Swords Of Resistance: Endless War

Bab 1, Aksi Teror Yang Gagal



Bab 1, Aksi Teror Yang Gagal

2Pasca Perang Besar selama tiga puluh satu tahun, dunia terbelah menjadi dua Blok politik, yaitu Caspian Commune yang beranggotakan Negara-negara penganut paham Sosialisme dan North Atlantic Alliance yang beranggota Negara-negara penganut paham Liberal-Kapitalis. Kedua Blok ini terlibat Perang untuk saling berebut pengaruh baik di Planet Bumi maupun di Tata Surya Gaia yang berlangsung sejak tahun 1945 hingga tumbangnya Negara-negara Komunis dan Perang Dingin tahap pertama dimenangkan oleh North Atlantic Alliance (NAA) yang berhaluan Liberalis-Kapitalisme.     

Sisa-sisa Negara Komunis mulai bangkit dari keterpurukan mereka, hingga akhirnya Amerika Utara yang merupakan pemimpin dari NAA menyatakan bahwa Perang Dingin telah memasuki tahap kedua.     

Merasakan tekanan dari Amerika Utara dan Sekutunya, sisa-sisa Negara Komunis membentuk Collective Security Organization (CSO) untuk melawan dominasi dari NAA dan Perang Dinginpun memasuki tahap kedua.     

[Peta Bumi bisa dilihat di kolom komentar]     

Konflik yang telah memasuki fase terbaru dan bukan hanya konflik fisik di medan pertempuran, namun juga perang teknologi, industri dan ekonomi dengan menciptakan barang dan jasa agar bisa menguasai medan peperangan ekonomi di penjuru Tata Surya Gaia.     

.     

.     

Saarbrucken, Prussia Federation     

Tiga unit Paladin F-5 Freedom Fighter milik Bavaria tengah terbang memasuki wilayah udara Negara Prussia dari arah timur, tepatnya wilayah Phalatine-Rhineland. Ketiga unit Paladin tersebut hanya sedang melakukan provokasi untuk memancing pihak Prussia.     

[Paladin, Mecha Humanoid setinggi kurang lebih tujuh belas meter dengan sepasang mesin jet di belakangnya. Model Mecha dalam cerita ini mengambil dari seri franchise Muv-luv.]     

Ketiga Pilot tersebut merasa senang bisa melakukan sebuah penghinaan terhadap musuh bebuyutan mereka. Prussia memiliki hubungan yang buruk dengan Negara-negara Jerman, meskipun Prussia dan mereka memiliki Bahasa yang sama, ditambah setelah berakhirnya Perang Besar, atas inisiatif dari salah seorang Pejabat Prussia, Negara Jerman dipecah belah menjadi beberapa Negara kecil     

Pemerintah Prussia segera membalasnya provokasi yang dilakukan oleh Bavaria dengan mengirimkan satu unit MiG-23 Cheburashka Mecklenburg-Schwerin yang dipiloti oleh seorang Perempuan dari Klan Mecklenburg-Schewrin yang bernama Maria Catherine Victoria von Mecklenburg-Schwerin.     

Perempuan berambut pendek tersebut segera menghubungi ketiga pilot dari Negara Bavaria dalam sebuah komunikasi video.     

"Kalian bertiga pergilah untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dan untuk menjaga perdamaian di kawasan," perintah Maria kepada ketiga Pilot F-5 Freedom Fighter.     

"Pergi, buat apa kita pergi. Kami hanya ingin melihat tanah yang telah kalian rebut seenaknya," balasnya dengan nada angkuh. Lelaki berambut pirang gondrong bergelombang itu mengacungkan jari tengahnya. Dia adalah Hermann Heinrich, Kapten dari Tim 19. "Hai manis, bagaimana jika kita berhubungan seks. Aku sangat menyukai Gadis-gadis Prussia yang cantik juga seksi," godanya.     

Maria diam dan tidak menggubris hinaan dari ketiga Pilot Bavaria tersebut. Bagi Maria, hinaan tersebut adalah betapa bukti bahwa mereka Orang-orang yang tidak bermoral dan berakhlak rendah.     

"Jadi, Orang-orang Bavaria itu tidak bermoral yah," kata Maria. "Aku yakin kau pasti Orang yang memperlakukan Ibumu dengan begitu buruk, mengingat kau melontarkan kalimat yang tak senonoh pada Perempuan," lanjutnya. "Terlebih kau mengucapkannya pada seorang Perempuan berusia delapan belas tahun. Sungguh Orang-orang tak bermoral, walaupun tak semua Orang Bavaria demikian."     

