Part 80 ~ Keyakinan Anda
Part 80 ~ Keyakinan Anda
Bara dan Dian menatapnya tajam penuh kebencian.
"Jadi ini wanita yang mencoba memeras bos?"
"Benar sekali."
"Kau salah cari musuh adik kecil," kata Dian mencibir.
"Aku tidak cari musuh, aku hanya ingin kalian membagi uang kalian denganku. Bukankah kita saling menguntungkan? Rahasia Bara aman dan aku dapat uang."
Dian membuang ludah, seraya meremas rambut belakang Mira hingga berteriak kesakitan. Dian melototi Mira.
"Kau memang tidak tahu diri. Wartawan seperti kamu benar-benar tidak berguna. Kalian para wartawan hanya bisa memeras."
"Ingatkah kalian suatu slogan. Miliki media maka kalian akan menguasai dunia. Media bisa mencuci otak manusia. Yang benar jadi salah, salah menjadi benar. Kalian hanya perlu mengeluarkan sedikit uang buat membenarkan orientasi seksual Bara. Betapa hebohnya dunia bisnis jika mereka tahu pengusaha muda nan sukses dan terkenal ternyata bengkok. Reputasi itu mahal."
Bara menampar Mira dan mencekik lehernya bahkan tubuh Mira melayang di udara.
"Kau pikir kau siapa? Tidak ada yang bisa mengancam Aldebaran."
"Lepaskan aku," pinta Mira memelas. Ia kehabisan napas.
Bara melepas cengkramannya dan melempar tubuh Mira ke bawah.
Mira segera lari menuju kamar, namun diikuti Dian dan Bara. Saat bersamaan Anda sedang mencoba pakaian baru yang ia beli. Mendengar keributan dan jeritan Mira, ia ketakutan dan memutuskan masuk dalam lemari pakaian. Anda tidak menutup pintu lemari dengan penuh. Ia masih bisa mengintip.
"Kau pikir mentang-mentang wartawan bisa mengancam kami. Kami tidak mempan diberi ancaman seperti itu. Kau harus menerima akibat dari perbuatan kamu," kata Dian mendorong Mira hingga membentur nakas.
Pelipis Mira berdarah, kepalanya pusing.
"Keserakahanmu akan membunuhmu. Kau kehabisan uang bukan untuk beli narkoba? Baiklah aku akan memberikan kamu morfin dengan dosis tinggi dan kamu akan mati karena overdosis."
"Jangan," teriak Mira mengiba.
Anda menutup mulutnya agar tak mengeluarkan suara.
"Kenapa jangan? Bukankah kau suka pakai narkoba?" Mata Bara melirik tajam.
Bara melirik Dian memberikan instruksi. Dian mengeluarkan suntikan morfin dari saku sweater.
"Membusuklah di neraka," kata Dian menusukkan morfin di leher Mira. Seketika tubuh Mira kaku setelah morfin di suntikan. Ia tewas seketika karena dosis morfin sangat tinggi.
Bara melepaskan tubuh Mira dan membiarkannya tergeletak di lantai.
"Satu tikus kecil sudah lenyap. Polisi akan mengidentifikasi jika ia mati karena overdosis. Siapkan semua bukti-bukti pendukung."
"Baik bos," kata Dian meninggalkan kamar.
Anda memutuskan keluar dari lemari setelah Bara dan Dian pergi. Anda menangis tersedu-sedu melihat jasad Mira dan ia menggigil. Ia tak tahu harus berbuat apa. Ia merasa bersalah. Andai ia tak memberikan video ciuman Bara mungkin Mira tidak nekat memeras Bara dan akhirnya ia dibunuh.
Anda berjalan perlahan-lahan dari jendela kamar, namun karena ia ketakutan menimbulkan suara. Orang-orang Bara melihatnya.
Anda dengan langkah seribu berlari dari kejaran anak buah Bara. Ia ngos-ngosan menghindari Bara dan anak buahnya. Hujan begitu lebat malam itu, jalanan sepi. Percuma Anda berteriak tak ada yang mendengarnya.
Dian juga ikut mengejar Anda karena mendengar teriakan Bara.
Anda tersandung batu, Bara dapat mengejarnya
"Ternyata kau menyaksikan semuanya."
"Jangan bunuh aku. Aku tidak tahu apa-apa,"pinta Anda memelas.
"Bos dia harus mati. Dia bisa bersaksi memberatkan kita," kata Dian bersiap membunuh Anda.
Bara melambaikan tangan ke udara.
"Tidak usah. Dia tidak akan berani buka suara."
Bara mencekik leher Anda," Jika kamu tidak ingin bernasib sama dengan temanmu. Tutup mulutmu," ancam Bara dengan suara menggelegar.
"Jika kau berani bersuara atas kematian Mira. Kami tidak segan menghabisi keluargamu," ucap Dian menimpali.
Anda mengangguk pelan, bibirnya bergetar. Ia tak punya kekuatan melawan iblis yang ada didepannya. Anda tak mau keluarganya mendapat bencana karena perbuatannya.
