Part 94 ~ Pertengkaran Bara dan Dila
Part 94 ~ Pertengkaran Bara dan Dila
"Dila aku bisa menjelaskan semuanya. Dia menjebak aku," kata Bara panik menunjuk Egi.
"Dijebak?" sarkas Dila memperlihatkan foto mesra Bara dan Egi dari smartphonenya. Dila mendapatkan foto itu dari email yang ia terima dari Clara.
Bara semakin kelabakan dan tak bisa mengelak.Ia semakin dikuliti. Bara menatap tajam pada Egi , tak menyangka ia akan dikhianati dan dijebak seperti ini. Bara akan memberikan Egi pelajaran setelah urusannya selesai dengan Dila.
"Aku kecewa padamu Bara, bukannya aku mencintaimu, tapi karena kau membohongi aku. Kau anggap aku apa? Kau melakukan perbuatan terkutuk di malam sangeet Hari. Menodai kesucian pernikahan. Keluarga besar kita berkumpul disini dan kau berbuat mesum di tempat yang sama dengan kekasih priamu."
"Pantas saja dia," omel Dila menunjuk Egi.
" Pantas saja dia kelihatan tidak senang ketika menghadiri pesta pernikahan kita. Dia juga datang ke tempat honeymoon kita. Dan aku yakin dia juga yang mencoba membunuhku ketika berenang. Sudah terlalu banyak kebohongan demi kebohongan yang kau lakukan."
"Dila aku akan menjelaskan semuanya," jawab Bara berusaha membujuk Dila.
"Tak ada yang perlu dijelaskan lagi. Time is over. Untung saja aku mengetahui fakta ini lebih cepat. Aku jijik melihatmu. Jangan sentuh aku!"
Bara berusaha mendekati Dila, tapi sang istri menghindar dan menepisnya.
"Aku dijebak Dila."
"Dijebak tapi kau menikmati ciumannnya? Dijebak saja kau sudah bernafsu seperti itu, apalagi jika sukarela, pasti lebih panas dari yang tadi," sarkas Dila mencibir kasar.
"Kau benar-benar memalukan. Kau membuat malu kedua orang tuamu, membuat aku malu, menginjak harga diriku sebagai istri. Tak kau pikirkan bagaimana hancurnya perasaan mama dan papa mengetahui anak mereka satu-satunya menyimpang? Kau menyalahi kodrat sebagai manusia? Tahukah kamu jika tak ada tempat untuk LGBT? Perbuatan kalian terkutuk dan dilaknat oleh Tuhan! Aku tak bisa mentolerir kesalahanmu!"
"Lalu apa mau kamu?" Pekik Bara bak petir di siang bolong.
"Jangan pernah menghardik aku!" ketus Dila berteriak.
"Ayahku saja tidak pernah menghardik aku dan kamu beraninya menghardik aku atas kesalahan yang kamu lakukan."
"Jangan jadi istri durhaka Dila. Jika kau tahu agama, harusnya kau tahu bagaimana bersikap pada suami."
"Cih....." dengus Dila membuang ludah.
"Jika kau tahu agama, kau tidak akan menjadi seorang gay. Jangan pernah mengajari aku jika kau saja jauh lebih buruk."
"Diam! Jangan memancing kemarahanku."
"Kau yang harusnya diam," balas Dila tak kalah sengit.
"Aku akan memberi tahu keluarga tentang kamu dan aku akan membatalkan pernikahan kita. Tuhan masih sayang padaku hingga menunjukan kebusukan kamu. Untung kita baru menikah tiga bulan."
"Please... jangan beritahu keluarga kita," kata Bara memohon. Seumur-umur baru kali ini Bara memohon pada seseorang setelah kejadian pemerkosaan lima belas tahun yang lalu.
"Tidak bisa. Aku tetap dengan keputusanku," tolak Dila tegas.
"Jangan katakan Dila, mamaku sakit jantung. Beliau tidak bisa mendengarkan berita buruk. Aku takut jantungnya kumat."
"Jika kau ingat mama memiliki sakit jantung seharusnya kau tidak melakukan hubungan terlarang ini. Kau menghancurkan hati orang tuamu Bara. Mereka merasa gagal mendidikmu hingga kau melenceng seperti ini. Tak kau pikirkan hinaaan dan cibiran yang akan mereka terima jika orang-orang mengetahui jati dirimu?"
