Bab 55, Marrakhugh Szothoth
Bab 55, Marrakhugh Szothoth
"Padahal kita berada di kebun. Kenapa secara tiba-tiba kita ada di sini?" tanya Charla yang terlihat bingung.
Athena masih diam memperhatikan sekitarnya. Di sana tertulis nama Semarang, di mana Athena dan Charla tengah berada di Kota Semarang.
"Sepertinya kita berada di Kota Semarang. Namun, aku rasa ini bukanlah dunia kita. Aku merasa kita berada di dunia yang lain dengan waktu yang lain," kata Athena memperhatikan sekitarnya serta senjata api yang tnegah dia pegang.
"Hoy, Karel, dan Louis. Kalian berdua jangan hanya diam saja. Cepat masuk ke Truk," perintah salah seorang Lelaki yang memanggilnya.
Athena dan Charla segera berjalan menuju ke arah Truk tersebut.
"Kau akan berperan sebagai Karel, dan aku sebagai Louis," kata Athena pada Charla.
"Baiklah," balas Charla.
Kedua Orang itu segera menaiki Truk yang dipenuhi dengan Tentara Belanda yang tengah bercanda di dalamnya.
"Negara sedang dalam proses pembangunan setelah diserbu Nazi Jerman. Kalau kau ingin hidup enak. Kau harus jadi Tentara dan menikmati petualangan di Hindia Belanda," kata seorang Lelaki bermodel rambut batok yang bernama Albert Visser.
"Berperang sambil berpetualang adalah hal yang menyenangkan," balas Athena.
"Aku ingin sekali membersihkan ekstrimis dari Hindia, dan hidup layaknya seorang Raja di tanah ini dengan memiliki banyak pembantu dan gundik," kata seorang Lelaki berambut pirang dan bermata biru pucat yang bernama Lodewijk van den Berg.
Rombongan tersebut terdiri dari tiga Truk, dan masing-masing Truk berisikan empat belas Tentara Belanda. Pleton Tentara Belanda tersebut memasuki sebuah Desa. Para Tentara turun dari Mobil mereka dan segera bergerak mengelilingi Desa tersebut. Mereka memasuki Rumah-rumah Penduduk secara paksa.
Ketika dua Orang Tentara Belanda memasuki Rumah Penduduk. Mereka langsung disambut dengan tebasan Pedang Katana. Salah seorang Pejuang menyerang dua Orang Belanda dengan membabi buta dan meneriakkan kata "Merdeka" dengan penuh semangat. Dia segera berlari ke arah Athena, dan Athena langsung menembaknya tepat di kepalanya. Lelaki tersebut langsung tewas seketika. Athena berjalan menghampirinya dan segera menyita Katana-nya.
"Pedang yang bagus," kata Athena sambil menggerakkan Katana yang barusan dia sita.
Salah seorang bersenjatakan Bambu runcing berlari ke arah Athena. Namun, Orang itu langsung jatuh tersungkur ketika Charla melempar Pisau-nya yang tepat mengenai Kepala Orang tersebut.
"Lemparan yang bagus, Charla. Eh, maksudku, Karel," puji Athena pada Kakak Tirinya.
"Kau berhutang nyawa padaku, Louise," balas Charla yang tengah berjalan ke arah mayat tersebut. Dia mengambil Belati-nya yang tertancap.
Para Tentara Belanda kembali berkumpul ke posisi semula mereka, di mana mereka tengah mengerumuni para Penduduk Desa yang telah mereka kumpulkan di pusat Desa.
"Selama kalian menurut dan tunduk pada kami. Kalian semua akan aman dan selamat. Paham!" tegas Letnan Van Aken. Para Penduduk Desa hanya diam dan menundukkan wajahnya ketakutan.
Para Tentara Belanda segera meninggalkan Desa tersebut dengan meninggalkan belasan Penduduk Desa yang gugur karena mereka merupakan Milisi Republik. Sementara Tentara Belanda hanya mengalami dua korban jiwa dan enam korban luka.
Charla dan Athena hanya berdiam diri dengan wajahnya yang begitu datar.
