Bab 51, Terjebak Di Sebuah Revolusi Kemerdekaan
Bab 51, Terjebak Di Sebuah Revolusi Kemerdekaan
"Aku seperti Gadis remaja." Simone menatap dirinya di depan sebuah cermin yang begitu besar. Dia tersenyum dan melompat bahagia layaknya Anak Perempuan yang habis dapat hadiah.
"Kau memang seperti seorang Gadis remaja walaupun sudah berusia empat puluh tahun, Simone," kata seorang Perempuan berambut panjang yang merupakan pemilik salon yang bernama Monika Martz.
"Menolak tua dan tampil layaknya Anak remaja adalah pilihanku," balas Simone dengan nada centil.
Sang pemilik salon tertawa pelan mendengarnya. "Kau benar, Simone. Apa salahnya Orang Tua seperti kita berpenampilan layaknya Anak remaja."
"Aku benar-benar suka dengan pelayananmu, Monika," puji Simone.
"Terima kasih banyak. Sebuah kebanggan bagiku bisa memberikan pelayanan terbaik untuk pelanggan setiaku, Countess Simone van den Bosch."
Simone terlihat kesal dan menggembungkan pipinya. Monika hanya bisa tertawa melihat kelakuan Simone yang seperti Anak-anak walaupun usianya sudah empat puluh tahun.
"Panggil aku Simone atau Estia. Jangan ada imbuhan Countess pada nama depanku," kata Simone yang menatapnya kesal.
"Baiklah, Simone, pelanggan setiaku." Monika membungkukkan badannya sedikit sebagai apresiasi atas Simone yang merupakan pelanggan setianya yang selalu mengunjungi Martz salon selama sembilan belas tahun.
Simone berjalan keluar dari Martz Salon. Penampilannya begitu anggun dengan berjalan layaknya seorang model di atas karpet merah.
Sebuah kabut yang begitu tebal mendadak muncul dan menyelubungi Desa Monschau.
Simone begitu kaget ketika dirinya berada di sebuah Kota yang terlihat kuno. Sejauh mata memandang dia melihat Tentara Belanda berpatroli dengan mengendarai Tank tipe Matilda I buatan Inggris dan M3 Stuart buatan Amerika.
Seorang Perempuan Belanda berambut panjang bergelombang berwarna merah menghampiri Simone dan menepuk pundaknya. "Hey, kau. Jangan diam mematung."
Simone menatap Perempuan muda tersebut, "Ayo kembali ke barak."
Dia bersama dengan sebuah pleton Belanda yang terdiri dari Orang Eropa dan Ambon berjalan menuju ke sebuah barak yang terletak di pusat Kota Yogyakarta. Mata birunya melihat banyak Tentara yang tengah berpesta dan bersuka ria atas penaklukan Kota Yogyakarta. Simone lebih memilih untuk diam sambil memperhatikan gerak-geriak dan situasi di sekitarnya. Selama berjalan menuju ke arah barak, dia melihat beberapa coretan pada dinding setiap bangunan yang bernada perlawan. Tulisan tersebut di antaranya berbunyi, "Merdeka Ataoe Mati," "Djangan bertindak lajaknya Nazi Djerman. Ingat itoe!"
Walaupun baru datang di Kota Yogyakarta, Simone sudah sadar apa yang tengah terjadi di sini dan dia sudah tahu siapa pihak yang benar dan yang salah.
"Sepertinya aku berada di pihak yang salah. Akan tetapi, sementara di sini dulu untuk melihat perkembangan. Aku harap semoga aku bertemu dengan Athena ataupun dengan Charla. Oh, Tuhan. Selamatkanlah hamba-Mu dari kejahatan, dan lindungilah hamba."
Seorang Tentara Lelaki Belanda berjalan menghampiri Simone dan menatapnya dengan ekspresi wajah yang genit. "Hey, manis. Kau tampak terlihat anggun dan cantik layaknya seorang Dewi."
