Part 140 ~ Pelajaran Untuk Egi
Part 140 ~ Pelajaran Untuk Egi
Bara memutuskan untuk tetap di bandara menunggu penerbangan selanjutnya karena jika ia pergi dari bandara takut waktunya tidak terkejar karena terjebak macet.
Dian sibuk dengan ponselnya seraya menghubungi seseorang. Dian mempunyai rencana yang harus diselesaikan sebelum pergi ke Australia.
"Bos aku akan menyusul untuk penerbangan besok harinya, lebih baik bos saja yang pergi dulu."
"Kenapa begitu Dian? Kenapa kau harus menyusul? Kenapa tidak pergi sama-sama?"
"Karena aku ada keperluan penting bos dengan keluargaku. Kemudian Alvin lagi sakit di pesantren. Katanya dia merindukan aku," kata Dian berbohong.
"Alvin adikmu?"
"Iya bos. Dia katanya merindukan aku."
"Sudah seharusnya dia merindukanmu. Kalian sudah lama tidak bertemu."
"Iya bos. Sudah lama sekali," balas Dian menggerutu. Kenapa dia harus menggunakan Alvin sebagai alasan, padahal ia sangat membenci adiknya.
"Baiklah kalau begitu. Kau harus menyusulku secepatnya. Aku tidak mungkin pergi ke pesta Tuhan Smith sendirian. Apa kata dunia? Aku seperti orang bodoh jika pergi sendiri."
"Baik bos, aku akan datang sebelum pesta dimulai. Lagian kan pestanya masih satu hari lagi. Kita datang lebih awal hanya untuk beristirahat karena perjalanan jauh."
"Ok," balas Bara mengangguk.
"Aku pamit bos," kata Dian menenteng ransel. Karena hanya sebentar di Australia Dian tak banyak membawa pakaian. Ia hanya membawa beberapa helai pakaian ganti dan pakaian pesta.
Sementara itu Egi berada di club Vegi. Ia pergi bermabuk-mabukan karena frustasi mendengar desahan Bara memanggil nama Dila ketika bercinta. Egi kecewa dan hatinya remuk. Bara benar-benar melupakannya dan memulai belajar kembali ke kodrat. Egi tidak terima kebersamaannya selama bertahun-tahun dengan Bara harus kandas karena kehadiran Dila.
Egi sudah menduga sebelumnya akan ada kejadian ini, makanya dulu ia nekat pergi ke Padang menggagalkan pernikahan Bara. Ia kesal karena saat itu dihalangi Dian. Rencananya gagal. Pernikahan Bara dan Dila telah merusak hubungan mereka. Sekarang mereka benar-benar telah bubar. Bara telah mencampakkannya. Egi menggerutu kesal mengingat Dian dan Dila. Kedua wanita itu merupakan penghalang terbesar hubungannya dengan Bara. Egi benar-benar membenci Dila, karena Dila, Bara telah berpaling dan melupakannya.
Seorang pria tampan berwajah bule mendekati Egi. Sedari tadi dia memperhatikan Egi yang terus meminum alkohol. Sudah dua botol habis, tapi Egi tak jua mabuk
Pria itu berdecak kagum karena Egi sangat kuat minum.
Ketika Egi akan menambah minumannya pria itu merebut gelas dari tangan Egi.
Egi pun marah dan mendorong pria tersebut hingga terhuyung. Emosinya meledak-ledak mengingat desahan Bara memanggil nama Dila ketika bercinta.
"Hentikan Egi. Lo sudah terlalu banyak minum," pria itu mengingatkan.
"Berikan gelasnya Samir, gue mau minum. Apa hak lo melarang gue minum?" bentak Egi seraya mendorong dada Samir.
"Lo udah terlalu banyak minum Gi."
"Bukan urusan lo ! Gue mau minum banyak atau sedikit suka-suka gue. Enggak ada hubungannya sama lo."
"Tapi gue peduli sama lo," kata Samir memelas. Ia juga seorang gay dan dari dulu menyukai Egi, namun ia harus mengalah karena tidak mau cari masalah dengan Bara. Punya masalah dengan Bara sama saja mencari mati.
"Buat apa lo peduli sama gue? Emang lo siapa gue?"
"Karena gue suka sama lo," jawab Samir jujur.
