Bab 74, Operasi Rakyat Bahagia
Bab 74, Operasi Rakyat Bahagia
"Menyerah lebih baik dan terhormat daripada mati konyol sebagai agressor," kata Athena yang tengah memperhatikan puluhan Tentara gabungan Turki, Anvilesy, dan Bavaria yang menyerahkan senjatanya. "Selain itu juga, para tahanan ini adalah bagian dari kekuatan kita untuk berdiplomasi dengan musuh. Selain harus menang di medan peperangan. Kita juga harus menang di meja diplomasi."
"Padahal aku ingin sekali menghajar mereka semua," ungkap Michelle yang terlihat kesal. "Tapi menghajar Tentara yang menyerah juga merupakan tindakan pengecut."
"Tapi bagaimanapun juga mereka hanyalah Tentara seperti kita yang menjalankan tugas dari negara," ujar Patricia.
Athena berjalan pergi meninggalkan gedung Balai Kota Orlon. "Hartmann, Breytenbach, ayo kita istirahat, dan menikmati makanan, dan minuman yang hangat."
Patricia dan Michelle berjalan mengikuti Athena. "Baik, Kapten," kata mereka bersamaan.
.
.
Orang-orang telah kembali ke Kota Orlon setelah dua tahun diduduki oleh Tentara Anvilesy, Bavaria, dan Turki. Sementara itu, Perang masih tetap berlanjut, mengingat pihak Persemakmuran Anvilesy menolak untuk berdamai. Begitupula dengan Konfederasi Mignia yang menolak gencatan senjata, mengingat mereka bukanlah yang menembak jatuh Pesawat yang ditumpangi oleh Raja, dan juga pihak Mignia sedang mengalami serangan cyber, sehingga beberapa instalasi militer, dan juga instalasi sipil mengalami gangguan.
Athena, Patricia, dan Michelle tengah duduk bersantai di sebuah ruangan yang hangat sambil menikmati berbagai macam makanan dan minuman hangat.
"Sepertinya diplomasi antara kedua belah pihak berjalan dengan buruk, walaupun kita telah berusaha untuk memediasi Mignia, dan Anvilesy. Orang-orang di sini jauh lebih keras kepala daripada di Bumi," keluh Patricia.
"Bagaimanapun juga kita lebih berperadaban daripada di sini," balas Michelle.
Athena tengah meminum secangkir teh panasnya. "Baik Anvilesy, dan Mignia, adalah musuh bebuyutan yang tidak akan pernah akur. Kematian Raja Anvilesy hanyalah satu dari sekian alasan dimulainya perang ini. Perang atau tidak, pasti akan terjadi perang antara kedua negara. Mignia sedang mengalami serangan cyber dan ketika ada pesawat kenegaraan Anvilesy lewat. Pesawat tersebut hancur dan menewaskan sang Raja hingga akhirnya perang ini terjadi yang turut menyeret Labia dan negara-negara lainnya. Keterlibatan kekuatan-kekuatan besar di Bumi, karena ingin menancapkan pengaruhnya untuk keuntungan secara sosial, ekonomi, politik, teknologi, pendidikan, dan kebudayaan."
"Pada dasarnya perang itu karena kepentingan politik, dan ekonomi," ujar Michelle.
"Kau benar," balas Athena.
"Tapi, aku dengar salah seorang Pengeran Mahkota Anvilesy sangat berambisi untuk menjadi Raja dan dia rela mengorbankan pamannya sendiri, walaupun harus terjadi Pprang," kata Patricia.
"Pangeran Lancelot memang sangat berambisi menjadi Raja. Dengan terjadinya tragedi tersebut. Dia bisa dengan mudah berdiri di tahtanya dan untuk menyakinkan Militer, Politikus, Rakyatnya. Dia melancarkan Perang ke Mignia, dengan alibi untuk balas dendam," balas Athena. "Daripada terjadi perang sipil di negeri sendiri, lebih baik menyerang negara tetangga."
"Tapi, banyak juga rakyat Anvilesy yang menentang perang," kata Michelle.