"Terima kasih atas pujiannya, akan tetapi aku sudah punya Anak dan Suamiku adalah salah seorang Pejabat di sana. Jadi, jaga sikapmu kalau kau masih sayang nyawa," tegas Simone. "Dengar Anak muda, daripada kau melirikku. Kenapa kau tidak melirik para Perempuan pribumi yang membutuhkan perlindungan kalian dari Kaum Ekstrimis? Bukankah mereka terlihat anggun daripada diriku yang sudah beranak banyak dan ber-Suami pejabat."
Rekan-rekan dari Lelaki Belanda yang menggodanya tertawa melihatnya ditolak oleh Simone. "Aku tidak percaya bahwa kau sudah punya Anak dan Suami."
Simone yang memiliki kemampuan bela diri taek wondo bersabuk hitam segera menendang wajah Lelaki tersebut hingga dia pingsan.
"Apakah ini sudah membuat kalian percaya bahwa yang kau hadapi adalah seorang Ibu beranak banyak!" tegas Simone.
Para Lelaki terlihat begitu kaget akan respon Simone yang begitu agresif. Mereka tidak menyangka bahwa Perempuan yang begitu cantik dan anggun layaknya seorang Dewi, adalah seorang Perempuan yang tidak ramah dan memiliki kemampuan bela diri yang hebat.
"Hey, kau! Apa yang kau lakkukan!" teriak salah seorang Perwira berjalan menghampirinya.
Simone segera memberikan hormat, begitupula dengan para Tentara Laki-laki yang merupakan teman dari Orang habis habis Simone lumpuhkan.
"Aku hanya sedang membela harga diriku, Kolonel dan memberikan sebuah pelajaran bagi Anak muda tersebut!"
Kolonel Harm Voorstok terlihat kesal dengan adanya keributan yang terjadi. Dia memberikan sebuah perintah kepada Simone, "Sebagai hukumanmu. Kau harus lari keliling lapangan sebanyak dua puluh lima kali. Mengerti!"
"Siap, Kolonel!" Suara Simone terdengar lebih tegas dan dia memancarkan aura ketegasan dan aura keberanian, tidak seperti para Pemuda Belanda yang berada di belakangnya.
Simone tengah berlari keliling lapangan. Kehadirannya menjadi perhatian para Tentara muda Belanda. Ratusan pasang mata para Pemuda yang tergabung sebagai Tentara Belanda memperhatikan kedua gunung kembarnya yang tengah berguncang. Simone terlihat kesal akan tatapan cabul dari para Pemuda Belanda yang menatapnya.
Athena dan Charla yang tengah berjalan sambil menenteng senapannya di lorong begitu kaget melihat Ibunya yang tengah berlari keliling lapangan. Athena dan Charla berpenampilan layaknya Anak Lelaki dengan rambutnya yang dipotong pendek dan berjalan dengan tegap. Sementara Athena menggunakan breast binder untuk meratakan dadanya yang berukuran besar, tidak seperti Charla yang berdada rata.
"Louis, bukankah dia, Mom," kata Charla sambil menunjuk seorang Perempuan yang tengah berlari keliling lapangan.
"Kau benar, Karel. Dia memang Ibuku. Namun kita tetap harus bersikap biasa saja. Kalau sampai mereka tahu, bisa berbahaya," kata Athena. "Aku kira hanya kita berdua yang terlempar di sini. Namun Ibuku juga ikut."
Simone duduk sendirian di bawah naungan pohon beringin sambil melonjorkan kedua kakinya setelah berlari keliling lapangan sebanyak dua puluh lima kali.
"Sialan, kenapa aku bisa terdampar di sini. Sepertinya ini bukan di Prussia, apalagi di Planet Bhumi. Walaupun bahasa yang mereka ucapkan sama. Namun aku merasa seperti di dunia yang berbeda. Aku benar-benar terasing."
