Bab 52, Long March Tentara Siliwangi, Part 1
Bab 52, Long March Tentara Siliwangi, Part 1
"Ibu. Apakah Ibu baik-baik saja?" tanya Athena yang terlihat sangat khawatir.
"Aku baik-baik saja, Anakku," jawab Simone dengan suara lemah.
Charla memberikan sebotol air minum untuk Ibu Tirinya. Simone meminum beberapa tegukkan untuk menghilangkan dahaganya. Para Tentara Siliwangi terdiam sejenak menatap ketiga Perempuan Europa tersebut.
"Kalian semua. Teruslah berjalan. Jangan khawatirkan kami. Aku akan menggendong Ibuku, layaknya dia mengandung diriku selama sembilan bulan." Dengan dibantu Charla, Athena menggendong Ibunya yang terlihat lemas.
"Mom istirahat saja," kata Charla.
Para Tentara Siliwangi melanjutkan perjalanan mereka. Walaupun beberapa di antara mereka tidak mengerti apa yang dikatakan oleh ketiga Perempuan Europa tersebut. Namun mereka mengerti bahwa si Athena tengah berusaha menunjukkan baktinya sebagai seorang Anak kepada Ibunya yang telah sembilan bulan mengandung. Begitupula kepedulian Charla terhadap Adik dan Ibunya.
Para Tentara Siliwangi beristirahat di dekat sebuah air terjun. Beberapa di antara mereka segera berlari menuju ke air terjun untuk membersihkan badan mereka dan menyegarkan pikirannya.
"Kalian itu Tentara Belanda. Kenapa kalian mau bergabung bersama dengan kami? Bahkan sampai mencuri senjata dan amunisi?" tanya salah seorang Tentara Siliwangi.
"Setelah dua minggu kami tiba di Pulau Jawa. Kami mengalami sebuah pergolakan batin. Di mana Orang-orang seperti kami yang bersenjata api melawan segerombolan Orang yang hanya bersenjata Golok, dan Bambu Runcing. Bagiku itu tidak adil," jawab Athena.
"Di Eropa, kami berjuang melawan Nazi Jerman, dan posisi kami dari segi senjata sejajar dengan mereka," jawab Charla. "Dan aku tidak ingin berperang melawan Orang-orang yang mendambakan kemerdekaan. Karena kami sama seperti kalian, yaitu tidak ingin dijajah layaknya kami dijajah oleh Nazi Jerman."
"Namaku Mulyana," kata Tentara Siliwangi berbadan tinggi ramping berseragam layaknya serdadu PETA.
"Namaku Charla. Sedangkan itu Adik Tiriku yang bernama Athena dan Ibu Tiriku yang bernama Simone," balas Charla.
"Walaupun kalian bukan Saudara kandung. Namun kalian terlihat sangat akrab," kata Mulyana sedikit terkejut.
"Apa salahnya jika kami Saudara Tiri?! Mengingat kami berasal dari Ayah yang sama!" jawab Charla dengan nada sedikit keras.
"Soalnya mitos yang beredar adalah Ibu Tiri dan Saudara Tiri akan bersikap kejam," kata Mulyana bersikap sedikit kikuk.
Charla sedikit terkekeh mendengarnya. "Itu hanyalah mitos, Mulyana. Kau harus tahu bahwa Athena itu tinggal serumah bersama dengan Ibuku, Aku dan juga Saudara Kembarku. Sedangkan Ibunya Athena tinggal bersama dengan Pasangan dan Anak Tirinya."
"Sepertinya rumit juga yah. Walaupun terlihat harmonis," kata Mulyana tersenyum tipis mendengarnya. "Aku tidak menyangka bahwa Perempuan seperti kalian nekat menyamar menjadi Laki-laki agar bisa jadi Tentara."
"Kami melakukan ini semua karena terpaksa," jawab Charla seraya menatap ke arah angkasa. "Dan akan sangat sulit dijelaskan dengan untaian kata-kata tentang bagaimana kami bisa di sini." Walaupun kelakuan Charla layaknya Anak Laki-laki. Namun dia adalah Orang yang cukup penyayang dan peduli.
