Jodoh Tak Pernah Salah

Part 73 ~ Keterkejutan Anda ( 1 )



Part 73 ~ Keterkejutan Anda ( 1 )

3Dian manggut-manggut mendengar penjelasan Bara. Pantas saja Dila tak pernah percaya pada ucapannya karena Dila tahu ia berbohong.     

"Saat Dila tanya soal Hadi apa jawaban kamu?"     

"Aku bilang tidak tahu. Aku suruh tanya langsung sama bos."     

Bara menepuk jidatnya,"Aku lupa jika Dila juga menelepon dua hari yang lalu. Rencana mau telepon balik, tapi jadi lupa karena kunker."     

"Coba saja bos telepon dia mungkin istri bos kangen sama bos," balas Dian menggoda Bara.     

Bara merogoh saku celana mengambil smartphone. Ia segera menghubungi Dila.     

Perbincangan seru antara Dila, Anda dan Romi terhenti karena telepon dari Bara. Dila segera menjawab panggilan sang suami.     

:telephone_receiver: "Dila dua hari yang lalu kamu telepon aku?" Tanya Bara to the point.     

:telephone_receiver: "Iya Abang, tapi kamu tidak mengangkat telepon aku. Apa Dian tidak bilang padamu jika aku menelponnya juga?" Tanya Dila menyindir.     

:telephone_receiver:" Justru karena Dian mengingatkan aku, makanya aku menelpon kamu sekarang. Sebenarnya waktu itu mau telepon balik, tapi lupa karena sibuk kunker."     

:telephone_receiver: "Sibuk kunker, maafkan aku udah ganggu waktu abang," balas Dila dengan nada mencemooh. Benar-benar muak dengan kelakuan suaminya. Ia sangat kesal dan marah dengan Bara karena menghukum Hadi dengan kejam.     

:telephone_receiver: "Tidak Dila. Kamu tidak mengganggu aku. Masa istri telepon dibilang pengganggu," balas Bara berusaha menjilat. "Ada suara musik keras. Kamu ada dimana Dila? Enggak mungkin kamu menyetel musik dengan keras didalam kamar?"     

Bara melihat sekeliling karena musik yang ia dengar saat bertelepon dengan Dila sama dengan musik yang ia dengar sekarang.     

:telephone_receiver:" Aku mau ngabarin. Aku diklat di LPPI Jakarta. Aku juga di Jakarta sampai hari Minggu. Sekarang aku berada di club bersama temanku. Makanya ada suara musik yang begitu keras."     

:telephone_receiver: "Kamu di Jakarta?" Tanya Bara meyakinkan.     

:telephone_receiver: "Iya," jawab Dila singkat.     

Anda memberi tanda pada Dila bahwa ia pergi ke kamar mandi. Anda kebelet pipis. Dila mengangguk tanda mengerti kode Anda.     

:telephone_receiver:"Jangan bilang kamu ada di club hotel S...., kata Bara menebak.     

:telephone_receiver: "Jangan bilang abang berada disini juga?"     

:telephone_receiver:"Posisi kamu dimana?" Bara melihat sekeliling. Namun penerangan yang remang-remang ia tak bisa melihat sang istri.     

:telephone_receiver: " Aku duduk di meja bartender."     

:telephone_receiver: "Aku datang," kata Bara memutuskan sambungan telepon.     

Bara menoleh pada Dian," Ternyata Dila ada di Jakarta. Dia ada diklat dari kantor. Sekarang dia ada club sini juga."     

"Apa?" Dian bangkit dari tempat duduknya karena kaget. Sudah bisa dibayangkan jika akan ada perang dunia antara Dila dan Bara. Dila sangat marah dengan perbuatan Bara karena membalas Hadi dengan kejam.     

"Dila duduk di meja bartender. Ayo kesana," kata Bara mengajak Dian.     

"Bos duluan saja, aku menyusul," balas Dian menolak dengan halus.     

Bara menyusul Dila ke meja bartender. Bara sudah tahu jika perempuan muda yang menggunakan dress Zara warna hitam adalah istrinya. Dila terlihat mengobrol dengan bartender.     

Tanpa sungkan Bara memeluk Dila dari belakang.     

"Kenapa baru ngabarin sich Dil kalo di Jakarta?"     

Dila berusaha tenang menerima pelukan Bara. Sebenarnya risih juga melihat kelakuan Bara memeluknya di tempat umum, tapi namanya di club pemandangan seperti ini sudah lumrah, apalagi mereka suami istri. Bukan pasangan ONS.     

"Aku sudah mengabari dua hari yang lalu tapi suamiku sibuk," balas Dila sok lembut dan memasang senyum palsu. Ia melepaskan tangan Bara dari pinggangnya.     

Bara duduk di sebelah Dila,"Jangan menyindir Dila."     

"Aku tak menyindir abang saja yang merasa."     

Bara menopang dagu," Ternyata istriku juga bisa main ke club. Enggak nyangka ternyata istriku tak sepolos yang aku kira."     

Dila tersenyum kecut dan memikirkan kata-kata untuk membalas Bara.     

"Namanya juga pencitraan. Apa bedanya sama anggota dewan? Katanya kunker, studi banding untuk kemajuan daerah, nyatanya malah jalan-jalan trus bersenang-senang sama wanita. Anggota dewan tuli ketika mendengar keluhan rakyat, tapi mendadak mudeng ketika membahas uang dan wanita."     

Bara tak dapat menyembunyikan tawanya. Mulut istrinya ternyata berbisa bak ular.     