Dua Orang Tentara berambut pendek berwarna pirang berjalan menghampiri Simone. Athena tersenyum tipis dan memberikan sebotol air untuk Ibunya.
"Aku senang bertemu denganmu, Ibu. Walaupun saat ini berada di tanah yang asing dan situasi yang tidak terduga," kata Athena sambil menatap ke baraknya.
"Kau harus hati-hati, Mom. Dan jangan asal pilih posisi. Kita tidak tahu akan serangan kejutan Kaum Republikan yang benar-benar nekat," kata Charla sambil melihat keadaan sekitar. "Walaupun saat ini kita sudah menguasai Ibukota Indonesia. Namun, kita tidak tahu apa yang akan terjadi kedepannya. Terlebih di sini seperti neraka."
"Jangan khawatir, Ibu. Percayalah, semuanya akan baik-baik saja," kata Athena.
Simone, Athena, dan Charla berjalan di lorong barak. Athena dan Charla menyapa Teman-teman mereka. Nampaknya para Pemuda Belanda itu menaruh rasa hormat yang tinggi kepada mereka berdua, sehingga mereka tidak berani untuk bersikap macam-macam dengan Simone.
Athena dan Charla menghadap Kolonel Harm Voorstok. Mereka bertiga memberikan hormat kepada sang Kolonel berbadan tinggi dan ramping tersebut.
"Ada apa Louis, dan Karel?" tanya sang Kolonel yang menatap ketiga Orang tersebut.
"Kolonel, izinkan kami membuang Perempuan ini ke sungai. Bagaimanapun juga kehadiran Perempuan ini hanya akan membawa kekacauan di sini dan membuat kita tidak bisa fokus dalam memerangi ekstrimis," kata Athena dengan nada tegas.
Charla sedikit terkejut akan kalimat yang dikatakan oleh Athena. Bagi Charla, kalimat yang dikatakan oleh Athena adalah sebuah kalimat yang sangat menyakitkan. Terlebih lagi, Athena mengatakan kalimat tersebut di hadapan Ibunya sendiri.
"Aku setuju denganmu, Louis. Aku juga tak ingin Tentara-ku gila hanya karena Perempuan seperti dirinya. Karena bagiku, para Perempuan di medan perang tak lain hanyalah beban dan hasrat untuk melampiaskan kebutuhan," balas Kolonel Harm Voorstok dengan nada dingin. "Cepat bawa dia pergi dari sini." Kolonel Harm Voorstok mengarahkan tangan kanannya sebagai kode untuk menyingkirkan Simone dari hadapannya.
Baik Charla dan Athena berusaha untuk tenang walaupun mereka mendengarkan kalimat yang benar-benar menyakitkan dan merendahkan Perempuan. Sementara Simone berusaha untuk diam dan bersikap masa bodoh atas apa yang terjadi.
Athena dan Charla segera membawa Simone ke Mobil Jeep.
"Ibu, aktifkan kekuatanmu yang mampu menghentikan waktu. Aku dan Charla berencana membelot dari Tentara Belanda dan bergabung dengan para Republikan," bisik Athena.
Simone segera mengaktifkan kekuatannya. Aliran waktu terhenti dan membeku untuk sementara. Athena dan Charla segera berlari menuju ke gudang senjata untuk mengambil senjata serta beberapa amunisi. Simone juga turut melucuti senjata para Tentara Belanda yang diam mematung. Dia menaruh senjata yang dia rebut di Mobil Jeep.
Athena dan Charla datang dengan membawa banyak senjata serta amunisi dan menaruhnya di bagian belakang Mobil Jeep yang akan mereka curi. Mereka berdua tersenyum tipis ketika melihat ada beberapa senjata yang sudah disita oleh Ibu mereka.
"Mom, kira-kira berapa lama kekuatanmu ini bertahan?" tanya Charla.
"Aku akan membuatnya lebih lama lagi," jawab Simone.