Mulyana tersenyum mendengarnya. "Kau lebih cocok menjadi seorang Penyair yang menyusun kata-kata indah di langit yang bertabur bintang."
Athena dan Charla beserta yang lainnya hanya tersenyum dan tertawa pelan mendengarkan kalimat yang diucapkan oleh Mulyana.
"Kalau Perang sudah berakhir. Aku ingin mengajakmu dan yang lainnya main ke rumahku yang terletak di pedalaman Garut. Istriku akan senang menjamu Teman-teman Suaminya yang telah pulang sehabis berjuang dengan gagah berani." Mulyana tersenyum sambil menatap langit yang mulai jingga seraya membayangkan wajah cantik Istrinya.
"Pasti Istrimu adalah Perempuan yang beruntung dan setia," kata Charla.
.
.
Para Tentara Belanda tengah berkumpul di lapangan walaupun Matahari sedang panas. Kolonel Harm Voorstok terlihat kesal sambil menatap seluruh Pasukannya.
"Di mana Louis dan Karel. Kenapa beberapa di antara kalian kehilangan senjata? Kenapa banyak senjata dan amunisi yang hilang di gudang?"
Para Tentara terdiam sambil menundukkan Kepalanya.
"Ingat! Kalian di sini berperang untuk membersihkan Hindia Belanda dari rongrongan para ekstrimis pimpinan Soekarno. Bukan untuk berpetualang menikmati keindahan alam. Apalagi bermain dengan para Kupu-kupu Malam! Mengerti!"
"Siap, Komandan," teriak para Tentara dengan penuh kehormatan.
Kolonel Harm Voorstok tengah duduk di ruangannya dengan seorang Lelaki berbadan setinggi seratus tujuh puluh enam centimeter dan berambut pendek bergelombang berwarna pirang berpangkat Letnan Dua yang berdiri di hadapannya.
"Aku punya misi spesial untukmu, Letnan Dua Lodewijk van Aken," kata Kolonel Harm Voorstok menatap bawahannya. "Temukan Karel dan Louis yang telah pergi bersama dengan Perempuan jalang yang mereka bawa. Bunuh mereka semuanya. Namun untuk Perempuan jalang itu. Sebelum dibunuh, kalian boleh menggilirnya. Kau paham akan maksudku."
[Karakter Van Aken di sini terinpirasi dari Karakter Belanda di Film November 1828 yang mengisahkan tentang Pangeran Diponegoro.]
Van Aken memberikan hormat kepada atasannya. "Siap, Kolonel." Dia kemudian balik kanan dan berjalan meninggalkan ruangan atasannya.
Van Aken berjalan memasuki sebuah kamar, di mana para Tentara sedang berkumpul dan berbincang. "Semuanya kita ada tugas. Ambil senjata kalian masing-masing dan aku tunggu di lapangan dalam waktu satu menit."
Para Tentara yang ada di dalam kamar segera merapihkan kasur mereka lalu mengambil perlengkapan tempur yang ditaruh di samping kasur mereka. Mereka segera pergi ke gudang senjata untuk mengambil beberapa amunisi dan bahan peledak.
Para Tentara segera berkumpul dan berbaris dengan rapih di lapangan. Mereka berdiri dengan sikap sempurna menghadap Letnan Dua Van Aken.
"Ada sebuah misi penting untuk memulihkan harga diri kita dari para penghianat. Louis dan Karel telah mempermalukan dan menghianati kita. Mereka mencuri dan melucuti senjata kita. Dengan peluru, kita akan memulihkan harga diri kita, dan dengan darah kita akan membayar penghianatan mereka!" Letnan Van Aken menatap wajah para Tentaranya yang dihiasi ekspresi penuh keberanian. "Tangkap dan bunuh mereka!"
Letnan Van Aken berjalan menuju ke arah Mobil Jeep-nya. Lima unit Mobil Jeep yang mengangkut lima Orang berjalan keluar menuju ke arah barat untuk memburu Athena dan Charla yang telah mempermalukan dan menghianati mereka.
.
.