Paladin MiG-23 Cheburashka Mecklenburg-Schwerin berdiri di pinggiran sungai, berhadapan dengan tiga unit F-5 Freedom Fighter yang turun dari udara dan berdiri di seberangnya.     

Mereka bertiga keluar dari kokpit mereka, tiga Pemuda berpakaian Pilot berusia sekitar dua puluh empat tahun dengan postur badan yang tinggi dan kekar. Mereka bertiga lalu melepas Helm mereka dan memegangnya di samping pinggang mereka.     

Maria keluar dari dalam kokpitnya. Dia mengenakan seragam militer berwarna hitam dengan beberapa hiasan berwarna emas dan Pedang di bagian kiri tubuhnya.     

"Kau memang cantik," goda Hermann.     

"Jadi cosplayer seperti dia adalah seleramu, yah, Herman," kata salah seorang rekannya yang bernama Stephan Albert Wilhelm.     

"Mungkin dia sangat menyukai Altair," kata salah seorang rekannya lagi yang bernama Hassan Mustafi, seorang Lelaki Bavaria keturunan Albania.     

"Kalian berdua diamlah!" gertak Hermann pada kedua rekannya.     

"Bisakah kalian pergi meninggalkan Negeri kami," kata Maria.     

Hermann tertawa dengan terbahak-bahak mendengar perkataan Maria. Dengan segala kesombongannya dia berkata, "Buat apa kami pergi dari tanah leluhur kami. Apa salahnya kami datang kemari, walaupun itu adalah pelanggaran kedaulatan. Bukankah kami juga punya hak untuk menginjakkan kaki kami di sini."     

"Apakah kau memiliki paspor untuk menginjakkan kaki kalian di sini?" tanya Maria sambil menahan amarahnya. "Tunjukkan paspor kalian, jika kalian ingin kemari."     

"Buat apa menunjukkan paspor, bukankah lebih bagus menunjukkan kejantanan kami di hadapan Gadis manis nan seksi seperti dirimu," goda Hermann.     

Mustafi dan Albert sedikit gemetar dan ketakutan ketika dia memperhatikan Maria yang diam membisu sambil menundukkan wajahnya sedikit. Lelaki keturunan Albania itu merasa bahwa atmosfer secara mendadak berubah menjadi dingin, sementara itu Hermann masih menggoda Maria dengan kata-kata yang tak pantas.     

"Hei, Mustafi. Kenapa atmosfernya mendadak dingin seperti ini," bisik Albert.     

"Jangan tanyakan padaku," balas Lelaki keturunan Albania tersebut.     

Maria segera menarik Ruger-SR-1911-Pistol yang tersimpan di samping paha kanannya. Dia mengalirkan mana berelemen es dan berkata, "Niffelheim." Maria menembak Hermann yang berdiri dengan segala kesombongannya.     

Lelaki berambut pirang gondrong itu membeku seketika layaknya patung es. Melihat pemimpin Tim mereka membeku, membuat Mustafi dan Albert terjatuh ketakutan.     

Mereka berteriak secara bersamaan, "Kumohon. Jangan bunuh kami!"     

Kedua Lelaki tersebut kemudian ikut membeku seperti Hermann dengan ekspresi ketakutan pada wajah mereka yang terlihat indah untuk dijadikan meme di internet.     

Maria menghubungi markas via telepati, "Ketiga penyusup telah aku lumpuhkan sekaligus mendapatkan harta rampasan perang yang berharga."     

"Baiklah, kami akan segera ke sana."     

.     

.     

Pihak Bavaria mengirimkan pesan kepada Pemerintah Prussia untuk segera membebaskan rakyatnya yang ditahan oleh Prussia. Pemerintah Bavaria mengklaim bahwa Rakyatnya sedang disiksa oleh Prussia, walaupun sebenarnya mereka bertiga tengah bermain Xbox 360 di sel mereka masing-masing yang diawasi selama 24 jam non-stop.     

Namun Prussia menolaknya, dan menekan Bavaria agar mereka turut membebaskan Orang-orang Prussia serta beberapa Publik Figur atau Politisi yang mereka tahan.     

Seorang Lelaki berusia sekitar lima puluh tahunan memukul meja kerjanya. "Bajingan, Prussia. Mereka selalu merendahkan kita."     