"Memang kehendak rakyat tidak selamanya sejalan dengan keinginan pemerintah. Terkadang para Politikus selalu memaksakan ambisi pribadinya, walaupun harus mengorbankan rakyatnya," balas Athena.
"Kalimat yang kau katakan jujur sekali, Athena. Apakah kau tidak takut dimarahi atau ditegur ayahmu atau Stadtholder?" tanya Patricia.
"Jangan khawatir. Lagian, buat apa aku berbohong, khususnya pada sahabat yang sudah aku anggap sebagai saudara sendiri," jawab Athena dengan begitu santai.
"Kalau di Negara YNTKTS. Orang sepertimu bagaikan jerami di antara tumpukkan duri," balas Michelle tertawa pelan.
"Tapi kita hidup di Federasi Prussia, bukan Negara Kesatuan Republik YNTKTS," balas Athena tertawa pelan, di mana suasana tawa meramaikan ruangan yang hangat tersebut.
"Awas, nanti ada buzzerp yang marah, dan menuduhmu sebagai kadrun," balas Patricia menepuk pelan pundak Athena sambil tertawa pelan.
"Jangan khawatirkan diriku, mengingat buzzerp hanya ada di alam semesta lain, bukan di alam semesta ini," balas Athena dengan santai dan tersenyum lebar.
.
.
Orang-orang berkerumun ketika mereka melihat truk-truk militer yang berhenti. Mereka sangat menantikan bantuan yang datang, khususnya makanan, minuman serta pakaian yang layak, dan selimut yang hangat.
"Harap tenang, dan bersabar! Tolong kerjasamanya dengan disiplin, dan berbaris dengan rapih, agar setiap keluarga mendapatkan bantuan!" seru seorang Tentara lelaki berambut merah dan bermata hijau.
Orang-orang segera berbaris dengan rapih untuk mendapatkan paket bantuan setelah mendengar seruan dari Sersan Mayor Theodor Ludwig Eberbach Hohenstein. Raut wajah kebahagiaan terhias dalam wajah mereka setelah menerima satu kardus paket bantuan.
"Tidak ada hal yang paling membahagiakan selain berbagi. Bagiku, melihat mereka bahagia sudah lebih dari cukup, dan kehadiran kita di sini untuk melindungi ekspresi kebahagiaan mereka," kata Theodor kepada salah seorang rekannya.
"Terkadang kebahagiaan itu tercipta jika kita membuat orang lain bahagia," balas Florian Lodewijk van Tausch yang tengah menghisap rokok.
Theodor melirik temannya dan menatapnya dengan serius.
"Agar kita bisa bahagia. Kita harus membuat orang lain bahagia. Itu yang pernah dikatakan oleh nenekku," ungkap Florian setelah mulutnya mengeluarkan asap dari rokok yang dia hisap.
Anak-anak menghampiri mereka berdua dan mengajaknya untuk bermain. Mereka semua terlihat begitu bahagia. Theodor dan Florian membuat istana dari salju, sementara anak-anak membuat boneka-boneka salju. Anak-anak berlari dan bersembunyi di balik istana yang dibuat oleh Theodor dan Florian.
"Kenapa kalian takut?" tanya Theodor.
"Itu," jawab seorang anak perempuan sambil menunjuk beberapa boneka salju yang berjalan.
Athena, Michelle, dan Patricia berjalan menghampiri mereka semua.
"Istana yang bagus, Theodor," puji Athena.
Theodor menatap datar kekasihnya, "Pasti boneka salju itu ulahmu, kan, Athena."
Athena hanya tersenyum tipis dan para boneka salju yang semula bergerak, kini kembali mematung seperti sedia kala. "Aku hanya ingin sedikit mengerjai mereka, layaknya seorang kakak mengerjai adik-adiknya."
"Kau berkata demikian karena kau baru saja menjadi seorang kakak," balas Theodor.
Anak-anak kembali bermain dengan boneka-boneka salju yang mereka buat. Mereka lalu memulai perang salju ketika salah seorang anak melemparkan gumpalan salju ke arah temannya. Mereka semua saling lempar bola salju dengan ekspresi wajah mereka yang dipenuhi kebahagiaan.