"Bullshit," balas Egi kasar. Ia sedang patah hati bisa-bisanya Samir mengakui perasaannya.
"Lo udah putus sama Bara? Gue dengar Bara udah belajar kembali ke kodrat. Daripada lo sedih mikirin dia mending lo sama gue aja," bujuk Samir memegang bahu Egi.
Egi menepis tangan Samir," Lepaskan tangan lo dari tubuh gue."
Terpaksa Samir melepaskan tangannya dari tubuh Egi. Ia tak mau membuat keributan.
"Ternyata lo disini," kata Dian tiba-tiba muncul di hadapan Egi.
"Nenek lampir kenapa lo disini?" hardik Egi emosi. Ia mau memukul Dian, tapi wanita itu menahan tangannya dan memelintir tangannya ke belakang.
"Gue sudah peringatkan sama lo. Jangan pernah ganggu Bara."
"Lepaskan gue nenek lampir," hardik Egi menahan sakit.
"Tidak akan gue lepaskan," kata Dian dingin dengan wajah gelap. Samir saja sampai ketakutan melihat Dian. Ia tahu jika Dian asisten pribadi Bara. Kemana pun Bara pergi selalu ada Dian. Samir juga tahu betapa mengerikan wanita itu sebagai kaki tangan Bara. Membunuh orang sama saja seperti membunuh semut.
"Lepaskan dia," kata Samir membela Egi.
"Jangan ikut campur," kata teman Dian mengacungkan senjatanya pada Samir.
Samir mengangkat kedua tangannya tanda menyerah dan tubuhnya mematung. Ia tidak mau mencari masalah jika tak ingin ditembak.
Dian melepaskan Egi dan menodongkan pistol ke arah Egi.
"Apa-apaan ini?" Egi semakin marah dan matanya melotot.
"Bergerak sedikit saja pistol ini akan menembus kepala lo," kata Dian memperingatkan.
Dian mendekati Egi yang gemetaran. Tak lama Dian menendang Egi hingga tersungkur. Club langsung heboh melihat keributan yang terjadi, tapi tak ada yang berani melerai ketika melihat Dian dan temannya membawa senjata. Mereka tak mau peluru itu menyasar di tubuh mereka. Pengunjung memilih membubarkan diri sebelum melihat peristiwa lebih lanjut.
"Brengsek," maki Egi menghapus darah dari bibirnya. Akibat tendangan Dian bibirnya robek dan berdarah.
Tak lama setelah itu Dian menendang Egi hingga mengenai mulutnya. Dian mengambil Egi dari lantai lalu memukul kepala, wajah, pundak, perut dan kaki Egi. Bahkan Dian sampai mematahkan kaki kanan Egi.
Egi melonglong kesakitan, tubuhnya babak belur bersimbah darah. Samir ingin menolong, tapi tertahan. Teman Dian menodongkan pistol padanya. Samir hampir menangis melihat kondisi Egi.
Dian menggertakkan jari dan menghampiri Egi,"Ini peringatan untuk lo karena telah berani menggoda bos.
Berapa kali harus gue katakan jangan pernah mengganggu bos. Lo tidak pernah mendengarkan apa kata gue, jadi terpaksa gue harus memberikan pelajaran buat lo. Jangan berharap Bara akan melindungi seperti biasa. Semuanya sudah berakhir Egi."
"Lo wanita terbodoh yang pernah gue temui," maki Egi meludahi Dian.
Dian tak terima dikatakan bodoh. Ia menginjak telapak kaki Egi hingga terdengar bunyi tulang patah.
"Awwwww sakit," peki Egi pilu.
Semua yang ada di club tak tahan mendengar pekikan Egi yang memilukan. Mereka tak menyangka wanita secantik dan seseksi Dian sangat mengerikan. Dian ibarat ular betina yang sangat mematikan.
"Terserah lo mau bilang gue bodoh atau bagaimana. Gue lebih rela memberikan Bara pada Dila daripada lo."
Dian melirik Samir,"Lo bereskan sampah ini," ujar Dian menunjuk Egi.
"Ok,", jawab Samir gemetar.
Dian melirik teman prianya memberi tanda untuk pergi dari club. Selepas mereka pergi, Egi memaki mereka dengan keras. Dengan telaten Samir membantu Egi dan melarikannya ke rumah sakit.