Part 176 ~ Kecurigaan Bara
Part 176 ~ Kecurigaan Bara
Bara melengus kesal dan kecewa. Pencarian Dila tidak mudah. Penculikan sang istri di dalangi orang-orang yang berkuasa. Seorang pembunuh bisa menyusup dalam kantor polisi yang penjagaannya sangat ketat bahkan si pembunuh mengetahui jalan keluar dari kantor polisi. Pasti ada pihak dalam yang memberi petunjuk denah kantor polisi.
Bara menatap laut lepas sambil duduk selonjoran. Kakinya sangat lelah dan kram karena berlari. Perjuangan menemukan Dila belum menemui titik terang. Keberadaan Dila masih abu-abu. Bara mengusap wajahnya dengan kedua tangan, menyeka keringat yang membasahi pelipis. Pikirannya menerawang seraya merunut kejadian demi kejadian setelah penculikan Dila.
Bara mengambil kesimpulan jika di antara polisi ada yang menjadi mata-mata si penculik. Jika tak ada petunjuk dari orang dalam bagaimana si pembunuh tahu ruangan interogasi dan mengetahui jalan keluar dari sana?
Shit!! Bara mengumpat keras. Skenario apa yang sedang di susun oleh si penculik? Bara mengakui jika dirinya banyak musuh, tapi tak ada musuh yang berani melawannya karena tahu betapa mengerikan dan berbahayanya dia. Otaknya sibuk berpikir keras memikirkan beberapa kemungkinan.
Tim SAR berusaha keras menyelam untuk menemukan si pembunuh. Mereka bahkan menyelam dalam kedalaman 5 meter. Wanti-wanti jika si pembunuh tenggelam dan tubuhnya tergeletak di dasar laut. Dua orang perenang berusaha keras mencari namun setelah berputar-putar mereka tak menemukan apa-apa.
Para perenang naik ke atas dan melaporkan pencarian mereka tak membuahkan hasil. Si pembunuh tidak ditemukan.
"Aku yakin jika dia tidak bisa berenang jauh bos," kata Dian menggemukan pendapatnya.
"Aku juga berpendapat seperti itu Dian. Dia sudah terluka dan tak mungkin berenang jauh. Entah ada berapa nyawanya hingga bisa kabur dari kejaran kita."
"Tuan kami akan melanjutkan pencarian besok. Hari sudah malam. Kami akan membuat berita acara kematian Peter," kata inspektur polisi.
"Baik Sir. Terima kasih telah berusaha keras. Maaf merepotkan," kata Bara bersalaman dengan inspektur polisi.
"Mari kami antar," kata inspektur memberi tumpangan.
Dian dan Bara kembali ke resort untuk beristirahat. Mereka berdua tak bisa tidur karena memikirkan nasib Dila.
"Dian apa kamu merasakan kecurigaan yang sama denganku?" Bara bertanya pada Dian yang tidur selonjoran di sofa.
"Apa yang bos curigai?"
"Aku rasa salah satu polisi tadi ada yang menjadi mata-mata penculik Dila."
Dian bangkit dari sofa. Ia penasaran dengan analisis Bara.
"Maksud bos bagaimana?"
"Aku tidak yakin jika si pembunuh tahu ruang interogasi dan jalan keluar dari sana jika tak di beritahu oleh orang dalam. Penculik Dila bukan orang sembarangan. Dia memiliki kekuasaan dan pengaruh yang kuat di negara ini."
"Bos punya gambaran siapa yang menculik Dila?"
"Tidak sama sekali. Jika Wira, ayahnya Clara ada kemungkinan tapi dia sudah membalasku melalui Clara dan merebut tender bisnis kita."
"Egi tidak mungkin juga bos," kata Dian berkomentar."Siapa ya bos? Aku juga bingung."
"Apa aku minta bantuan Jimmy saja untuk membantu kita?" Dian mengemukakan pendapat.
"Siapa Jimmy?" Otak Bara berpikir keras.
"Dia temanku. Yang pernah aku ceritakan dulu. Dia bersikeras merekrutku untuk jadi anggota BIN."
"Apa tidak bahaya melibatkan dia?"
"Mau tidak mau kita minta bantuan dia bos. Setidaknya Jimmy bisa minta bantuan interpol untuk bantu mencari Dila. Lawan kita bukan orang biasa bos. Dia orang berbahaya dan memiliki pengaruh. Bos aku lupa menyampaikan satu hal pada bos. Jimmy mengatakan padaku jika si brengsek itu sudah kembali ke Indonesia. Kasus kita sudah di tutup makanya dia bisa kembali."