"Sungguh bahagia ketika melihat mereka bermain dengan ekspresi yang riang-gembira," kata Athena memperhatikan anak-anak yang tengah saling lempar bola salju.
Sebuah bola salju mengenai tubuh Athena. Athena menatap dingin kekasihnya yang tengah tertawa setelah melemparnya dengan bola salju. Athena menyeringai dan membalas keusilan kekasihnya dengan kemampuannya sebagai seorang wizard es. Dia mengendalikan salju yang langsung menghujani tubuh Theodor. Kelima Tentara Prussia tersebut ikut melakukan perang salju bersama dengan anak-anak Kota Orlon. Ekspresi yang riang gembira dan tawa bahagia menghiasi wajah para Tentara juga anak-anak yang tengah bermain perang bola salju. Ada kehangatan di sebuah perang yang dingin.
Kebahagiaan menyebar bagaikan kartu domino yang saling berjatuhan dan saling tindih. Kebahagiaan itu harus disebarkan atau dibagikan, agar Ooang-orang di sekitar kita turut merasakan kebahagiaan tersebut.
.
.
"Perang ini masih belum menemukan titik terang," ujar seorang lelaki cukup tua berkumis tebal berwarna cokelat dengan seragam militer yang memiliki banyak lencana. Dia adalah Panglima Perang Mignia, Jenderal Raimund Roffillevé. "Kita telah mengalami banyak kemajuan. Namun musuh masih cukup tangguh. Walaupun bukanlah perang total dan penghabisan. Tapi aku juga tidak ingin Tentaraku mati sia-sia dalam perang ini," sambungnya menatap peta digital di layar monitor yang berukuran besar.
Lelaki bermata ungu yang merupakan salah seorang Letnan Jenderal dari Federasi Labia mengomentari kalimat yang dilontarkan oleh Jenderal Raimund, "Jadi intinya kau ingin musuh kalah, tanpa kita harus berdarah," kata Letnan Jenderal Hadrian Deathglide. "Tapi dari kalimat yang kau ucapkan. Sepertinya kau putus asa. Padahal kami juga sama berdarahnya dengan bangsamu, Jenderal Raimund."
"Tenanglah, Letnan Jenderal Hadrian. Kita harus berpikir secara dingin dalam situasi yang seperti ini," kata seorang Letnan Jenderal dari Belarusia yang bernama Valadar Lastoǔsk yang berusaha untuk mendinginkan suasana yang cukup panas antara kedua sekutunya.
"Mungkin kita harus membuat Anvilesy berperang dengan sesamanya, atau tidak membuat sang Raja harus berhadapan dengan Rakyatnya," celetuk Letnan Jenderal Eliasz Niklas Hasenclever, yang merupakan Perwira Prussia keturunan Polandia-Jerman. "Perang telah terjadi tiga tahun, dan musuh masih kuat. Kalau kita membuat kondisi dalam negeri mereka kacau. Maka kita bisa menang dengan korban yang sedikit."
"Perang ini terjadi karena terbunuhnya Raja Anvilesy yang pesawatnya jatuh di Mignia yang sedang dilanda serangan cyber. Ini jelas sekali sebuah kudeta!" tegas seorang Perwira Russia yang bernama Tipalov Vasil Yakovich dengan pangkat Letnan Jenderal. "Agar Raja Lancelot Tommie tidak dituduh terlibat kudeta. Dengan didukung oleh NAA, dan negara-negara tetangganya. Sang Raja muda memerangi Mignia dan Labia, yang secara kebetulan merupakan sekutu dari CSO. Dengan begitu, Raja Tommie akan terlihat layaknya seorang Pahlawan di mata Rakyatnya. Walaupun fakta di lapangan dia hanyalah seorang anak durhaka!"