"Semuanya tidak akan tahu jika kamu tidak buka mulut. Jadi tutup mulutmu, jika tidak....."
"Jika tidak apa?" Tantang Dila menatap manik mata Bara.
"Jika tidak aku akan berbuat nekat," ujar Bara menunjukkan sifat aslinya.
"Kau akan membunuhku seperti Mira?"
Deg.....jantung Bara serasa berhenti berdetak. Darimana Dila tahu soal Mira? Dila sepertinya sudah banyak tahu tentangnya.
Bara menyeret Dila ke kamar yang ada di paviliun dan menguncinya dari luar. Bara kembali ke ruang tengah. Ia kalap menghajar Egi membabi buta.
Dila berteriak histeris meminta dilepaskan, namun teriakannya tak digubris.
Egi kewalahan menghadapi Bara, wajahnya memar akibat pukulan Bara. Tinju Bara melayang ke udara, ketika Clara mengacungkan pistol di kepalanya.
"Hentikan Bara!" kata Clara tiba-tiba muncul.
Bara melepaskan Egi dan menatap Clara dengan penuh kebencian.
"Jadi lo otak dari semua ini?"
"Pertanyaan yang tak butuh jawaban. Lo sudah tahu jawabannya."
"Brengsek," umpat Bara kasar. Ia ingin memukul Clara, tapi wanita itu sudah mengancungkan senjata padanya.
"Jangan mendekat jika tidak ingin senjata ini meledakkan kepala lo," ucap Clara mengingatkan.
Langkah Bara tertahan, ia berdiri mematung.
"Apa tujuan lo?"
"Memberikan lo sedikit pelajaran."
" Jika tujuan lo ingin memiliki Egi seutuhnya silakan. Gue tidak akan melarang hubungan kalian. Ambil saja!"
"Lo pikir Egi barang bisa lo kasih begitu saja. Tidak semudah itu Bara. Egi itu manusia, punya hati dan perasaan. Demi ambisi, lo tega membuang dia setelah selama ini memberikan kebahagiaan dan kenikmatan pada lo."
"Jangan berputar-putar. Katakan saja apa tujuan lo wanita ular?"
"Hahaha....." Clara tertawa terbahak mentertawakan kekalahan Bara.
"Tujuan gue melibatkan istri karena gue kasihan wanita sebaik dia harus menikah dengan gay seperti lo. Tujuan gue kalian bercerai. Tentu akan viral di media masa. Ketua DPRD Sumbar digugat cerai sang istri. Pasti akan jadi pertanyaan bagi masyarakat. Setidaknya kebusukan lo akan terbongkar. Istri ketua DPRD Sumbar meminta cerai karena sang suami gay. Waw akan jadi trending topik. Reputasi lo hancur, didesak mundur. Secara tidak langsung berita itu akan menghancurkan karier politik dan bisnis lo. Reputasi itu mahal Bara dan lo harus membayarnya."
"Lo benar-benar licik," geram Bara mengepalkan tangan.
"Sesama licik dilarang saling menghujat. Licik mana lo daripada gue? Beraninya lo merebut tender milik perusahaan papa, padahal dari awal tender itu sudah jadi milik papa. Ingat hukum tabur tuai Bara. Apa yang lo tabur itu yang akan lo tuai. Jangan salahkan gue melakukan semua ini."
"Jadi lo anak Wira Setiawan?"
"Tepat sekali," balas Clara memberikan tepuk tangan.
"Lo pintar sekali. Kemana saja selama ini? Kok tidak tahu gue anak Wira Setiawan? Lo sudah bermain api. Sekarang api itu sedang membakar lo. Papa gue tidak pernah cari musuh, tapi sekali bertemu musuh pantang untuk mengelakkannya."
"Egi bangun," titah Clara dingin.
"Mari kita pergi tinggalkan tempat ini. Urusan kita sudah selesai. Tinggal menunggu berita perceraian Bara dari media."
Egi bangkit dibantu Clara.
"Jangan coba-coba mendekat," kata Clara mengingatkan lagi.
"Jika tidak peluru ini bersarang di dada lo!"
Bara tak berkutik melihat kepergian Clara dan Egi. Dalam satu tepukan Clara menghancurkannya berkeping-keping.