Di sekitar jalanan, para Milisi Republik mengamati pergerakan Truk tersebut. Charla dan Athena sebenarnya tahu ada banyak Milisi Republik di sekitarnya. Namun mereka berusaha pura-pura tidak tahu. Entah kenapa baik Charla dan Athena merasakan sebuah gejolak, ketika mereka membunuh Orang-orang yang meneriakkan kata "Merdeka." Walaupun di peperangan hanya ada pilihan untuk membunuh atau dibunuh. Namun, Charla dan juga Athena merasa bahwa apa yang mereka lakukan itu salah.
Suara baku tembak diawali oleh para Milisi Republik dari samping kanan dan kiri pepohonan. Truk-truk Militer Belanda segera berhenti. Mereka membalas tembakan dari Milisi Republik. Charla dan Athena saling lirik dan kedua mata biru mereka saling tatap dengan penuh keyakinan. Mereka berdua segera berlari keluar dari Truk mereka dan segera menyerang para Milisi Republik.
Athena bergerak ke arah kiri, sedangkan Charla bergerak ke arah kanan. Mereka berlari dengan cepat dan menjatuhkan para Milisi hanya dengan bersenjatakan Katana. Tentara Belanda yang lainnya hanya bisa diam menatap aksi nekat dan keberanian yang dilakukan oleh mereka berdua. Dari dalam Truk, mereka melihat pertarungan jarak dekat antara Athena dan Charla melawan para Milisi Republik.
Pertarungan tersebut terjadi begitu singkat, dan banyak jasad Tentara Republik yang di bergeletakan sana. Setelah membunuh mereka. Athena dan Charla kembali ke dalam Truk-nya. Rekan-rekannya memberikan sebuah tepuk tangan yang begitu meriah dan memberikan pujian yang begitu indah.
"Kalian berdua memang hebat, nekat dan berani, Karel dan Louis," puji Letnan Van Aken. "Kalian bagaikan Ksatria Templar yang maju menerjang para Orang-orang Barbar."
"Terima kasih atas pujiannya, Letnan," jawab mereka berdua secara bersamaan.
Mereka semua kembali ke markas mereka yang terletak di selatan Kota Semarang. Mereka disambut dengan begitu meriah atas patroli yang mereka lakukan serta kehebatan Athena dan Charla yang melawan para Milisi Republik dari jarak dekat dengan Katana.
Para Tentara Belanda tengah mengadakan sebuah pesta dengan banyaknya hidangan yang begitu nikmat dan lezat yang tersaji di meja makan mereka. Mereka makan dengan sangat lahap untuk merayakan keberhasilan patroli mereka dalam menumpas para Milisi Republik yang meresahkan.
"Kalian jauh lebih Samurai daripada Samurai, Karel dan Louis," puji Kolonel Willem Groenewald. "Tidak ada Prajurit seberani kalian. Petarung front barat memang berbeda, dan sangat berani."
"Sudah sepantasnya kita berjuang dengan gagah berani layaknya para Leluhur kita yang tangguh," balas Athena.
"Yah, Louis, benar Kolonel. Kita harus bertarung dengan nekat, mengingat musuh kita juga nekat dan tidak mengenal takut." Charla ikut menimpali ucapan Athena.
Para Tentara tengah berkumpul di aula sambil menonton sebuah pertunjukkan tari tradisional khas Jawa yang dibawakan oleh para Perempuan yang cantik jelita.
Athena dan Charla hanya berdiri di pojok dan menjauhkan diri dari Teman-teman mereka yang tengah menikmati hiburan dari Orang-orang yang tengah mereka jajah.
"Terkait dengan pertempuran yang terjadi barusan. Aku tidak melihat sedikitpun rasa takut dari musuh kita. Jujur saja, walaupun aku menikmati perang dan petualangan di sini. Namun aku merasa aku telah melakukan hal yang salah. Orang-orang itu. Meskipun mereka terbelakang. Namun mereka menginginkan sebuah kemerdekaan. Dan kita di sini telah melakukan sebuah dosa besar dengan membunuh Orang-orang yang ingin merdeka," kata Athena. "Terlebih kita semua telah menindas dan menghina mereka."
"Kau benar, Louis. Kita telah memperkosa kemerdekaan mereka. Terlebih tanah ini sudah bukan tanah kita lagi. Mereka semua bertempur dengan gagah berani dan nekat. Saat aku bertarung dengan mereka. Tidak sedikitpun aku lihat ketakutan pada diri mereka. Mata mereka adalah mata dari Orang yang mendambakan sebuah kemerdekaan. Dan tindakan kita ini tidak ada bedanya dengan Nazi Jerman. Kita sama buruknya dengan Nazi Jerman," balas Charla dengan nada datar dan dingin.
