Divine_Gate

Chapter 88 : Unrequited Love



Chapter 88 : Unrequited Love

0Alice yang tengah duduk bersama dengan kawan-kawannya pun memperhatikan seluruh sudut ruangan itu.     

"Alice… Alice!" seru Mikoto.     

Mikoto adalah seorang pemuda dengan wajah ramah dengan rambut pendek berwarna coklat terang.     

"A-ada apa? Mengapa kau berteriak seperti itu?" ucap Alice.     

"Seharusnya aku yang bertanya itu kepadamu, mengapa kau melamun seperti itu? Apa kau masih marah kepada Letnan Satu Enzo karena menyuruh kita berpatroli dalam kondisi hujan seperti ini?" tanya Mikoto.     

"Itu hanyalah salah satu alasan lain, alasan lainnya adalah aku kagum dengan posisi penempatan dan perawatan perabotan di restoran ini. Tidak sembarangan orang yang bisa menata meja dan kursi sebagus ini" ucap Alice.     

Ryouichi pun menghampiri mereka dengan membawa 6 cangkir kopi.     

"Maaf, hanya kopi inilah yang dapat aku sajikan untuk kalian. Sebenarnya restoran ini sudah tutup dan juga kehabisan bahan untuk dimasak" ucap Ryouichi ramah.     

Alice pun hanya tersenyum dan menerima cangkir kopi itu.     

"Ti-tidak apa-apa, justru kamilah yang harus meminta maaf karena sudah mengganggu meskipun restoran ini sudah tutup" ucap Alice.     

Setelah memberikan kopi itu ke mereka, Ryouichi pun duduk di meja yang tepat bersebelahan dengan mereka. Terlihat Ryouichi meminum kopinya dan membakar rokoknya.     

"Oi, Alice. Apa kau mulai merasa bisa mengejar kekuatan dari Letnan Satu Enzo?" ucap Norn.     

Norn adalah seorang wanita tomboy berambut hijau panjang yang selalu berpakaian dan menggunakan nada bicara seorang pria, meskipun seperti itu dia memiliki dada yang besar dan daya tarik sebagai wanita yang cukup memikat banyak pria.     

"Apa kau sedang bercanda? Letnan Satu Enzo tidak mudah untuk dikalahkan, baik dari segi kecepatan dan kekuatan. Kita masih sangat jauh untuk bisa mengalahkannya" ucap Zul.     

Zul adalah seorang pria tinggi berambut cepak berwarna kuning. Dia adalah salah satu prajurit baru yang paling berbakat setelah Alice dan lolos menjadi pasukan [Saint Wolf] setelah berhasil memburu beast tingkat rendah seorang diri.     

"Apa kalian lupa? Bukankah masih ada Letnan Dua Chloe dan juga Letnan Dua Reina? Mereka adalah prajurit senior kita yang sangat kuat. Apakah kalian ingat bahwa mereka berdua pernah menghabisi sarang demon dalam waktu singkat? Dan kalian juga jangan melupakan Letnan Satu Tiara dan Letnan Satu Akari. Mereka berdua adalah pengguna [Insignia] seperti Letnan Satu Enzo" ucap Seth.     

Seth adalah pria berbadan besar dengan kepala botak, dia memiliki kekuatan fisik paling besar dibanding prajurit baru lainnya.     

"Mengapa kalian begitu bersemangat sekali ketika membicarakan mereka? Aku tahu mereka adalah senior kita yang sangat kuat, tapi apakah kalian tidak penasaran dengan mantan ketua [Saint Wolf] sebelumnya yang pernah diceritakan oleh Letnan Satu Enzo? Dia adalah satu dari dua orang yang pernah menerima medali [Glorius Wings] dan juga pernah membantai ratusan demon sendirian" ucap Alice sembari meminum kopinya.     

Setelah mendengar ucapan Alice, Ryouichi pun berhenti meminum kopinya dan terlihat termenung. Alice yang heran karena melihat tingkah Ryouichi pun mendekatinya dan berhenti tepat di hadapannya.     

"Permisi, apa kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Alice penasaran.     

Ryouichi hanya menggelengkan kepalanya dan kembali meminum kopinya.     

Seth yang melihat tingkah Ryouichi pun menjadi kesal dan mendekatinya.     

"Oi, bisakah kau sopan dan setidaknya membalas pertanyaan darinya?" ucap Seth dengan nada kesal.     

"Seth, apa yang kau lakukan? Kembalilah ketempat dudukmu sekarang, kau sudah tidak sopan kepada orang yang sudah memberi kita tempat untuk berteduh" ucap Alice.     

