Chapter 75 : True Insignia x Selamat tinggal
Chapter 75 : True Insignia x Selamat tinggal
Suara itu sangat familiar bagi Tiara.
"Ko-kolonel Ryota?" ucap Tiara.
Tiara melihat siluet putih dengan sosok Kolonel Ryota yang tengah merokok didepan matanya.
"Kolonel Ryota, saya tidak bisa. Saya adalah yang paling lemah diantara yang lainnya, saya…" gumam Tiara.
"Bodoh, kau lebih kuat dari yang kau kira. Apa kau tidak ingat dengan kekuatan tersembunyi milikmu? Bahkan aku kewalahan untuk menenangkan dirimu pada waktu itu, kau tidaklah lemah. Kau hanya belum menemukan tujuan dan arti sebenarnya dari hidupmu, temukan tujuan itu dan bangkitlah"
"Tu-tujuan? Ah… Benar, tujuanku adalah menjadi orang yang bisa diandalkan oleh tuan Ryouichi dan juga yang lainnya" gumam Tiara.
"Benar, Tiara. Gunakan kekuatanmu yang sesungguhnya dan kalahkan semua lawanmu, jangan pernah menyerah sampai titik darah penghabisan!" suara Kolonel Ryota menggema dengan nada bersemangat.
Sesaat setelah itu, Tiara mengeluarkan aura besar berwarna merah menyala. Dirinya terlihat meremas dan mematahkannya jari jemari dari gorilla hitam itu.
Letnan Satu Shizu pun tersenyum ketika melihat hal itu.
"Kolonel Ryota, janjiku padamu sekarang sudah terbayar. Tiara sudah dapat mengendalikan [Insignia] kutukan miliknya secara penuh. [Insignia] miliknya sudah menjadi [True Insignia]" gumam Letnan Satu Shizu.
Tangan dari gorilla hitam itu pun remuk, Tiara pun dapat melepaskan dirinya dengan mudah. Gorilla hitam itupun perlahan mundur dari Tiara.
Terlihat warna rambut Tiara berubah menjadi warna merah menyala dan [Insiginia] yang terletak di lehernya pun menjadi berwarna hitam pekat. Tiara pun berjalan menghampiri Letnan Satu Shizu.
"Letnan Satu Shizu, aku tidak akan menjadi beban bagi siapapun. Aku akan mengalahkan anda dan tetap berdiri sebagai pemenangnya" ucap Tiara.
"Bagus! Itulah yang kuharapkan darimu! Seluruh hewan rohku, serang dia sekarang!" seru Letnan Satu Shizu.
Seluruh hewan roh milik Letnan Satu Shizu pun menyerang Tiara.
~ROAR!
Terlihat singa berkepala tiga raksasa itu hendak mencakar Tiara, namun tiara mengerahkan tinjunya kearah singa berkepala tiga raksasa itu. Cakar dari singa berkepala tiga raksasa itupun hancur.
"[Skill Berserker : Crushing Hand]"
Tiara pun menarik kepala dari singa berkepala tiga raksasa itu dan merobeknya satu persatu hingga lepas. Tiara melempar tubuh singa berkepala tiga raksasa itu kearah gorilla hitam yang hendak menyerangnya.
"[Skill Berserker : Heaven Blow]" seru Tiara.
Tiara pun meninju gorilla hitam itu beserta dengan tubuh dari singa berkepala tiga raksasa itu hingga hancur, terlihat organ-organ berceceran di lantai. Kelabang putih raksasa yang tersisa pun bergerak dengan cepat kearah Tiara.
Tanpa disadari oleh Tiara, kelabang putih raksasa dengan cepat menelan dirinya. Sesaat setelah kelabang putih raksasa itu menelan Tiara, perut dari kelabang putih raksasa itu mulai bergerak tidak beraturan hingga akhirnya tubuh kelabang putih raksasa itu meledak. Terlihat tubuh Tiara yang tidak terluka sama sekali ternoda oleh darah berwarna ungu.
"Hanya ini saja yang anda punya, Letnan Satu Shizu?" ucap Tiara.
Tiara pun berjalan mendekati Letnan Satu Shizu sembari mengepalkan tinjunya. Letnan Satu Shizu hanya bisa tersenyum melihat Tiara yang sudah hampir mendekati dirinya.
"Ah, memang sepertinya inilah balasan untuk diriku. Aku sudah menyebabkan banyak hal buruk terjadi, mulai dari kematian Kapten Saito dan perbuatan buruk lainnya" gumam Letnan Satu Shizu pasrah.
Ryouichi yang melihat hal itu pun berlari berusaha untuk menghentikan Tiara. Letnan Satu Shizu yang melihat Ryouichi berlari kearahnya pun hanya tersenyum dan memejamkan matanya. Letnan Satu Shizu terlihat bergumam sesuatu, namun Ryouichi tahu apa yang digumamkan olehnya. Gerak mulut dari Letnan Satu Shizu itu hendak mengucapkan kata 'maaf untuk segala yang kuperbuat' untuk terakhir kalinya.
"Tiara! Berhentilah! Letnan Satu Shizu bukanlah pengkhianat! Dia adal—" teriak Ryouichi dengan tatapan mata yang tahu bahwa dirinya sudah terlambat untuk menyelamatkan Letnan Satu Shizu dari Tiara.
Tubuh dari Letnan Satu Shizu pun hancur dengan satu serangan dari Tiara. Ryouichi melihat potongan tubuh dari Letnan Satu Shizu yang tercecer di lantai serta darah yang jatuh dari langit seperti air hujan. Terlihat tatapan mata Ryouichi yang tidak percaya akan hal itu, dirinya pun jatuh terduduk.
