Chapter 60 : Kedatangan ke kampung halaman
Chapter 60 : Kedatangan ke kampung halaman
"Hahhh, nampaknya aku sudah terlalu tua sekarang. Sepertinya aku perlu seorang penerus untuk menjadi jendral" ucap jendral sembari meminum kopi.
"Apa maksudmu? Kau masih belum setua itu, lagipula siapa yang akan menjadi penerusmu? Aku yakin Rose tidak akan mau menjadi penerusmu" tanya brigadir jendral Ivan.
Jendral hanya tersenyum sembari menatap langit.
"Kau… Jangan bilang kau mau menjadikan Ryouichi sebagai penerusmu?" ucap Brigadir Jendral Ivan.
"Aku sudah mempunyai penerus dalam benakku. Ryouichi adalah salah satu kandidat kuat, selain orang itu..." ucap Jendral.
"Orang itu? Apa maksudmu adalah si Hayate? Bukankah dia sudah bilang tidak ingin berurusan dengan militer lagi?" ucap brigadir jendral Ivan.
"Hahaha, sudah kubilang bahwa hanya Ryouichi lah kandidat paling kuat saat ini. Aku juga tidak berharap banyak kepada Hayate" ucap jendral.
Brigadir jendral Ivan hanya bisa menghela nafas mendengar ucapan dari jendral. Tiba-tiba seorang prajurit menghampiri mereka berdua.
"Selamat siang, jendral. Maaf menganggu waktu anda, saya memiliki sesuatu yang penting untuk anda lihat" ucap prajurit itu sembari memberi hormat.
Prajurit itupun menyerahkan sebuah kotak kayu kepada jendral. Jendral pun membuka kotak itu, dirinya melihat sebuah batu sihir berwarna hijau.
"Batu sihir perekam suara?" ucap jendral.
"Benar jendral, batu sihir itu dikirimkan langsung oleh Kolonel Rose. Batu itu baru saja sampai hari ini" ucap prajurit itu.
Ekspresi jendral pun berubah 180 derajat menjadi wajah penasaran. Dirinya pun mengalirkan sihir kedalam batu itu, hingga akhirnya batu itu memutar seluruh percakapan Chloe dengan prajurit utara kala itu.
Jendral pun tersenyum dan tertawa setelah mendengar suara rekaman dari batu sihir itu. Prajurit dan brigadir jendral yang berada disitu pun hanya bisa melihat dengan heran.
"Oi, August. Kenapa kau malah tertawa seperti itu? Bukankah kau seharusnya khawatir?" ucap brigadir jendral Ivan.
Jendral pun berdiri dan membakar rokoknya.
"Aku terkesan dengan pasukan Ryouichi yang bisa mendapatkan bukti sebagus ini. Dengan bukti sekuat ini, kita bisa memerintahkan prajurit kita untuk menangkap Kolonel Erik dengan alasan pengkhianatan" ucap jendral.
"Yah, kau ada benarnya juga. Apakah perlu bagiku untuk turun tangan pada masalah ini?" ucap brigadir jendral Ivan.
Jendral pun menggelengkan kepalanya.
"Tidak perlu sampai kau turun tangan dalam masalah ini. Aku akan membuat surat perintah langsung kepada prajurit divisi Dark Moon untuk membantu pasukan Ryouichi untuk menangani masalah ini" ucap jendral.
"Baiklah jika kau sudah berkata seperti itu" ucap brigadir jendral Ivan.
"Baiklah, aku harus pergi sekarang untuk membuat surat perintah penangkapan sekarang" ucap jendral.
Jendral pun pergi bersama dengan prajurit itu. Disisi lain, brigadir jendral Ivan merasa khawatir dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Aku benci jika suatu hal yang sudah ku prediksikan akan terjadi. Ryouichi, aku hanya berharap tidak ada kejadian malang yang akan menimpamu nantinya. Jika kau sampai mengalami kejadian itu, aku takut bahwa kau tidak akan pernah bangkit lagi dari keterpurukanmu" gumam brigadir jendral Ivan sembari menatap langit.
Setelah itu, jendral segera membuat surat perintah penangkapan untuk Kolonel Erik. Setelah membuat surat perintah penangkapan itu, jendral pun menyerahkan surat itu dan memerintahkan divisi Dark Moon untuk segera berangkat menuju markas provinsi timur yang dimana nantinya mereka akan bergabung dengan pasukan [Saint Wolf] untuk menyerbu markas provinsi utara dan menangkap Kolonel Erik.