"Dari awal pihak kami sudah menjelaskan bahwa itu adalah operasi 'False Flag," ungkap Jenderal Raimund. "Kami juga sudah mengajak tim independen untuk memeriksanya. Hanya saja pihak Anvilesy selalu menolak dan tetap berpendapat bahwa kamilah tersangkanya. Jadi, kami hanya ingin membela diri kami!" tegasnya.
"Sayangnya kau bukanlah Politikus dan juga tidak memiliki kesempatan berbicara di Majelis Sidang Dewan Keamanan Konfederasi Bangsa-Bangsa," cibir Letnan Jenderal Eliasz. "Terlebih veto kebanyakan mendukung perang."
Suasana ruangan terasa begitu canggung. Jenderal Raimund dan Letnan Jenderal Hadrian menatap dengan ekspresi kesal ke arah Letnan Jenderal Eliasz. Sementara Letnan Jenderal Eliasz terlihat begitu santai walaupun dia sebenarnya sedang berpikir.
"Apakah kalian tahu Kuda Troya?" tanya Letnan Jenderal Eliasz.
"Tentu saja tahu," balas Letnan Jenderal Tipalov. Dia menatap tajam Letnan Jenderal Eliasz. "Sekarang aku paham apa yang kau maksud. Yang intinya adalah kau berencana membuat Raja Lancelot Tommie berperang dengan Rakyatnya sendiri."
Letnan Jenderal Eliasz hanya mengangguk pelan pertanda setuju. Ekspresi wajahnya terlihat bahagia bahwa ada yang memahami maksudnya.
Sementara Jenderal Raimund tersenyum sangat lebar mendengar usulan yang bagus seperti itu. "Membuat musuh saling berperang satu sama lain adalah cara untuk meraih kemenangan."
Jenderal Raimund terlihat sangat percaya diri.
"Tetapi aku tidak menjamin kita bisa benar-benar menang. Minimalnya adalah membuat Anvilesy berhenti menginvasi. Kalau mereka ingin mengajak diplomasi, kita akan menekan sang Raja untuk berdiplomasi di perbatasan Mignia dan Libia. Dengan begitu, kita bisa menekannya, dan memenangkan peperangan juga diplomasi," ungkap Letnan Jenderal Eliasz.
Letnan Jenderal Tipilov tertawa pelan, "Gagasanmu cukup mengerikan juga, Letnan Jenderal Eliasz."
"Ini adalah cara terbaik untuk meminimalisir korban di pihak kita. Dengan musuh yang saling berperang. Maka kita akan kuat. Kalau mereka lemah, kita bisa menekan mereka secara politik, bahkan menjatuhkan Raja Lancelot Tommie tanpa harus mengerahkan Tentara kita," ujar Letnan Jenderal Eliasz.
"Aku setuju dengan gagasan Letnan Jenderal Eliasz," kata Letnan Jenderal Valadar.
Para Perwira saling bertatapan dan mereka semuanya menyatakan bahwa mereka setuju dengan gagasan Letnan Jenderal Eliasz Niklas Hasenclaver.
Jenderal Raimund berdiri dari kursinya dan bertepuk tangan pelan. Senyuman di wajahnya terlihat sangat lebar, pertanda sang Jenderal penuh percaya diri dan sangat optimis. Aura optimisme yang dia pancarkan tersebar ke seluruh ruangan. Sehingga para Perwira lainnya menatapnya kagum.
"Baiklah, kita akan memulai 'Operasi Rakyat Bahagia," kata Jenderal Raimund.
.
.
Seorang lelaki berbadan tinggi besar dan berkulit putih pucat tersenyum lebar setelah mendapatkan surat dari Jenderal Raimund. Dia benar-benar senang akan rencana yang akan terjadi ke depannya. Di mana rencana tersebut menjelaskan bahwa akan membuat Anvilesy dilanda kekacauan dari dalam yang berujung perang saudara.
"Rencana kalian cukup mengerikan, walaupun meminimalisir korban di pihak kita. Tapi setidaknya ini adalah cara yang terbaik. Kau memiliki Perwira yang hebat, Stadtholder Nikolaus. Tidak sia-sia aku bersekutu denganmu."