"Itulah realita kehidupan Dila. Baik diluar belum tentu baik didalam. Katanya pergi bersama teman kenapa cuma sendiri?" Bara mengalihkan pembicaraan.     

"Temanku lagi ke kamar mandi. Kebelet katanya."     

"Mana asisten abang kenapa dia tidak menemani?" Dila menanyakan keberadaan Dian.     

"Dian ada, cuma dia enggak mau ganggu kita. Katanya kamu ingin bicara penting denganku?"     

"Memang ada, tapi mending bahas di rumah saja. Enggak enak bahas disini."     

"Aku penasaran dengan cerita kamu. Bagaimana kita bicara di ruang VIP hanya ada kita berdua dan tak ada yang akan mendengar pembicaraan kita?" Bara mengedipkan sebelah matanya.     

"Nanti teman aku kehilangan."     

"Kasih pesan saja sama bartender.Jika kamu bersamaku. Nanti temanmu menyusul kita di ruang VIP. Aku sudah pesan tempat di VIP 4."     

Dila menoleh pada Romi yang sedang asik meracik minuman untuk para pengunjung.     

"Romi nanti kalo Anda balik bilang ke dia kalo aku ada di ruang VIP 4 bersama suamiku. Suruh aja dia nyusul kesana ya," kata Dila meninggalkan pesan.     

Bara merangkul Dila menuju ruang VIP 4. Dian menyaksikan interaksi keduanya. Ada kemajuan Bara memegang tangan Dila seolah tak mau lepas. Padahal dulu Bara anti bersentuhan dengan wanita. Bara meras jijik dan alergi. Dian melihat kemajuan dalam diri Bara semenjak menikah dengan Dila.     

Dila dan Bara masuk ke ruang VIP. Bara menekan bel memanggil pelayan. Ia memesan cemilan dan minuman.     

"Aku sungguh kaget istriku yang alim bisa dugem juga."     

"Aku hanya menemani teman. Kami sudah lama tidak ketemu. Aku hanya duduk di depan bartender dan minum jus."     

"Masa datang ke club hanya minum jus?" Tanya Bara mencemooh. Benar-benar lucu dan diluar nalar. Mana ada yang datang ke club jika hanya minum jus tanpa menikmati dunia malam?     

Biasanya orang datang ke club untuk bersenang - senang. Melepas penat rutinitas kerja, minum wine hingga mabuk, menari, dan cari pasangan untuk cinta satu malam.     

"Biarin. Suka-suka aku. Lagian aku hanya menemani Anda."     

"Siapa Anda?"     

"Temanku. Tepatnya teman kuliah dan juga teman satu kantor. Kami beda cabang. Anda dinas di bank MBC cabang Surabaya. Dia juga seorang kepala capem, sama seperti aku."     

Bara bertepuk tangan,"Teman istriku orang-orang hebat semua."     

"Bukankah pepatah pernah bilang jika ingin lihat sifat seseorang lihatlah dengan siapa ia berteman. Jika ia berteman dengan orang baik maka ia akan baik, jika berteman dengan orang buruk ia akan terbawa buruk. Permisalan teman itu seperti penjual minyak wangi dan tukang pandai besi. Adapun penjual minyak wangi, bisa jadi ia akan memberimu minyak wangi, atau kamu akan membeli darinya atau kamu akan mendapat bau harum darinya. Adapun tukang pandai besi, bisa jadi ia akan membuat pakaianmu terbakar, atau kamu akan mendapat bau yang tidak sedap darinya."     

"Kamu menyindirku?"     

"Kalo merasa."     

"Sepertinya kamu sangat marah padaku. Apa yang membuatmu marah?"     

"Apa Dian tidak cerita pada abang?"     

"Aku ingin mendengar langsung dari mulutmu. Jangan libatkan Dian dalam pembicaraan kita."     

"Tentu saja aku melibatkan Dian karena dia mengetahui semua tentang abang. Kalau bukan Dian pada siapa lagi aku bertanya? Dia sekretaris merangkap asisten pribadi abang."     

"Terus masalahnya apa sekarang?" Bara naik pitam karena sikap Dila sangat ketus padanya. Jika tak ingat Dila istrinya, anak dari rekan bisnis papanya, mungkin Bara akan mencekik Dila hingga lemas.     

"Aku tidak suka cara abang membalas perbuatan Hadi. Abang keterlaluan membalas perbuatannya. Apa yang dia lakukan tidak setimpal dengan apa yang abang lakukan. Terlalu berlebihan."     

"Hidup itu ada hukum tabur tuai Dila. Apa yang ia tanam itu yang akan ia tuai. Orang seperti Hadi pantas mendapatkan hukuman seperti itu. Kesombongannya harus dihancurkan. Dia sampah masyarakat dan ia duduk sebagai dewan hanya untuk memperkaya diri. Bukan memperjuangkan nasib rakyat, tapi nasibnya sendiri."     

"Abang pikir abang tidak sama dengan dia? Abang pikir aku tidak tahu jika abang akan menggunakan jabatan abang untuk memperlancar proyek di pemerintahan dan memonopoli semua proyek di pemerintahan?"     

Bara tertohok mendengar ucapan sang istri. Analisis Dila sangat tepat dan benar. Ia jadi senyum-senyum sendiri. IQ istrinya sangat tinggi.     

"Percuma aku berbohong. Kamu benar," kata Bara tersenyum licik.     

Melihat ekspresi tak bersalah Bara membuat Dila semakin naik darah. Jika tak ingat dosa menimpuk Bara, mungkin ia akan melakukannya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.