"Apakah ada kemungkinan dia yang melakukannya Dian?"
"Aku juga sependapat dengan bos?".
"Tapi kenapa harus Dila?"
"Karena Dila istrinya bos. Dia akan menyakiti orang-orang terdekat kita. Aku bahkan sudah menyembunyikan keluargaku agar si brengsek itu tidak menemukannya."
"Kenapa kamu baru cerita padaku?"
"Bos sedang bulan madu makanya aku tidak mau mengusik ketenangan bos dan Dila."
"Dian,menyangkut si brengsek itu kamu harus cerita padaku apa pun kondisinya. Dia itu bajingan laknat, psikopat. Aku takut dia melakukan hal yang sama pada Dila. Sedikit saja dia menyentuh istriku. Aku bersumpah akan membunuhnya. Ya Tuhan lindungilah istri hamba," ucap Bara menatap Langit-langit.
"Bos itu baru dugaanku, tapi belum tahu pasti bagaimana."
"Minta bantuan Tuan Smith. Beritakan kehilangan istriku di media cetak dan sosial. Jika perlu viralkan penculikan istriku di media lokal Australia biar orang-orang gempar. Jika kasus ini di up media akan membuat si penculik kelabakan. Makin banyak orang yang tahu makin banyak yang membantu pencarian Dila."
"Baik bos. Aku berharap bukan si brengsek itu pelakunya bos."
"Aku berharap juga begitu Dian. Aku tak bisa membayangkan jika dia benar-benar menculik Dila. Dia sudah memberikan mimpi buruk untuk kita berdua. Aku tak ingin dia menjadi mimpi buruk untuk Dila." Mata Bara berkaca-kaca.
Dian menyentuh bahu Bara memberikan ketenangan.
"Bos tenanglah. Orang sebaik Dila akan dilindungi oleh Tuhan. Aku yakin dia baik-baik saja."
"Mudah-mudahan Dila baik-baik saja. Aku akan mengutuk diriku sendiri jika sesuatu terjadi pada istriku."
"Bos jangan bicara seperti itu. Jangan pikirkan sesuatu yang buruk."
"Bagaimana aku tidak memikirkannya jika benar-benar si bajingan itu pelakunya? Dia sangat berbahaya Dian."
"Aku tahu bos."
*****
Ana tak dapat menyembunyikan kekesalan dan kesedihannya ketika mengetahui jika Peter telah tewas ditembak. Baru saja menginjakkan kaki di kantor polisi tiba-tiba listrik padam dan ia mendengarkan suara tembakan. Ia mendengar korban penembakan adalah Peter Anderson, adiknya.
Ana menangis terisak-isak. Adik satu-satunya telah pergi. Peter telah pergi meninggalkannya selama-lamanya. Ada penyesalan dalam dirinya kenapa ia harus memerintahkan adiknya untuk menculik Dila bersama Andrew. Biasanya misi mereka tak pernah gagal, namun kali ini Ana seakan menerima karma atas semua kejahatannya.
Ana menjadi kaki tangan Tuan dan orang yang paling setia. Apa pun perintah Tuan akan ia laksanakan. Ana adalah kepala pelayan multi fungsi. Ia bisa melakukan pekerjaan diluar pekerjaan pokoknya sebagai kepala pelayan.
Ana meringis menahan gejolak dalam hatinya. Ia ingin berteriak sekencang-kencangnya, menyalahkan takdir karena telah mengambil adiknya.
Ana mengikuti pengejaran polisi pada si pembunuh. Ia harus membuat perhitungan pada si pembunuh karena telah membunuh Peter, adik yang paling ia sayangi.
Saat polisi, tim SAR pergi dari pantai tempat si pembunuh meloncat. Ana menyisir pantai untuk mencari si pembunuh. Dugaan Ana benar si pembunuh masih ada di sekitar sana. Tadi ia menyelam seraya menahan napas agar polis tidak dapat menemukannya. Ketika polisi dan tim SAR pergi, si pembunuh keluar dari persembunyiannya.
Ketika si pembunuh naik ke atas ,Ana menampakkan diri dan menodongkan pistol. Tanpa aba-aba Ana menembak si pembunuh.
Si pembunuh terkapar dan tewas seketika. Tembakan Ana tepat mengenai jantung. Diliputi rasa penasaran Ana membuka topeng si pembunuh.
"Sialan kau Andrew," maki Ana ketika tahu si pembunuh adalah Andrew.
"Jika Andrew nekat membunuh Peter berarti Tuan yang memerintahkan dia." Wajah Ana memucat merasakan sinyal bahaya.