"Kita telah terbebas dari Nazi Jerman, dan sekarang kita menjadi Nazi di Negeri Orang. Merampas tanah mereka, dan menindas diri mereka. Semoga Perang ini segera berakhir agar kita bisa menjadi Jiwa yang merdeka," kata Athena dengan nada pasrah.
"Kalau sudah tiba waktunya, dan ada momen yang tepat. Bagaimana jika kita pergi dari sini untuk mencari jalan pulang kembali ke sana?"
"Aku setuju dengan usulanmu, Karel."
"Petualangan di sini bagaikan dalam cerita 'Narnia.' Hanya saja kita berada di dunia lain yang selevel dengan waktu yang lain yang mungkin di masa lampau."
.
.
Athena dan Charla tengah duduk melingkari sebuah api unggun dengan Simone di atas sebuah tanah yang berumput bersama dengan Anak-anak Siliwangi lainnya.
"Itu adalah kisah kami sehingga kami bisa ada di sini. Walaupun kami sebenarnya berasal dari sebuah dunia yang lain yang kebetulan memiliki banyak kemiripan dengan di sini," jelas Athena kepada seluruh yang hadir.
"Terdengar tidak masuk akal. Namun aku juga meyakini akan adanya kehidupan di luar Bumi. Aku juga meyakini bahwa kita tidaklah sendiran di dunia ini. Ada makhluk lain yang jauh di sana yang memiliki kehidupan yang mirip seperti di dunia. Bahkan bisa jadi kita memiliki banyak kembaran di dunia yang jauh di sana," balas Lodewijk. "Saat aku masih kuliah di Australia. Aku sering berdikusi dengan Teman-teman ku tentang ini. Yang intinya menjelaskan bahwa ada kehidupan dan dunia yang mirip seperti dunia ini. Dan kehadiran Athena, Charla beserta Nyonya Simone adalah bukti bahwa hal tersebut nyata. Walaupun sebenarnya ini diluar logika dan bisa dikatakan gila."
"Kalau di dunia kami. Setiap Planet memiliki penghuninya masing-masing, dan kami bisa pergi dari satu Planet ke Planet lainnya. Penghuni setiap Planet kebanyakan seperti Manusia pada umumnya. Walaupun ada beberapa Planet memiliki penghuni yang menyeramkan," balas Athena.
"Sepertinya dunia kalian menarik, dan membuatku penasaran," kata Ontosoroh yang dihantui oleh rasa penasaran akan Dunia di mana Athena, Charla dan Simone tinggal.
"Ada beberapa hal di dunia ini yang seharusnya tidak perlu diketahui. Mengingat tempatku di sana bukanlah tempat yang aman bagi Orang-orang baik seperti kalian," kata Charla. "Di sana lebih banyak Iblis berwujud Manusia."
Sebuah kabut yang begitu pekat dan tebal muncul secara tiba-tiba. Tentara Siliwangi terlihat begitu kaget, begitupula dengan ketiga Orang Europa tersebut. Para Tentara Siliwangi begitu terkejut ketika ketiga Orang tersebut telah menghilang.
"Ke mana mereka bertiga?" tanya Kapten Ujang yang terlihat kebingungan.
"Sudahlah, tak perlu mengkhawatirkan mereka. Mereka sudah seperti para Dewa dalam Mitologi Nusantara," timpal Lodewijk.
Athena, Simone, dan Charla berada di sebuah tempat yang dipenuhi dengan kabut yang begitu tebal. Mata mereka bertiga memancarkan cahaya berwarna biru, mengingat mereka bertiga merupakan Ras Wizard. Di sana, dipenuhi dengan bangunan berbentuk aneh yang menjulang tinggi ke angkasa.
"Di mana kita?" tanya Simone yang memperhatikan berbagai macam bangunan tinggi yang berbentuk aneh dengan ukiran-ukiran yang aneh.