"Kalau begitu kita akan pergi ke barat dan bergabung dengan Pasukan Siliwangi," kata Athena duduk di kursi Supir.
Mobil Jeep itu segera tancap gas dengan cepat menuju ke arah barat meninggalkan Kota Yogyakarta yang telah ditaklukan oleh Belanda. Athena memacu Mobil Jeep tersebut dengan cepat dan melewati berbagai macam kendaraan dan Orang yang ada di jalanan Kota Yogyakarta.
"Jangan khawatirkan mereka semua. Ini adalah waktu yang snagat baik bagi kita untuk berpetualang," kata Charla yang berteriak senang dan bahagia.
Mobil Jeep itu memasuki kawasan pedesaan di barat Yogyakarta. Charla mengibarkan bendera merah-putih. Sementara Athena dan Simone berteriak meneriakkan kata 'merdeka' tiada henti.
Mobil Jeep itu mereka tinggalkan di sebuah tempat yang sepi dan jauh dari penduduk. Athena dan Charla berjalan sambil membawa sebuah kotak yang berisikan banyak amunisi. Sementara Simone berjalan mengikuti kedua Anaknya sambil membawa banyak senjata.
"Angkat senjata kalian!" Teriakan itu berasal dari atas sebuah bukit.
Puluhan Pasukan Siliwangi berjalan menghampiri mereka sambil mengarahkan senjata mereka.
Simone mengangkat kedua tangannya. Sementara Athena dan Charla menaruh kotak yang berisikan amunisi yang mereka bawa.
"Jangan khawatir. Kami ada di pihak kalian," kata Simone berjalan menghampiri salah seorang Tentara Siliwangi.
Salah seorang Tentara Siliwangi menembakkan sebuah peluru ke atas. "Jangan bohong! Teman-teman kalian ada di belakang dan akan segera membunuh kami."
"Apakah kalian tidak percaya dengan kami?" tanya Charla yang terlihat marah. "Kami datang ke sini bertaruh nyawa dengan membawa senjata dan amunisi untuk kalian. Dan kalian masih tidak percaya dengan kami. Apakah kalian tidak tahu betapa besarnya gejolak di hatiku karena aku harus memerangi Manusia yang merdeka? Walaupun sebelumnya aku adalah musuh kalian. Aku benar-benar bersimpati dengan keberanian dan kegigihan kalian. Terlebih lagi, agar kami bisa bergabung dengan kalian. Kami berbohong kepada Komandan kami dan terpaksa berkata kasar kepada Ibu yang telah melahirkan dan menyusui kami agar kami bisa bergabung dengan kalian semua!" Air mata Charla jatuh, dan dia menangis. Begitupula dengan Athena yang ikut menangis seraya memeluk Kakak Tirinya.
"Tidak semua Orang Belanda itu buruk. Walaupun kami Orang Belanda, kami bersimpati dengan kalian. Pantaskah aku sebagai seorang Ibu diam mematung. Sementara Anak-anakku bersimpati dan ingin ikut berjuang dengan kalian? Aku tahu akan kesedihan dan amarah yang kalian rasakan. Jadi, berpikirlah dengan bijak wahai para Pemuda pemberani," kata Simone yang berjalan perlahan menuju ke arah Tentara Siliwangi.
"Kalian para Londo. Ikut kami," kata seorang Pemuda berambut gondrong. Pemuda berambut gondrong itu menunjuk beberapa Orang. "Ambil dan bawa kotak amunisi tersebut."
"Siap komandan," balas beberapa anggota Tentara Siliwangi.
"Terima kasih atas kebijaksanaanmu, Komandan," kata Simone.
Sementara Athena dan Charla mulai menyeka air mata yang telah membasahi wajah mereka.. Mereka berdua bersama Simone berjalan dengan para Tentara Siliwangi untuk memulai sebuah petualangan berdarah di sebuah Negeri dan Planet yang asing.