Anda kabur setelah Bara melepaskannya. Malam ini adalah malam terburuk dalam hidupnya. Dengan mata dan kepalanya ia melihat Mira tewas meregang nyawa. Ia menangis sesenggukan.
Esok harinya berita kematian Mira dirilis di media. Mira dinyatakan tewas karena overdosis. Bara dan suruhannya begitu rapi mengatur segalanya. Kematian Mira terlihat wajar seperti overdosis karena Mira memang seorang pencandu narkoba. Uangnya habis karena kecanduan narkoba.
Anda depresi karena kejadian itu dan memutuskan kembali ke kampung halamannya di Surabaya. Untung saja permintaan pindah ke Surabaya di setujui, jika tidak Anda akan resign. Jakarta memberikan kenangan buruk untuknya.
"Mira," teriak Anda menggigau.
Dila bangun karena teriakan Anda. Ia mendekati Anda dan memeluknya.
"Anda lo kenapa?"Dila semakin khawatir. Sikap Anda berubah drastis setelah pulang clubbing.
Dila mengambil segelas air putih dan memberikannya pada Anda.
"Minum dulu Anda," kata Dila menyodorkan air putih.
"Lo kenapa? Sejak pulang dari club tadi sikap lo aneh banget. Ini bukan Anda yang gue kenal. Gue khawatir Anda."
Anda menatap Dila dengan tatapan sendu, ia ingin cerita tapi takut. Bara bukan orang sembarangan dan sangat berbahaya. Ia hanya bisa menangis.
"Siapa Mira? Tadi lo menggigau memanggil namanya."
Anda tetap diam tak bersuara. Dila jadi malas menanyai lebih lanjut.
"Jika lo enggak mau cerita gapapa. Mending lo tidur lagi. Pagi ini diklat terakhir kita sebelum pulang. Goog Night Anda." Dila mengecup kening Anda.
Anda menarik tangan Dila, tak rela sahabatnya pergi.
"Dila gue mau tanya satu hal sama lo."
"Tanya apa?"
"Gue tahu suatu kebenaran, tapi gue tidak bisa mengatakannya karena apa yang gue ketahui mengancam nyawa gue dan keluarga."
"Maksudnya?" Dila tak mengerti arah pembicaraan Anda.
"Apa ada hubungannya dengan Mira?" Anda mengangguk.
"Kenapa Mira?"
"Gue sudah meninggal Dila."
"Turut berduka cita Anda. Mira pasti teman dekat lo makanya lo sesedih ini."
"Tidak hanya sekedar teman dekat, dia sudah gue anggap saudara."
"Jangan lupa doakan Mira setiap lo sholat. Biar diampuni dosa-dosanya dan dilapangkan kuburnya."
"Gue ingin cerita sama lo, tapi gue ragu dan takut," kata Anda menangis pilu seraya memeluk Dila.
"Kenapa takut Anda?"
"Sebenarnya Mira meninggal karena dibunuh.....," isak Anda.
Dila melepaskan pelukan Anda. Ia benar-benar kaget dan shock. Wajahnya pucat.
"Mira dibunuh dan gue menyaksikannya pembunuhan itu, tapi sang pembunuh mengancam gue. Akan menghabisi gue jika buka suara."
"Apa?"
"Gue dulu punya sahabat dekat waktu masih dinas di MBC Jakarta. Namanya Mira. Gue dan Mira tinggal dalam satu kontrakan. Mira seorang wartawan majalah bisnis. Tiap malam kami pergi clubbing melepas penat. Saat itu ada pengunjung club yang sangat menarik perhatian kami berdua. Dia sangat tampan dan sukses. Cuma dia tertutup dengan media. Mira mendapatkan tugas dari atasannya untuk mewawancarai pengusaha muda itu." Anda mulai bercerita.
"Terus?"
"Mira mendekatinya. Gue kira Mira menyukai ternyata tidak. Ia mendekati sang pengusaha hanya untuk diminta wawancara. Suatu malam ketika mabuk, gue pergi ke kamar mandi. Kebetulan kamar mandi cewek penuh dan gue pergi ke kamar mandi cowok karena kebelet. Gue mendapat kejutan di kamar mandi cowok. Pengusaha muda yang diincar Mira ternyata gay. Gue melihatnya berciuman dengan cowok. Refleks gue merekam adegan menjijikkan itu dan memberi tahu Mira."
"Lalu?" Dila semakin tertarik mendengar cerita Anda.
"Mira menggunakan video itu untuk memeras si pengusaha. Pengusaha itu marah dan membunuh Mira dengan menyuntikkan morfin dengan dosis tinggi."
Tubuh Dila meremang mendengar cerita Anda. Begitu menakutkan baginya.
"Lo menyaksikan dia membunuh Mira?"
"Iya."
"Pengusaha itu membunuh Mira karena merasa diperas dan tak mau indentitasnya sebagai gay ketahuan?" Dila menganalisis.
"Lo benar."
"Lo ketemu pelaku pembunuh Mira di club?"
"Benar," jawab Anda terisak-isak.
Dila memeluk Anda dengan erat seakan memberi perlindungan.
"Jika jujur akan membahayakan keluarga lo lebih baik diam saja. Tapi jika lo ingin menegakkan keadilan bersuaralah."