"Kita jangan bertindak gegabah, kita harus menyepakati permintaan Prussia," kata Jean Wilhem Daendels menenangkan Kanselir Bavaria, Wolfgang Albert yang sifatnya dikenal sedikit tempramental.     

"Aku lebih senang jika kita harus berperang melawan mereka."     

"Namun sekutu-sekutu kita belum tentu membantu kita," timpalnya cepat. "Kita bisa menekan mereka dengan opsi win-win solution dan menggunakan kelompok Grey Wolves untuk meneror rakyat mereka."     

[Grey Wolves, Kelompok Fasis Turki yang merupakan sayap militer dari Partai MHP yang berideologi Nasionalisme Bangsa Turki alias Pan-Turkishm.]     

"Win-win solution. Maksudmu?"     

"Membebaskan tiga Orang dan menyelamatkan tiga Orang."     

"Ide bagus," kata sang Kanselir. "Namun sebelum itu kita akan menyerang Gereja di Saarbrucken dengan menggunakan jasa Grey Wolves."     

"Kita akan menyerang mereka pada waktu yang telah ditentukan di saat Gaia terbit dari arah timur."     

"Apakah sempat dalam waktu sesempit itu, Tuan Kanselir?"     

"Tidak, ini sudah lebih dari cukup, mengingat Grey Wolves jauh lebih diandalkan daripada kelompok Gangster sejenisnya."     

"Baiklah, Tuan Wolfgang. Aku akan menghubungi sahabat Turkiku." Daendels lalu membungkukkan badannya kepada Tuan Kanselir, dan pamit undur diri dari hadapannya.     

Ekspresi wajahnya terlihat sangat bahagia. Lelaki berbadan besar dan gendut itu mengirimkan sebuah pesan telegram kepada Stadtholder Prussia. Pesan itu berbunyi, "Yang terhormat Stadtholder Frederick Joseph Sigismund Leopold von Hohenzolern-Orange-Nassau. Semoga engkau sehat selalu dan dicintai oleh rakyatmu. Aku mohon bebaskan tiga Pilot kami dalam waktu dua hingga enam hari, dan kami akan membebaskan tiga tahanan Prussia yang kami tahan. Kita akan saling menukar, dan Negerimu akan selalu aman. Aku tahu Stadtholder Prussia adalah Orang-orang yang bijak. Hormat saya, Kanselir Wolfgang."     

Stadtholder Frederick Joseph Sigismund Leopold von Hohenzollern-Orange-Nassau tengah bersama Putri bungsunya (yang merupakan calon Stadtholder) mengunjungi Istri pertamanya yang terletak di sebuah pedesaan di selatan Potsdam. Dia adalah Franceque Claude Elizabeth.     

"Kau tahu, Ayah," kata Fredericka Louise Reginleif Athena Leonne von Hohenzollern-Orange-Nassau mengawali pembicaraan ketika mereka memasuki gerbang Desa. "Kedua Kakak tiriku sangat membencimu."     

"Aku tahu, dan sudah menerima segala resikonya. Aku memang Ayah yang buruk," katanya dengan nada yang sendu.     

"Mereka membencimu, tapi di satu sisi Franz Ludwig Charlemagne dan Franceque Louise Charlamagne sangat bangga bahwa mereka adalah anak dari Stadtholder," kata Athena dengan nada bahagia.     

"Kapan kalian pertama kali bertemu?" tanya sang Ayah yang sudah berusia empat puluh tujuh tahun.     

"Saat ada pameran ilmu pengetahuan dan teknologi di Universitas Berlin," jawa Athena. "Saat itu aku teman-temanku mengira bahwa Charla adalah diriku, dan Guruku berkata bahwa Charle mirip seperti dirimu waktu masih muda. Saat itu aku menjalin pertemanan dengan mereka berdua dan bertamu ke rumahnya. Tak disangka bahwa Ibu mereka mengatakan bahwa dirinya adalah Orang yang memberikan nama yang indah ini pada diriku."     

"Padahal dia Perempuan yang pintar menjaga rahasia," balas Pria berambut pirang berusia empat puluh tujuh tahun.     

"Charlemagne dan Charla menekan Ibu, hingga akhirnya Ibu terpaksa buka suara. Sebenarnya, bukan hanya mereka berdua yang marah kepadamu. Aku juga marah, karena kau menutupi fakta bahwa kau telah memiliki sepasang anak kembar sebelum kelahiranku juga kematian Ibuku."     