Athena terus berjalan sambil menggendong Ibunya. Tentara Siliwangi terus berjalan melanjutkan perjalanan mereka menuju ke tempat asal mereka. Meskipun bernama Tentara Siliwangi yang identik dengan Orang-orang dari etnis Sunda. Tidak semua Tentara Siliwangi itu Orang Sunda. Ada Orang-orang dari etnis Banten, Betawi, Arab, China, Melayu, Cirebon, Jawa, Ambon, Minahasa, Batak, Madura, Aceh dan Minang.
Selain diawasi oleh Mulyana. Athena, Simone dan Charla diawasi oleh beberapa Tentara, yang di antaranya bernama Josep Nainggolan, Lodewijk Tengker, Daniel Leimena, Sunarto, Tan Cao Ho, dan Abdullah Assegaf.
"Bukan hanya kau saja yang membelot dari Belanda. Aku dan Daniel juga membelot dari kesatuan kami ketika kami ditugaskan di Surabaya," kata seorang Lelaki Manado berkulit cerah dan berambut hitam pendek yang bernama Lodewijk Tengker.
"Lebih baik berjuang sebagai Manusia yang merdeka. Daripada hidup sebagai 'Andjing NICA," kata seorang Lelaki berbadan pendek dan berkulit cokelat yang bernama Daniel Leimena. "Kalaupun aku mati. Aku akan mati sebagai Manusia yang merdeka. Bukan sebagai Andjing NICA!"
[Andjing NICA, salah satu Batalyon NICA yang terkenal kejam layaknya seekor Anjing galak yang membela Tuannya. Kebanyakan anggota mereka adalah Pribumi Indonesia.]
"Tapi kalian diterima dengan baik," kata Charla.
"Kami sudah membelot sejak dua dua tahun yang lalu. Kami melalui sebuah perjalanan yang panjang hingga akhirnya kami sampai di Jogjakarta dan berkenalan dengan Tentara Siliwangi," balas Lodewijk.
"Menjadi Orang China, Ambon dan Manado adalah sebuah dilema. Mengingat kami selalu dianggap sebagai kolaborator Penjajah oleh Orang pada umumnya," kata seorang Lelaki berwajah oriental dan berkulit kuning langsat dengan tubuhnya yang ramping. Dia bernama Tan Cao Ho. "Walaupun aku adalah Orang China. Namun jiwa dan ragaku adalah merah-putih. Bagiku, kemerdekaan Indonesia adalah harga mati dan kemerdekaan Indonesia adalah hal yang pasti dan tidak dapat diganggu gugat!"
Ekspresi wajah Cao terlihat sangat serius, ditambah dia memiliki raut muka yang tegas dan tatapan mata yang tajam serta postur tubuh yang tinggi.
Seorang Lelaki Arab berhidung mancung dan mengenakan peci hitam menepuk pundak Cao. Dia mengepalkan tangan kanannya, dan berkata dengan nada tegas, "Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Indonesia!"
"Merdeka! Merdeka! Merdeka!" sahut seluruh Tentara Siliwangi dan beberapa anggota Keluarga mereka.
Charla dan Athena tersenyum lebar mendengar pekikan penuh semangat dari Tentara Siliwangi. Walaupun mereka akan menempuh sebuah perjalanan yang berat dan penuh darah. Namun tak ada rasa takut pada diri mereka.
Suara Mobil Jeep terdengar dari jarak jauh, walaupun hanya bisa didengar oleh Athena dan Charla yang terlahir sebagai Ras Wizard.
"Kalian semuanya teruslah berjalan. Biar aku yang menghadapi Orang-orang Belanda." Charla menghunuskan kedua Katana-nya dan berjalan ke arah belakang.
"Jangan gila!" pekik Mulyana yang sepertinya pekikannya tidak dihiraukan oleh Charla.
"Jangan khawatirkan, Charla. Dia itu sangat sakti seperti Nyi Roro Kidul. Aku, Ibuku dan Charla terlahir sebagai Ras Wizard yang dikaruniai oleh Tuhan berbagai macam kemampuan yang istimewa," ungkap Athena tentang mereka yang merupakan seorang Ras Wizard. "Yang jelas Charla akan membawa banyak barang untuk kita, khususnya rokok. Mengingat Kakak Tiriku itu seorang perokok berat yang bisa habis tiga bungkus per hari."
