Part 119 ~ Curahan Hati Dila dan Bara
Part 119 ~ Curahan Hati Dila dan Bara
Bara mengambil segelas air dan memberinya pada sang istri.
"Terima kasih," jawab Dila terisak-isak.
Bara menunduk menghapus air mata sang istri.
"Sudah. Jangan menangis. Jangan pikirkan ucapan ayah. Ayah hanya emosi."
"Kau tidak mengerti Bara. Bagaimana perasaanku karena kau pria. Selalu dalam pikiran masyarakat jika pasangan belum dikaruniai anak pasti yang disalahkan perempuan. Selalu perempuan yang disudutkan."
"Sudahlah jangan terlalu dipikirkan. Masuk telinga kanan, keluar telinga kiri."
"Kau bisa berkata seperti itu karena kau pria. Aku tidak bisa."
"Sudahlah. Hari masih pagi. Jangan cari ribut, tidak baik. Cepat kemasi barang-barangmu."
Dila mendorong Bara hingga terhuyung."Dan kau memperkeruh suasana dengan mengajakku keluar dari rumah ini. Kau pasti ada maksud tersembunyi mengajak aku pindah ke danau teduh, biar kau leluasa berpacaran dengan kekasih priamu itu."
"Dila kau selalu berpikiran buruk tentang aku."
"Bagaimana aku tidak berpikiran buruk? Yang aku lihat dalam dirimu hanya keburukan, kau tak ada baik-baiknya. Menikah denganmu suatu bencana. Aku orang paling malang dalam keluarga ini. Aku dicap perawan tua karena aku setia menunggu Fatih yang sedang bersekolah di Mesir dan mencapai impiannya. Dia ingin memantaskan diri agar posisi kami sejajar. Setelah sekian lama aku menunggunya, nyatanya aku malah menikah denganmu," kata Dila terisak.
"Takdirku mengenaskan. Entah apa yang salah denganku hingga menderita seperti ini. Sekian lama aku menunggu Fatih, aku menikah dengan kamu. Bagaimana dengan Fatih yang juga setia disana? Dia rela pergi jauh agar sejajar posisinya dengan keluarga kami. Dia tidak mau dihina dan mempermalukan aku karena statusnya mantan anak ART keluarga kami."
Dila memukul dada Bara dengan keras. Walau ia kesakitan, tapi membiarkan Dila melakukannya. Hati kecilnya tersentuh melihat tangis dan curhatan Dila.
"Aku laksana Layla yang merindukan Qais. Kisah aku, kau dan Fatih hampir sama dengan kisah Layla Majnun. Aku dan Fatih saling mencintai, tapi kami tak bisa bersatu. Aku menikah dengan pria lain yaitu kau. Sementara aku disini tak mencintaimu dan aku tertekan dengan statusmu seorang gay. Kurang beruntung apa lagi aku Bara?"
"Maafkan aku," balas Bara lirih.
"Aku menikah di usia tiga puluh tahun yang sudah dicap perawan tua. Mereka menyumpahi aku karena terlalu pilih-pilih pasangan, menganggap aku matre. Mereka berpikir aku akan mencari lelaki yang lebih kaya dari keluarga kami. Aku tidak pernah berpikir seperti itu. Aku mencintai Fatih yang hanya anak seorang ART. Aku mencintainya karena kebaikan dan kesalehannya. Dia lelaki paling baik dan sopan yang pernah aku temui. Menikah dengannya akan memberikan aku kebahagiaan dunia dan akhirat, tapi apa? Semuanya hanya mimpi dan kau mimpi buruk dalam hidupku. Menikah di usia matang, sudah tidak mencintaimu dan kamu gay. Betapa malangnya aku disini."
"Dila jangan menyalahkan takdir. Jodoh Tak Pernah Salah. Dalam Lahul Mahfud sudah ditakdirkan kau menjadi istriku."
"Tahu apa kau tentang agama dan Lahul Mahfud? Jika kau tahu agama kau tidak akan menjadi seorang gay."
"Aku seperti ini, juga bukan kehendakku."
"Jika kau mau berubah kau akan berubah. Perubahan terbesar dimulai dari mindset kita. Jika kau mau berubah menjadi straight kau akan straight."
