Part 58 ~ Pelantikan Bara ( 3 )
Part 58 ~ Pelantikan Bara ( 3 )
Dian pun berpikiran sama, moment makan siang ini akan ia manfaatkan untuk menggali informasi tentang Dila. Jika bisa ia akan mempengaruhi Dila untuk meminta haknya sebagai istri. Dian sempat ragu orang seperti Dila bisa ia pengaruhi apa tidak, namun tak salahnya untuk mencoba.
Mereka makan siang di salah satu restoran paling hits di kota Padang. Mereka memilih duduk dalam ruangan VIP agar lebih leluasa berbicara.
"Dila langganan sama Koko Andri juga?" Dian mulai membuka obrolan seraya menunggu makanan.
"Iya Dian. Keluarga kami sudah langganan bikin baju sama Koko Andri. Kamu juga sangat dekat sama Koko Andri."
"Aku emang dekat sama dia gara-gara bos. Semua keperluan bos ditangani sama dia. Bos enggak mau ganti designer karena udah cocok dan nyaman sama rancangan Koko Andri."
"Kalo aku liat kalian kayak anjing dan kucing."
"Dia selalu begitu sama aku Dila. Emang enggak ada akhlak si Koko. Padahal aku pelanggan VIP lo," balas Dian terkekeh.
"Bisa aja kamu. Aku boleh tanya sesuatu?"
"Tanya apa Dila?"
"Kenapa Bara berambisi jadi anggota DPRD padahal jika dilihat dari penghasilan lebih gedean penghasilannya dari usaha."
"Dila tanya ke aku? Kenapa enggak tanya sama bos langsung?"
"Tahu sama tahu aja Dian. Kami tidak sedekat itu untuk membicarakannya."
"Buat jadi dekat dong. Kalian suami istri masa tidak dekat."
"Kami dijodohkan Dian. Dulu memang dekat sebatas nasabah dan pihak bank. Nah sekarang kasusnya beda."
Dian menggenggam tangan Dila layaknya seorang sahabat.
"Kalian harus mulai dekat karena kalian suami istri. Kalian harus belajar menerima satu sama lain. Pernikahan kalian terjadi karena ada kalian memang berjodoh. Jodoh Tidak Pernah Salah dan tidak pernah tertukar Dila. Tuhanlah menyatukan kalian melalui perantara orang tua kalian. Aku juga sudah mengatakan pada bos agar bisa lebih dekat dengan kamu."
Dila balik mengelus tangan Dian.
"Kamu benar, cuma kadang aku berpikir seharusnya kamu yang cocok jadi istri Bara bukan aku," balas Dila memancing reaksi Dian.
Wajah Dian pias, tertohok mendengar ucapan Dila. Jika waktu bisa diulang, Dian ingin menjadi istri Bara dan mendampinginya. Harusnya yang menyandang nama Aldebaran Dian bukan Dila, tapi mau bagaimana lagi takdir tak menuliskan Bara dan Dian bersama.
"Omong kosong macam apa ini Dila?" balas Dian sambil tertawa mengalihkan rasa kagetnya.
Pelayan restoran datang mengantar pesanan mereka. Pembicaraan mereka terjeda beberapa waktu.
"Makan dulu ya Dil. Kebetulan aku lapar sekali," kata Dian mencicipi Chicken Curry Donburi.
Mereka makan dalam keheningan. Dila memesan Smoked Beff Carbonara dan Avocado Booster. Mereka menikmati makan siang dalam suasana hening.
"Alhamdulilah kenyang," kata Dila mengusap perutnya.
"Sama aku juga," balas Dian.
Dila mengambil tisu dan mengelap bibirnya,"Dian kamu belum menjawab pertanyaanku?"
"Pertanyaan yang mana?" Tanya Dian pura-pura tak tahu.
"Apa alasan suamiku ingin jadi anggota DPRD padahal penghasilannya sebagai pengusaha sangat besar? Jangan coba mengalihkan pembicaraan lagi, kalo tidak aku akan marah," ancam Dila pada Dian. Bukan maksud mengancam dalam arti sesungguhnya namun hanya gertakan.
Dian tertawa terbahak-bahak,"Lama-lama kamu mirip dengan bos Bara. Suka menggertak dan mengintimidasi. Pantas kalian jodoh, sifat kalian hampir mirip dan tegas."
"Sudahlah Dian. Jangan berbelit-belit. Jawab pertanyaanku."
Dian berdehem, mengambil segelas air dan meminumnya.
"Sebenernya bos jadi anggota DPRD hanya untuk melancarkan bisnisnya. Selama ini bisnis bos dihalangi anggota DPRD. Mereka memeras bos, jika bos tidak memberikan mereka uang, mereka akan menjegal bisnis bos dengan membuat UU baru. Bisnis bos di bidang pertambangan dan sawit sering dijegal dan jadi ladang uang oleh anggota dewan yang terhormat itu."
"Apa hanya itu alasannya? Tidak ada motif lain? Aku rasa bukan hanya itu saja alasan Bara jadi anggota dewan. Pasti ada tujuan lain dan Bara ingin menjadikan kota ini batu lompatan saja bukan?"