Ryouichi pun beranjak dari duduknya tanpa memperdulikan Seth dan pergi sembari membawa cangkir kopinya yang telah kosong dan berjalan pelan menuju dapur.     

"Orang ini…" ucap Seth kesal.     

Seth pun berjalan menuju Ryouichi dan menepuk pundaknya dengan keras hingga cangkir yang dibawa Ryouichi jatuh dan pecah.     

"Kau pikir siapa kami ini? Kami adalah pasukan [Saint Wolf]! Pasukan yang terke—" ucapan Seth terhenti setelah Ryouichi meraih tangannya dan meremasnya dengan keras.     

Seth pun berteriak kesakitan, Alice dan yang lainnya pun terkejut dengan hal itu.     

"Seth berteriak kesakitan? Tidak mungkin, dia adalah salah satu prajurit yang memiliki kekuatan fisik yang sangat jauh melampaui kami. Hanya karena remasan dari seorang pria seperti dirinya, bisa membuat Seth berteriak hingga seperti itu?" gumam Alice.     

"Le-lepaskan aku!" seru Seth kesakitan.     

Ryouichi pun melepaskan genggaman tangannya dari Seth.     

"Nona, kalian bisa pergi sekarang. Jangan lupa untuk membayar kopinya, harga kopinya adalah 1 keping perak kecil" ucap Ryouichi.     

Tanpa banyak bicara Alice dan yang lainnya pun bergegas pergi dari tempat itu dan menaruh 5 keping perak kecil dimeja.     

"Tunggu sebentar" ucap Ryouichi.     

Alice dan kawan-kawannya pun terdiam ditempat, rasa ketakutan pun menyebar keseluruh tubuh mereka.     

"Pria botak itu belum membayar cangkir yang dia pecahkan, harga dari cangkir itu adalah satu koin emas besar" ucap Ryouichi sembari menunjuk kearah Seth yang masih meringis kesakitan.     

Seth pun terkejut.     

"Sa-satu koin emas besar!? Apakah kau sedang memeras kami? Aku tidak akan membayar sebanyak itu hanya untuk cangkir jelek seper—" ucapan Seth berhenti setelah dirinya melihat Ryouichi menatapnya dengan tajam.     

"Aku tidak masalah untuk meremas kepala botakmu itu jika kau tidak ingin membayarnya. Silahkan kau sendiri yang pilih, bayar ganti rugi cangkir itu atau kepala botakmu itu akan penyok" ucap Ryouichi.     

Alice pun mengeluarkan sebuah koin emas besar dan memberikannya kepada Ryouichi.     

"Ambillah ini, apakah dengan ini kami sudah bisa pergi?" ucap Alice.     

"Kalian sudah bisa pergi, dan satu nasihat dariku untuk kalian… Jangan pernah menggunakan nama [Saint Wolf] ketika kalian ingin menyombongkan diri, kalian tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi kepada kalian jika kalian tetap menyombongkan diri dengan menggunakan nama [Saint Wolf] seperti tadi" ucap Ryouichi.     

Alice pun mengangguk pelan dan berjalan keluar dari restoran itu bersama regunya. Ryouichi terlihat memasukkan koin emas itu kesakunya.     

"Satu koin emas besar hanya untuk cangkir usang yang kita beli di pasar? Kau sungguh sudah mengerjai mereka" ucap Natsumi yang berdiri di belakang Ryouichi.     

"Natsumi… Apa kau mendengar semuanya?" tanya Ryouichi.     

Natsumi pun mendekati Ryouichi.     

"Tentu, aku mendengar semuanya. Tampaknya yang lainnya sudah menjadi prajurit yang hebat dan memiliki junior yang nakal seperti mereka, apa lagi yang harus kukhawatirkan?" ucap Natsumi.     

"Maaf…" ucap Ryouichi lirih.     

"Untuk apa kau meminta maaf? Kau tidak salah, kau hanya menasihati mereka. Ah, aku lupa… Aku masih harus mengurus dapur, Ro-chan dan Asuka kembali ke dimensi pedang untuk mengisi kekuatan sihir mereka. Kau bisa mandi dan beristirahat, Ryouichi" ucap Natsumi.     

Natsumi pun berjalan pergi.     

"Natsumi" ucap Ryouichi.     

"Ada apa, Ryouichi?" tanya Natsumi heran.     

"Apakah nanti malam aku bisa berbicara denganmu?" ucap Ryouichi.     

Natsumi pun menganggukkan kepalanya dan tersenyum.     

"Tunggulah dikamarmu, aku akan mendatangimu" ucap Natsumi lalu pergi meninggalkan Ryouichi.     