"Kau tidak akan pernah mengerti jika tidak berada di posisiku."
"Aku mengerti dan sangat mengerti. Kau dan Dian trauma akan pemerkosaan lima belas tahun yang lalu dan kau juga menjadi korban pemerkosaan saat kuliah di London bukan?"
Bara terhenyak, tak menyangka Dila sudah mengetahui masa lalunya. Bara menarik tangan Dila agar lebih dekat dengannya.
"Darimana kau tahu tentang masa laluku dan Dian?" Tanyanya mengintimidasi.
"Kau pikir hanya kau yang bisa mencari informasi tentang aku dan Fatih. Aku juga bisa Bara."
"Cepat katakan Dila. Darimana kau tahu?"
"Kau tak perlu tahu yang jelas aku tahu masa lalumu. Kenapa kau menjadi gay. Aku juga mengajak kau medical check up untuk memastikan kesehatanmu."
"Kau menipuku," geram Bara.
"Kau pikir hanya kau yang bisa menipuku? Aku juga bisa. Kau pikir aku tidak takut dekat denganmu. Kau gay dan bisa saja punya penyakit karena berhubungan dengan Egi."
"Aku bersih dan selalu memeriksakan kesehatanku. Seberapa banyak kau mengetahui tentang aku."
"Pembunuhan Mira, hubunganmu dengan Egi dan Clara."
"Shit!" Bara menggeram kesal. Ia membanting barang-barang yang ada di kamar. Biang keladi dari semua ini adalah Egi dan Clara. Berarti pada saat malam sangeet Hari mereka bertiga bertemu. Bara tak menyangka, Dila tak sepolos pikirannya. Dibalik sikap tenangnya memiliki racun yang mematikan.
"Bara kita sama-sama tak beruntung dalam pernikahan ini."
"Lantas kau mau apa?"
"Apa kau mau kembali ke kodrat?" Bujuk Dila bicara dengan lembut. Ia harus menunaikan janjinya pada Herman setelah itu ia pergi dari kehidupan Bara.
"Aku ingin Dila, tapi tak bisa," pekik Bara frustasi.
"Kau bisa sembuh Bara jika kau mau. Ingat perubahan terbesar dimulai dari mindset kita. Jika mindsetmu kau bisa straight kau akan straight. Aku ingat perkataan perdana menteri Inggris yang pertama, Margareth Thatcher. Perhatikan apa yang kita pikirkan, karena itu akan keluar menjadi ucapan, menjadi kata-kata. Perhatikan apa yang kita ucapkan karena itu akan keluar menjadi tindakan, menjadi actions. Perhatikan apa yang kita lakukan, karena ketika itu diulang-ulang terus dia akan menjadi habits (kebiasaan). Perhatikan kebiasaan kita mulai dari mata terbuka, sampai tertutup lagi karena itu akan menjadi karakter. Perhatikan karakter kita karena demikianlah takdir kita. Jadi apa yang kita pikirkan itulah takdir kita. Kau menjadi gay dan tak bisa sembuh karena kamu berpikir gay tidak akan bisa sembuh."
"Urusan Kun Fayakun itu urusan yang Maha Kuasa. Urusan kita berikhtiar semaksimal mungkin. Jangan salahkan orang-orang yang terbiasa baca Alquran minimal satu juz. Jika tak baca Alquran barang sehari akan ada yang kurang sehingga takdir mereka menjadi seorang hafiz dan hafizah Qur-an. Mereka terbiasa seperti itu. Selama ini mindset kamu diisi dengan nutrisi apa?"
Bara hening dan tak menjawab. Ia mencerna setiap kata-kata Dila. Apa yang disampaikan sang istri merasuk dalam sanubarinya. Ia kalah telak.
"Apa yang kamu baca? Apa yang kamu lihat? Apa yang kamu dengar? Apa yang kamu serap? Bagaimana habits (kebiasaan) kita akan terbentuk. Dan arahnya akan kesana. Takdir kamu sekarang seorang gay tak lepas dari kebiasaan kamu. Jika kamu masih berkumpul dengan komunitas gay, berhubungan dengan Egi, maka kau tidak akan pernah sembuh."