Mereka berdua berhenti dan keluar dari Mobil mereka tepat di depan sebuah rumah yang sederhana dan memiliki halaman yang luas dengan banyaknya pohon jeruk serta bunga mawar berwarna merah.     

"Selamat pagi, Ibu," kata Athena menghampiri Ibu tirinya yang tengah menjahit pakaian.     

Eli meninggalkan kegiatan menjahitnya dan memeluk anak tirinya. "Selamat pagi, sayang. Aku dengar kau telah diangkat sebagai Calon Stadtholder."     

"Iya," jawabnya singkat.     

"Kemana Charlemagne dan Charla, Eli?" tanya sang Stadtholder.     

"Mereka berdua sedang pergi ke Warsaw," jawab Eli lalu mencium pipi Suaminya.     

"Begitu," katanya dengan mata menatap ke bawah. "Terima kasih sudah mendidik kedua anak kita dengan baik, Eli." Dia lalu memeluk Perempuan keturunan Perancis itu dengan sangat erat, dan perlahan matanya meneteskan air mata. "Maafkan aku jika kau harus hidup dalam kesendirian dan penderitaan. Dan maafkan aku yang telah menjadi Suami sekaligus Ayah yang buruk."     

Athena memotret momen hangat nan mesra antara Ayahnya dengan Ibu tirinya. Mereka berdua segera melepaskan pelukan mereka ketika dipotret oleh Athena secara ilegal.     

"Aku hanya ingin memotret momen kehangatan kalian. Apakah aku salah?"     

Eli mengambil kain lap dan mengelap air mata yang membasahi wajah tampan suaminya. "Kau tidak salah. Kau adalah Lelaki yang bertanggung jawab yang selalu mengirimkan uang sebesar lima ribu mark untuk seorang Ibu Rumah Tangga sepertiku. Tanpa uang itu, dan para Stasi yang selalu menjagaku dan mengawasiku, aku tidak bisa mendidik anak-anak kita."     

Athena membuka pesan masuk dari Istana. Pesan itu berasal dari telegram Kanselir Bavaria yang dialihkan secara langsung ke Ponsel milik Athena oleh Sektretaris Stadtholder.     

"Ayah, ada telegram masuk dari Kanselir Bavaria."     

"Kau bacakan isinya saat kita di dalam."     

Mereka berjalan memasuki rumah Elizabeth.     

"Kalian mau minum apa?" tawar Elizabeth.     

"Jus jeruk buatanmu yang selalu menyegarkan jiwaku," jawab Stadtholder Leopold.     

"Aku sama seperti Ayah."     

"Baiklah tunggu sebentar." Eli lalu pergi ke dapurnya.     

"Bacakan pesan darinya."     

"Yang terhormat Stadtholder Frederick Joseph Sigismund Leopold von Hohenzolern-Orange-Nassau. Semoga engkau sehat selalu dan dicintai oleh rakyatmu. Aku mohon bebaskan tiga Pilot kami dalam waktu dua hingga enam hari, dan kami akan membebaskan tiga tahanan Prussia yang kami tahan. Kita akan saling menukar, dan Negerimu akan selalu aman. Aku tahu Stadtholder Prussia adalah Orang-orang yang bijak. Hormat saya, Kanselir Wolfgang."     

Stadtholder kaget akan permintaan dari Kanselir. Dia tidak setuju akan tawaran sang Kanselir. Mengingat apa yang dilakukan oleh Bavaria adalah sebuah penghinaan dan pelanggaran kedaulatan.     

"Balas pesanku dan katakan padanya. Ular seperti kalian jangan pernah mencari masalah dengan Burung Elang," balas Stadtholder dengan tegasnya dan menolak tawaran dari Kanselir. Perkataan sang Stadtholder mengindikasikan bahwa Prussia siap meladeni ancaman teror dari sang Kanselir. "Perintahkan kepada Stasi untuk memperketat penjagaan di seluruh pintu masuk dan pintu keluar juga perbatasan, serta mengawasi setiap orang yang keluar-masuk."     

"Baiklah."     

.     

.     

Abdul Hamid tengah mengamati bangunan Ludwigskirche yang bergaya Lutheran-baroque. Setiap harinya dia selalu melewati Gereja yang merupakan ikon dari Kota Saarbrücken sebelum pulang ke kamar kosnya. Dia adalah seorang Lelaki Turki yang merupakan simpatisan dari Organisasi Radikal, Grey Wolves.     