Wajah Dian berubah keruh, tapi dengan cepat ia berusaha tersenyum menutupi rasa kaget. Dila benar-benar tidak bisa ditebak dan makin terlihat menyeramkan. Dian merasa Dila telah mengetahui tentang Bara. Entah bagian mana yang sudah Dila ketahui, tapi Dian tak sabar ingin bercerita dengan Bara.
"Enggak seperti itu Dila. Mikirnya kejauhan. Oh ya Dila sudah lewat makan siang. Mari aku antar ke kantor," balas Dian menyudahi perbincangan mereka. Semakin lama bicara dengan Dila situasi semakin tidak menguntungkan.
Dila pintar sekali memancing pembicaraan dan Dian tak mau terjebak dengan Dila. Sengaja mengakhiri makan siang dengan cepat daripada masuk perangkap.
"Terima kasih untuk hari ini Dila," kata Dian dari atas mobil. Dila sudah turun dari mobil dan bersiap masuk kantor.
"Aku yang harus berterima kasih Dian. Kamu telah mengurus semua keperluan suamiku dan aku."
"Sudah tugasku. Next time kita ngobrol lagi Dila. Senang berjumpa denganmu," ucap Dian basa basi.
"Aku juga."
Dila melambaikan tangan pada Dian. Dila masuk kantor ketika mobil Dian sudah menghilang dari kantornya. Dila memasuki ruangannya dan segera menghubungi Naura.
Naura menelpon ketika ia makan siang dengan Dian. Dila sengaja tak mengangkatnya karena ingin mengorek informasi tentang suaminya.
:telephone_receiver: " Darimana saja Dil? Kenapa tadi tidak angkat telepon uni? Tadi mau ajak makan siang."
:telephone_receiver: "Maafkan aku uni. Tadi makan siang dengan Dian, sekretaris Bara. Tadi Dian membawa aku fititing baju untuk dipakai saat pelantikan Bara Minggu depan."
:telephone_receiver: "Congrats Dila. Sebentar lagi akan jadi istri dewan terlaknat," balas Naura dengan nada mencemooh.
:telephone_receiver: " Uni jangan mulai." Dila berkacak pinggang.
:telephone_receiver: " Wah ibu dewan sudah mulai naik darah," cecar Naura lagi sambil tertawa.
:telephone_receiver: "Uni..."
:telephone_receiver: " Iya Dila," balas Naura sok lembut. " Udah sekalian menyelam tadi? Korek informasi tentang Bara dari Dian?"
:telephone_receiver: " Sudah uni, sudah ditebak dia melindungi bosnya."
:telephone_receiver: "Butuh usaha yang keras untuk kamu mengorek informasi tentang Bara."
:telephone_receiver: "Banget uni. Aku heran kenapa mereka berdua tidak menikah saja? Selama itu mereka bersama kenapa tidak cinlok? Aku aja yang cewek liat Dian, sangat tertarik. Ia seperti sekretaris Kim dalam drama Korea Whats Wrong With Secretary Kim. Masa Bara tidak jatuh hati sama Dian?"
:telephone_receiver: "Benar sekali. Uni juga mikirnya kayak gitu. Mereka sangat dekat. Uni liat Dian sangat memahami Bara. Biasanya bos jika punya sekretaris seperti Dian bisa kalap lo. Kayak novel yang uni baca, mereka bercinta di kantor. Sensasinya gimana gitu."
:telephone_receiver: "Dasar dokter mesum," balas Dila mencibir sang kakak ipar."Jangan kumat dulu otak mesumnya uni."
:telephone_receiver: " Uni hanya cerita tentang novel yang uni baca."
:telephone_receiver: " Aku rasa Bara jadi anggota DPRD disini hanya untuk batu loncatan. Aku yakin dia punya tujuan besar. Aku yakin sekali ia ingin ke Senayan. Makanya dia merintis dari tanah kelahirannya dulu. Bara penuh misteri. Kadang dia lembut, kadang dia ketus padaku. Aku terpaksa mengalah karena tidak mau cari ribut. Malu dengan keluarga besar."
:telephone_receiver: " Kalian sudah menikah hampir tiga bulan. Apa Bara pernah meminta haknya sebagai suami?"
:telephone_receiver: "Alhamdulilah belum pernah uni."
:telephone_receiver: "Ini mencurigakan Dila. Lelaki normal mana tahan tidak menyentuh istrinya. Cinta urusan belakangan yang penting arus bawahnya tersalurkan."
:telephone_receiver: " Apa mungkin Bara melepaskan hasratnya pada Dian? Mungkin saja mereka memiliki hubungan, tapi mertuaku tidak menyetujui hubungan mereka."Dila berspekulasi.
:telephone_receiver: " Entahlah. Kita harus cari tahu dulu."
:telephone_receiver: " Aku penasaran uni. Pernikahan ini bukan main-main. Jika Bara satu visi denganku mungkin aku akan membuka hati dan menerima pernikahan ini dan melupakan Fatih."
:telephone_receiver: " Kita selidiki perlahan-lahan. Kamu masih mengharapkan Fatih ya?"
:telephone_receiver: " Dia cinta pertama dalam hidupku uni, sulit untuk melupakannya," balas Dila sendu.