"Jangan terlalu khawatir, Mulyana. Teruslah jalan," kata seorang Lelaki bernama Sunarto yang mengenakan blangkon Jawa pada kepalanya, dan memakai baju batik Jawa berwarna cokelat.
Charla terus berlari melewati pepohonan menuju ke arah di mana gerombolan Tentara Belanda akan lewat. Charla bersembunyi dibalik sebuah pohon pinus yang besar untuk menanti kedatangan Tentara Belanda.
Mobil Jeep itu melewati sebuah Desa yang barusan dilalui oleh Tentara Siliwangi. Orang-orang Desa segera memasuki rumah mereka dan menutup pintu dan jendelanya ketika rombongan Mobil Jeep Tentara Belanda melewatinya.
"Teruslah jalan, tidak usah bertanya pada Penduduk sekitar," perintah Letnan Van Aken.
Mobil Jeep itu terus berjalan menuju ke arah barat.
Ketika Mobil Jeep tersebut telah tiba di area jangkauannya. Charla segera melemparkan beberapa tombak es yang berukuran besar di jalan, sehingga kelima Mobil Jeep tersebut berhenti secara mendadak. Dia juga melemparkan sebuah tombak es ke arah Supir terdepan di antara kelima Mobil Jeep tersebut. Tombak es tersebut menancap pada lehernya dan membuat tubuhnya ikut terseret dengan tombak es yang telah Charla lempar.
Para Tentara Belanda menembaki ke arah pepohonan yang ada di arah selatan. Tempat di mana Charla bersembunyi sebelumnya.
Charla keluar dari pepohonan dan melompat ke arah gerombolan Tentara Belanda yang tengah menyerangnya. Ekspresi wajah para Tentara Belanda terlihat bingung akan aksi nekat yang dilakukan oleh Charla. Dia mendarat di salah seorang Tentara Belanda, dan Charla langsung menusuk kepala musuhnya.
Tentara Belanda masih bingung terdiam menatapnya. Sementara Charla menyeringai. Para Tentara Belanda segera menembaki Charla. Namun dia menangkis seluruh berondongan peluru Tentara Belanda. Charla bergerak dengan sangat cepat dan menarik tubuh Letnan Van Aken untuk dijadikan sebagai perisai hidup.
Letnan Van Aken disandera oleh Charla. Sementara para Tentara Belanda menodongkan senjata mereka ke arah Charla. Namun mereka terlihat ragu dan takut untuk menembak atasannya.
"Sepertinya kau ketakutan, Letnan Van Aken," kata Charla mengejak mantan atasannya.
"Apa yang membuatmu berkhianat?" tanya Letnan Van Aken.
"Itu bukan urusanmu." Charla menebas kepala Letnan Van Aken, sehingga membuat ekspresi Tentara Belanda tercengang. Dia berteriak dan maju ke arah para Tentara Belanda. Para Tentara Belanda itu berlari ketakutan melihat Charla yang menyerang mereka secara membabi buta hanya dengan dua Katana.
Tebasan Katana yang Charla lakukan menjatuhkan tubuh para Tentara Belanda. Dengan penuh keberanian, dan bermodalkan sepasang Katana milik Pejuang Indonesia yang dia sita sebelumnya. Charla mengamuk dan mencabut nyawa para Tentara Belanda yang berlari ketakutan.
Salah seorang Tentara Belanda terjatuh ketika berlari. Dia hanya satu-satunya yang selamat dari keganasan Charla. Charla menghampiri musuhnya yang meringkuk ketakutan. Dia mencengkram kerah seragam Tentara Belanda tersebut dan menusuk mulutnya dengan Katana hingga tembus.
Lelaki Belanda itu jatuh dengan keadaan yang kejang-kejang dan darah yang berceceran dari mulut dan belakang kepalanya yang telah bolong.
Para Pemburu yang ditugaskan untuk memburu para penghianat, kini telah berakhir secara mengenaskan dengan dibantai oleh seorang Perempuan Europa yang membela Kaum Republik.