Ryouichi pun akhirnya pergi bergegas untuk mandi dan setelahnya dia berdiam di kamarnya untuk menunggu Natsumi. Hingga akhirnya terdengar suara ketukan pintu yang mengejutkan Ryouichi.     

"Ryouichi, aku masuk" ucap Natsumi.     

"Ah, masuklah. Aku tidak mengunci pintunya" ucap Ryouichi.     

Natsumi pun membuka pintu itu dan langsung duduk di ranjang bersama dengan Ryouichi.     

"Ada apa, Ryouichi? Apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Natsumi.     

Ryouichi pun terlihat mengepalkan tangannya dan memasang ekspresi sedih.     

"Natsumi, apakah aku sudah membuat keputusan yang salah? Apakah aku salah karena sudah meninggalkan pasukan [Saint Wolf]? Aku…" ucap Ryouichi yang hampir mau menangis.     

Namun Natsumi dengan cepat memeluk Ryouichi.     

"Ryouichi, sejak hari dimana aku memutuskan untuk memanggilmu tanpa sebutan ketua, aku sudah membuat keputusan yang dimana aku akan selalu mendukung apapun yang kau lakukan. Tidak perduli apakah itu salah atau benar, aku akan selalu mengikuti dan mendukungmu. Dan juga tidak ada yang namanya keputusan yang salah, yang salah adalah situasi dan kondisi yang memaksa kita membuat keputusan itu" ucap Natsumi.     

Ryouichi terlihat berlinang air mata dan menangis di pelukan Natsumi.     

"Aku selalu memimpikan hari dimana aku kembali di pasukan [Saint Wolf], hari dimana kita bisa tertawa bersama lagi, hari dimana aku bisa melihat wajah Rose" ucap Ryouichi.     

Natsumi pun tertegun untuk sesaat, namun dirinya pun mengelus rambut Ryouichi dengan lembut.     

"Ryouichi, apakah kau ingin kembali ke pasukan [Saint Wolf]? Katakanlah dengan jujur kepadaku" ucap Natsumi.     

Ryouichi pun menggelengkan kepalanya di dada Natsumi.     

"Aku tidak tahu, aku bingung untuk kembali atau tidak. Ketika aku melihat emblem [Saint Wolf] di seragam prajurit tadi, aku merasa rindu dengan pasukan [Saint Wolf]. Aku takut akan membuat keputusan yang salah, yang malah akan membuatku semakin tersakiti lagi. Katakan kepadaku, apa yang harus aku lakukan?" ucap Ryouichi.     

"Hanya dirimu sendirilah yang bisa menemukan jawabannya, Ryouichi. Aku akan selalu mendukungmu, meski sesakit dan sesulit apapun itu" ucap Natsumi.     

"Natsumi, bolehkah aku meminta sesuatu hal kepadamu? Hanya untuk kali ini saja" ucap Ryouichi.     

"Katakanlah" ucap Natsumi dengan lembut.     

"Bisakah kau berada disampingku hingga aku tertidur?" ucap Ryouichi.     

Natsumi pun tersenyum dan mengangguk pelan.     

"Apapun untukmu, Ryouichi" ucap Natsumi.     

Natsumi pun menemani Ryouichi hingga akhirnya Ryouichi tertidur lelap. Natsumi pun beranjak dari duduknya dan menyelimuti Ryouichi. Natsumi pun mendekatkan wajahnya ke Ryouichi dan menatap bibirnya berniat untuk menciumnya.     

"Rose, aku rindu padamu" gumam Ryouichi dalam tidurnya.     

Setelah mendengar gumaman dari Ryouichi, dirinya pun membatalkan niatnya dan hanya mencium kening dari Ryouichi. Dirinya pun berjalan pelan dan keluar dari ruangan itu,ekspresi wajahnya pun berubah setelah menutup pintu kamar Ryouichi.     

Natsumi jatuh terduduk di balik pintu dan menggigit bibir bawahnya, dia pun diam-diam menangis namun dirinya menahan suaranya agar tidak keluar.     

"Jadi, pada akhirnya aku masih tidak bisa membuat Ryouichi melupakan Kolonel Rose. Sebenarnya apa yang kuharapkan dari semua ini? Aku sungguh bodoh sekali, mengharapkan sesuatu yang memang bukan untukku" gumam Natsumi berlinang air mata.     

Natsumi pun pergi meninggalkan tempat itu dan kembali menuju kamarnya. Keesokan paginya di sisi lain, Hayate sedang berkunjung ke makam pahlawan seorang diri.     

    

    

    


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.