Ryouichi dan pasukannya pun akhirnya sampai di markas provinsi timur.
"Papa, apa kita sudah sampai?" ucap Aiko.
"Ya, kita sudah sampai" ucap Ryouichi.
Mereka pun berhenti di depan gerbang markas provinsi timur, para prajurit penjaga pun memberhentikan mobil mereka.
"Selamat siang, bisa tunjukkan identitas anda?" ucap salah satu prajurit penjaga itu dengan ramah.
Tiba-tiba salah satu prajurit yang lebih muda menghampiri prajurit penjaga itu.
"Hei, untuk apa kau ramah dengannya? Bukankah kita sebagai prajurit penjaga harus bertindak lebih keras kepada mereka? Bagaimana kalau mereka hanya prajurit rendahan yang bertugas mengirimkan surat dari markas provinsi lain?" ucap prajurit muda itu dengan nada sombong.
"Hei, kau ini—" ucap prajurit penjaga itu.
Enzo yang mendengar hal itupun langsung kesal dan hendak turun dari mobil namun Ryouichi mencegahnya.
"Kau tidak peru turun, Enzo. Biar aku saja yang turun untuk berbicara dengannya" ucap Ryouichi.
Ryouichi pun turun dari mobil sembari memasang ekspresi ramah.
"Maaf mengganggu waktu kalian untuk hanya sekedar memeriksa identitas kami. Kami hanyalah sekumpulan prajurit dengan pangkat rendahan" ucap Ryouichi.
"Huh, akhirnya kau tahu diri juga. Cepat berikan identitas kalian!" seru prajurit muda itu.
"Maaf kalau boleh tahu, siapa nama kalian?" tanya Ryouichi dengan nada ramah.
"Huh?! Untuk apa kau menanyakan nama kami? Namaku adalah Tess dan dia adalah Ryu. Kami adalah prajurit penjaga yang telah di tunjuk secara langsung oleh Mayor Megumi untuk menjaga gerbang ini. Asal kalian tahu saja, aku tidak ada niatan untuk bersikap ramah dengan prajurit yang memiliki pangkat yang lebih rendah dariku. Jadi cepat berikan identitas kalian, dan masuklah. Aku sedang menunggu orang yang lebih penting dari kalian" ucap prajurit muda itu dengan ketus dan sombong.
"Hei, kau tidak boleh seperti itu. Sudah tugas kita untuk ramah setiap menanyakan identitas setiap orang yang memasuki gerbang provinsi ini" ucap salah satu prajurit.
"Hahaha, maaf maaf. Baiklah, ini identitasku. Maaf membuat kalian repot seperti ini" ucap Ryouichi.
Ryouichi pun memberikan kartu identitas militer miliknya kepada prajurit muda sombong itu. Ketika prajurit muda sombong itu menerima kartu identitas militer Ryouichi, tiba-tiba Mayor Megumi yang sedang kebetulan lewat, melihat Ryouichi.
"Ryouichi!" seru Mayor Megumi.
Mayor Megumi pun berlari dan menghampiri Ryouichi.
"Oh? Mayor Megumi, apa kabar? Anda sehat?" ucap Ryouichi.
Mayor Megumi pun memeluk Ryouichi, Ryouichi pun kesusahan bernafas setelah wajahnya didekap oleh dada Mayor Megumi yang besar.
"Ma-mayor Megumi, aku tidak dapat bernafas. Si-siapapun tolong aku" ucap Ryouichi.
Rose yang melihat hal itupun langsung keluar dari mobil dan tersenyum kesal.
"R-y-o-u-i-c-h-i, sepertinya kau memiliki kekasih lain di sini yah ? " ucap Rose dengan nada mengejek.
"Ka-kau salah paham Rose, di-dia adalah—" ucap Ryouichi.
"Ah maaf, Kolonel Rose. Saya hanya rindu kepada Ryouichi, harap Kolonel Rose memakluminya" ucap Mayor Megumi.
Tiba-tiba prajurit muda yang sombong itu menjadi pucat setelah melihat kartu identitas Ryouichi.
"I-ini?! Ja-jadi anda adalah Ryouichi yang terkenal itu? Yang sudah membantai ratusan demon sendirian?" ucap prajurit muda sombong itu sembari gemetaran.
Ryouichi pun mendekati prajurit itu dan menepuk pundak prajurit muda itu sembari tersenyum.
