tapi saya menyarankan kita tidak pergi terlalu jauh kedalam hutan karena nantinya jika sesuatu buruk terjadi, bantuan prajurit akan lama untuk sampai" ucap prajurit pria itu.
Rose mengangguk dan akhirnya mereka memutuskan untuk masuk agak lebih kedalam zona [Great Border] untuk mencari kucing itu.
"Maaf, apakah saya boleh bertanya sesuatu kepada anda?" tanya prajurit pria itu.
"Ada apa?" ucap Rose sembari masih tetap mencari kucing itu.
"Kenapa anda sangat bersikeras ingin menemukan kucing itu? Bukankah ini adalah pertama kalinya anda bertemu dengan kucing itu?" ucap prajurit pria itu.
Rose terdiam sejenak hingga akhirnya dia menghela nafas.
"Dulu ketika aku kecil, aku mempunyai seekor kucing yang sangat mirip dengan kucing itu. Dan kucing itu adalah [Elemental Beast] pertamaku… Namun pada suatu misi, kucingku mengorbankan nyawanya untuk menyelamatkan diriku. Dan hingga sekarang aku takut untuk memiliki [Elemental Beast] lagi, meskipun aku memiliki banyak kesempatan untuk membuat kontrak" ucap Kolonel Rose.
"Begitukah, anda kelihatan menakutkan diluar tapi ternyata anda sangat penyayang binatang…" ucap prajurit pria itu lalu tertawa kecil.
"Jangan mengejek atasanmu seperti itu. Satu-satunya orang yang berani mengejekku seperti itu hanyalah suamiku saja" ucap Rose dengan ketus.
"Suami anda? Ah, maksud anda adalah Kolonel Ryouichi. Saya sangat mengagumi Kolonel Ryouichi semenjak saya belum bergabung militer hingga sekarang. Beliau dan pasukan [Saint Wolf] adalah penyelamat desa saya dulu ketika desa saya di singgahi oleh prajurit palsu dan juga half-demon. Sejak saat itu, saya bertekad untuk bisa menjadi prajurit yang gagah dan tegas sepertinya" ucap prajurit pria itu panjang lebar.
"Begitukah… Ryouichi memang orang yang dapat diandalkan, dia selalu akan datang ketika kita membutuhkannya" ucap Rose yang tanpa sadar tersenyum manis ketika menyebut nama Ryouichi.
Prajurit pria itu hanya tersenyum, namun dalam hitungan detik senyuman itu menghilang ketika dirinya melihat demon dengan tubuh besar setinggi 3 meter sedang duduk dengan jarak setidaknya 2 meter dari mereka dan sedang mengunyah sesuatu.
"Kolonel Rose, demon itu…" ucap prajurit pria itu dengan nada pelan.
"Benar, tidak salah lagi demon itu adalah demon tingkat bumi. Namun aku merasa kekuatannya berada diatas rata-rata demon tingkat bumi biasa. Kita tidak bisa mengambil resiko untuk bertarung dengannya sekarang, kita harus kembali ke perkemahan" ucap Rose.
Sesaat sebelum mereka pergi mereka mendengar demon itu seperti sedang bicara sesuatu.
"KEPARAT! Para prajurit manusia itu sungguh keras kepala! Meski aku sudah menghabisi ratusan dari mereka, tetap saja mereka bermunculan dari segala arah. Dan siapa nama orang itu tadi? Benar, manusia itu mengatakan bahwa namanya adalah Ray. Namun orang itu masih tidak seband—" ucapan demon itu terhenti setelah melihat Rose berdiri dihadapannya.
"Aku tadi mendengar kau mengatakan sebuah nama. Ray, dimana orang itu sekarang?" tanya Rose.
Demon itu diam sejenak hingga akhirnya dia tersenyum mengerikan. Sebuah senyuman yang benar-benar mengerikan, banyak gigi taring yang berlumuran darah dan kuku tangan yang sangat panjang dan terlihat sangat tajam.
"Apa kau salah satu teman dari orang yang bernama Ray itu?" tanya demon itu.
"Tidak perlu banyak bertanya, cepat katakan dimana dia sekarang!" seru Rose yang mulai kesal.
Demon itu lalu berdiri dari duduknya dan melempar sebuah tangan manusia yang tadinya dia kunyah.
"Demon sialan! Aku peringatkan kau—"
"Kenapa kau marah kepadaku? Bukankah kau tadinya mencari prajurit manusia yang bernama Ray?" ucap demon itu.
"A-apa maksud—"
Ucapan Rose terhenti setelah melihat tangan itu lebih seksama. Keringat dingin mulai membasahi leher Rose, mulutnya terkunci rapat. Rose perlahan mengambil potongan tangan itu dengan rasa tidak percaya.
Sebuah tangan yang berlumuran darah, dan terdapat sebuah cincin di jari manisnya.
"Cincin ini… Sama dengan cincin yang dipakai oleh Mayor Megumi"
Rose mengingat kembali sebuah momen dimana sebelumnya Mayor Megumi pernah menunjukkan cincin pertunangannya dengan Kolonel Ray. Cincin mereka memiliki bentuk yang sama satu sama lain dengan batu safir merah di tengah cincin sebagai ciri khasnya.
Rose jatuh terduduk dengan pandangan kosong. Pikiran Rose tidak lagi fokus kepada demon yang ada di hadapannya. Di pikiran Rose hanya ada rasa tidak percaya ketika tahu bahwa Kolonel Ray sudah dimakan oleh demon itu dan bagaimana caranya dia menjelaskan kepada Mayor Megumi tentang hal ini. Rose sampai berpikiran liar dimana dirinya membayangkan Mayor Megumi dengan tatapan kosong membunuh dirinya sendiri dihadapan Rose.
"Daging orang itu tidak buruk, setidaknya aku suka dengan daging orang kuat sepertinya" ucap demon itu dengan nada mengejek.
Rose yang sudah kehilangan kendali langsung menyerang demon itu secara membabi buta. Namun demon itu dengan mudah menghindari seluruh serangan dari Rose yang tidak beraturan.
"Hahaha, orang itu menyebut bahwa dirinya adalah salah satu [Guardian]. Namun aku tidak menyangka [Guardian] akan selemah itu" ucap demon itu dengan nada mengejek dan tertawa dengan keras.
Di sisi lain, prajurit pria yang tadinya bersama dengan Rose masih bersembunyi dibalik semak-semak dan masih memperhatikan perbincangan antara Rose dan demon itu.