Samar-samar suara geraman terdengar oleh telinga mereka bertiga. Meskipun suara geraman tersebut terdengar samar-samar. Namun cukup menggema dan beresonasi. Sebuah tentakel bergerak dengan cepat ke arah mereka. Mereka bertiga melompat dan segera menebas sebuah tentakel yang memiliki beberapa mulut dengan gigi taring yang tajam.
Berbagai macam tentakel dengan mulut yang bergigi tajam menyerang mereka dari balik kabut, dan dari mulut-mulut bergigi tajam. Menjulurlah lidah-lidah yang menjilat dan tajam.
Di dalam kabut pekat yang berada di sebuah Kota dengan bangunan-bangunan tinggi yang berbentuk aneh, mereka bertiga menghadapi sebuah entitas yang tak dikenal.
"Makhluk apa itu?" tanya Charla yang terlihat marah akan seranga dari Makhluk tersebut.
"Marrakhugh Szothoth, entitas mengerikan yang bersembunyi dibalik kabut dan mempermainkan Manusia melintasi ruang, waktu dan dimensi," jawab Athena. "Itu yang pernah diceritakan oleh Stadtholder Nikolaus."
[Marrakhugh, dalam Bahasa Armenia artinya "kabut."]
"Bagaimana cara mengalahkannya?" tanya Simone yang tengah menebas setiap jilatan lidah dari Marrakhugh Szothoth.
"Kita harus maju, dan mengerahkan kemampuan sihir es kita. Setelah itu kita akan menghancurkannya. Mengingat aku bisa merapal segel peledak di tubuh makhluk itu dari jarak jauh," jawab Athena yang juga tengah menghindari setiap serangan dari tentakel-tentakel Marrakhugh Szothoth.
"Baiklah, mari kita lancarkan serangan gabungan kita," ajak Simone kepada kedua Anak-nya.
Tubuh Simone, Charla dan Athena dilapisi oleh sebuah lapisan es yang berwarna putih kebiruan yang begitu dingin bagaikan neraka. Tentakel-tentakel Marrakhugh Szothoth seketika membeku ketika menyentuh mereka bertiga. Es-es yang sangat dingin segera bermunculan sehingga bangunan-bangunan tersebut diselimuti oleh es yang begitu tebal.
Perlahan tubuh Marrakhugh Szothoth membeku dan entitas tersebut berubah menjadi patung es. Berbagai macam goresan muncul di patung es tersebut. Di mana goresan-goresan tersebut merupakan segel peledak berkekuatan tinggi. Athena berkonsentrasi dengan begitu sempurna, dan Marrakhugh Szothoth yang telah membeku meledak dengan sebuah ledakan yang begitu besar. Perlahan kabut telah menghilang dengan begitu cepat.
Perputaran waktu terjadi dengan begitu cepat, di mana ketiga Perempuan tersebut hanya bisa menatap dengan datar sebuah perputaran waktu yang terjadi dengan sangat cepat.
Secara tiba-tiba, Charla dan Athena ada di bawah naungan pohon oak yang terletak di halaman belakang rumahnya. Sementara Simone berada di halaman belakang rumahnya yang terletak di Desa Munzenich.
"Rambut yang bagus Simone," puji Juliette pada Pasangan hidupnya. Kedua Perempuan tersebut saling berpelukkan dan berciuman. "Kau terlihat cantik sekaligus tampan dengan rambut barumu yang pendek," puji Juliette seraya membelai lembut rambut baru Simone.
Elizabeth yang tengah menyirami sebuah pohon menghampiri ketiga Orang yang dia kenal. "Sepertinya kalian berdua habis menjalani sebuah petualangan yang menyenangkan."
Charla dan Athena segera memeluk Elizabeth.
"Ibu," kata Charla.
"Mom," kata Athena.
Athena menundukkan badannya dan mencium perut Ibu Tiri-nya yang semakin membesar. "Cepatlah lahir dan sehat selalu, yah, Ludwig, Louise, Gillaume, dan Wilhelmine. Kakak sudah tidak sabar menantikan kehadiran kalian."
.
.
Petualangan yang menembus waktu dan dimensi telah mereka lalui. Petualangan tersebut bukan sembarang petualangan.. Di mana mereka berpetualang dengan darah, dan air mata, serta sebuah petualangan yang mempererat ikatan antara mereka bertiga sebagai sebuah Keluarga walaupun mereka dipisahkan oleh sekat-sekat yang bernama jarak dan waktu.