"TIDAK ! Letnan Satu Shizu!" teriak Ryouichi.
Teriakan Ryouichi menggema di seluruh benteng markas provinsi utara itu. Bahkan Rose yang berada di bawah tanah dapat mendengar teriakan kepedihan dari Ryouichi.
"Ryouichi?" gumam Rose sembari menengok kearah belakang.
Ryouichi melihat kearah Tiara yang hanya berdiri mematung.
"Tiara… Kenapa kau membunuhnya! Aku tidak pernah memerintahkan kalian untuk membunuh seperti ini!" teriak Ryouichi dengan nada penuh kepedihan.
Tiara pun melihat kearah Ryouichi dan tersenyum.
"Tuan Ryouichi, saya telah berhasil mengalahkan lawan saya. Bukankah anda seharusnya bangga dan senang?" ucap Tiara tersenyum tanpa ada rasa bersalah.
Ryouichi hendak mengatakan sesuatu namun dirinya menggigit bagian bawah bibirnya dan mengurungkan niatnya. Tiba-tiba terdengar suara tepuk tangan dari sudut gelap di ujung ruangan itu.
"Bagus sekali, bagus sekali, sungguh akhir yang bagus untuk seorang pengkhianat seperti dirinya" ucap Kolonel Erik yang sedang bersandar di tembok.
Kolonel Erik pun berjalan mendekati Ryouichi hingga akhirnya berhenti setelah berada 10 meter dari Ryouichi.
"KAU! ERIK! APA KAU TAHU SUDAH BERAPA BANYAK KORBAN YANG JATUH KARENA DIRIMU!" teriak Ryouichi.
"Hmm… Tidak perlu berteriak seperti itu, Ryouichi. Aku mungkin adalah seorang pengkhianat, namun aku tidak suka dikhianati. Aku sejak awal telah mengetahui bahwa Letnan Satu Shizu adalah mata-mata yang dikirimkan oleh jendral tua itu untuk mengawasi seluruh gerak-gerikku. Aku memang berniat untuk menghabisinya setelah seluruh rencana balas dendamku berhasil, namun tampaknya aku harus berterima kasih kepada salah satu anggotamu yang sudah membunuh Letnan Satu Shizu. Dengan itu, aku tidak perlu lagi repot untuk membunuh Letnan Satu Shizu" ucap Kolonel Erik sembari membakar cerutunya.
Ryouichi pun berdiri dan memanggil Chronos.
"ERIK! BANGSAT! AKU BERSUMPAH AKAN MEMBUNUHMU HARI INI!" teriak Ryouichi kehilangan kendali.
"Hahaha, majulah! Aku memang berencana untuk bertarung dan membunuhmu juga, kau adalah salah satu batu kerikil yang tidak pernah kusangka akan mengganggu rencanaku sampai sejauh ini" ucap Kolonel Erik sembari tersenyum.
"AKAN AKU ROBEK MULUTMU! AKU INGIN MELIHAT APA KAU MASIH BISA TERSENYUM SEPERTI ITU!" teriak Ryouichi.
Ryouichi pun berlari dan hendak menebas Kolonel Erik. Di sisi lain, Hayate masih berjalan menuju jalan keluar dari hutan labirin itu.
"Sial, seberapa jauh lagi hingga aku bisa keluar dari hutan sialan ini. Tiga idiot itu tidak mengatakan padaku bahwa jaraknya akan sejauh ini. Hmm?" ucap Hayate sembari menyeka keringatnya.
Hayate pun melihat seorang gadis kecil yang tidak lain adalah Aiko yang sedang berlarian dan bermain dengan kupu-kupu, Hayate pun mendekati gadis kecil itu.
"Oi, apa kau adalah salah satu prajurit dari Kolonel Erik yang dipersiapkan untuk melawanku?" tanya Hayate.
Terlihat Aiko hanya memandangi Hayate dengan tatapan datar.
"Ah, ada tuan pengemis. Maaf tuan pengemis, tapi Aiko tidak punya uang untukmu. Apa tuan pengemis mau permen ini?" ucap Aiko polos sembari menyodorkan beberapa permen.
Terlihat alis Hayate bergerak naik turun karena kesal.
"Tam-tampaknya kau hanya gadis kecil yang tersesat. Tapi aku bukanlah seorang pengemis! Rambutku memang panjang karena aku tidak memotongnya!" ucap Hayate dengan nada tinggi.
Mata Aiko pun berkaca-kaca hingga akhirnya menangis.
"Uwaaa…" tangis Aiko.
Hayate pun menggaruk kepalanya dan membuat ekspresi merasa bersalah.
"Karena inilah aku tidak suka dengan anak kecil. Hmmm? Tanduk? Ekor? Apa kau jangan-jangan adalah keturunan naga?" tanya Hayate.
Aiko masih terlihat menangis dengan keras, Hayate pun akhirnya menggendong Aiko.
"Baiklah gadis kecil, mari ikut denganku. Aku akan menjagamu hingga bertemu dengan orang tuamu" ucap Hayate sembari mengelus kepala Aiko.
Aiko pun berhenti menangis dan menggangguk pelan. Namun Enzo yang melihat Hayate menggendong Aiko dari kejauhan pun menyerang Hayate dengan kedua pedang miliknya. Hayate yang terkejut dengan Enzo yang menyerangnya pun memutuskan untuk bertarung dengannya.