Lelaki itu berfoto selfie di depan Ludwigskirche dengan ekspresi senyumannya yang terlihat ramah. Memang dia tidak terlihat mencurigakan, mengingat dia sudah tiga tahun hidup di Saarbrucken sebagai seorang Mahasiswa Jurusan Kimia Saarbrucken University. Namun, Maria yang tengah membeli sebuah es krim di dekat Ludwigskirche bisa merasakan aura jahat dari Lelaki keturunan Turki tersebut.     

Lelaki itu membawa sebuah tas yang di dalamnya ada sebuah drone kecil yang telah dipasang sebuah peledak. Abdul Hamid berjalan ke arah sebuah gang yang kecil dan sepi dan melangkahkan kakinya ke ujung gang tersebut. Dia mengeluarkan drone yang telah dipasang bahan peledak berkekuatan tinggi dan menerbangkannya ke atas sebuah bangunan dan mendaratkannya di atas atap bangunan tersebut.     

Lelaki Turki itu berjalan ke arah luar sambil menerbangkan drone miliknya.     

Maria yang berdiri di atas bangunan tersebut segera menembaki drone tersebut dengan Ruger-SR-1911-Pistol yang telah dia aliri mana untuk mematikan daya ledaknya, sehingga drone tersebut tidak akan meledak.     

"Aku hanya mematikan daya ledaknya. Dia tidak akan sadar bahwa dronenya tidak akan bisa meledak."     

Gereja tersebut tengah ramai dikunjungi oleh banyak jemaat. Abdul Hamid tersenyum bahagia ketika melihat banyaknya kerumunan. Drone itu lalu turun ke bawah, dan dia menekan tombol ledak.     

"Bingo!" teriaknya.     

Drone itu jatuh, namun tidak meledak. Seorang anggota Stasi yang berada di kerumunan jemaat, segera mengambil drone tersebut dan membantingnya hingga hancur.     

Dia lalu membuangnya ke tempat sampah.     

Abdul Hamid lalu membanting remot drone miliknya dan mengumpat kesal.     

"Sial! Sial! Sial! Kenapa harus gagal?"     

"Gagal kenapa?" tanya Maria yang secara tiba-tiba muncul di belakangnya sambil menodongkan Pedangnya. "Gagal membom gereja, maksudku."     

"Jika iya kenapa, hah!"     

Dia lalu menyerang Maria dengan Hidden Blade yang ada dibalik kedua tangannya. Mereka berdua bertarung di tengah keramaian. Maria menghindari serangan dari Abdul Hamid, namun Lelaki Turki itu segera berlari ke arah seorang Perempuan yang tengah menggendong anaknya dan menodongkan Hidden Blade ke arah lehernya.     

"Turunkan senjatamu, atau Perempuan ini akan mati!"     

Abdul Hamid perlahan mundur sambil mengancam Perempuan yang ketakutan tersebut.     

"Freezing Time," ujar Maria, seketika aliran waktu mendadak berhenti selama beberapa detik. Perempuan itu bergerak dengan cepat dan membanting tubuh Abdul Hamid, dan mematahkan kedua tangan dan kedua kakinya. Maria menyumpal mulut musuhnya dengan lakban yang secara kebetulan dia bawa.     

Waktu pun kembali normal seperti sedia kala, dan Abdul Hamid menggerutu kesakitan ketika dia telah sadar bahwa kedua tangan dan kakinya telah dipatahkan oleh Maria.     

Dua orang sipil yang merupakan anggota Stasi segera menghampirinya dan menangkapnya. Mereka lalu membawanya untuk diinterogasi.     

.     

.     

Kanselir Wolgang memukul tembok, ketika dia tahu bahwa seorang anggota Grey Wolves yang dia sewa untuk melakukan aksi teror ditangkap oleh Stasi. Pemerintah Prussia mempublikasi aksi teror yang gagal tersebut, dan menekan Pemerintah Bavaria untuk segera memenuhi tuntutan Prussia.     

Kanselir Wolfgang juga mendapatkan tuntutan dari para Keluarga ketiga Pilot Paladin Bavaria yang ditahan oleh Pemerintah Prussia.     

Untuk menjaga pamornya, akhirnya Pemerintah Bavaria memenuhi tuntutan Prussia. Ketiga Pilot tersebut dibebaskan dan pulang kembali ke Negara asalnya dan disambut oleh Keluarga mereka di Bandara Muenchen.     

Maria yang tengah menonton berita di Televisi bergumam, "Sepertinya kawasan sungai Rhine akan memanas."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.