"Kau benar, bagaimana? Bukankah aku hanyalah prajurit rendahan di matamu?" ucap Ryouichi.
"Ma-maafkan atas perilaku saya sebelumnya kepada anda, Letnan Dua Ryouichi. Saya tidak tahu bahwa anda Ryouichi yang terkenal itu" ucap prajurit muda sombong itu sembari memberi hormat.
Mayor Megumi yang melihat hal itu pun menjadi heran.
"Ryouichi, apa ada masalah?" ucap Mayor Megumi.
"Ah tidak ada. Hanya sedikit kesalahpahaman saja, mari kita masuk" ucap Ryouichi.
"Hmm… Baiklah kalau begitu" ucap Mayor Megumi.
Ryouichi pun masuk kedalam mobil, Enzo yang berada di luar mobil itupun mendekati prajurit muda sombong itu. Enzo pun menepuk pundak prajurit muda itu sembari memasang ekspresi menakutkan. Terlihat Enzo membisikkan sesuatu ke telinga prajurit muda yang sombong itu.
"Dengarkan aku bajingan, aku menahan diriku untuk tidak mencingcangmu menjadi beberapa bagian karena ketua menyuruhku untuk tidak membuat masalah disini. Asal kau tahu, bahwa aku bisa dengan mudah membuat kepalamu terlepas dari tubuhmu dalam hitungan detik karena sudah menghina ketua kami. Dan satu lagi… Pangkat ketua bukan lagi Letnan Dua, pangkatnya sekarang adalah Kapten. Jika kulihat kau menghina ketua sekali lagi, maka berdoalah semoga tuhan masih punya tempat yang layak untukmu diatas sana. Kau paham dengan yang kukatakan padamu?" bisik Enzo dengan nada dingin penuh ancaman.
Prajurit muda yang sombong itupun mengangguk pelan dengan tubuh yang gemetaran.
"Bagus, sekarang enyahlah dari pandanganku sebelum aku benar-benar menarik pedangku dan membelah bokongmu menjadi 6 bagian" bisik Enzo.
Prajurit muda yang sombong itupun terdiam dan menyingkir dari tempat itu dengan cepat.
"Enzo! Cepatlah kemari, aku tidak ingin menyuruh Akari menyetir mobil ini. Aku tidak ingin membuat Aiko dan Rose terluka" seru Ryouichi.
"Baik, ketua" ucap Enzo sembari tersenyum.
Enzo pun masuk kedalam mobil dan menyetir.
"Jadi, apa kau sudah cukup bersenang-senang dengan prajurit muda itu?" tanya Ryouichi.
"Saya hanya menyapanya saja sebentar dan berbincang hangat dengannya. Tidak ada yang perlu ketua khawatirkan" ucap Enzo.
"Hmm… Baguslah kalau tidak terjadi apa-apa dengan kalian" ucap Ryouichi.
"Moo, sudahlah Ryouichi. Tidak bagus jika kau terus menyelesaikan masalah dengan kekerasan. Tapi, jika prajurit itu tetap menghinamu seperti itu maka aku akan membakarnya hingga menjadi abu dengan tanganku sendiri" ucap Rose dengan ekspresi mengerikan.
"Oi, oi… Bukankah kau tadi bilang untuk tidak menyelesaikan masalah dengan kekerasan?" gumam Ryouichi takut.
Akhirnya mereka pun masuk kedalam markas provinsi timur, dan bergegas menuju ruangan dimana Kolonel Ryota dirawat. Mayor Megumi pun mengantar mereka menuju ruangan itu.
"Cepatlah, aku ingin segera bertemu dengan Kolonel Ryota" gumam Ryouichi dengan ekspresi wajah cemas.
Hingga mereka pun sampai didepan pintu ruangan perawatan Kolonel Ryota.
"Ryouichi, aku ingin kau tidak panik ketika berada didalam. Karena keadaan Kolonel Ryota agak—" ucap Mayor Megumi.
"Aku paham, kalau begitu aku masuk" ucap Ryouichi.
"Ryouichi, aku dan yang lainnya akan berada di luar menunggumu. Aku tidak ingin menganggu kalian didalam sana" ucap Rose.
Ryouichi pun mengangguk pelan dan memasuki ruangan itu. Perhatiannya pun tertuju pada seseorang yang tengah terbaring koma di sebuah ranjang putih. Ryouichi yang melihat hal itu pun menitikkan air matanya dan perlahan mendekati orang itu, yang tidak lain adalah Kolonel Ryota.