Jodoh Tak Pernah Salah

Part 174 ~ Kemarahan Dian



Part 174 ~ Kemarahan Dian

0Dian akan mengintrogasi Peter. Dian sangat ahli dalam negosiasi dan bisa mengubah pikiran orang lain. Hanya pikiran Bara yang tak bisa ia pengaruhi, jika ia berhasil melakukannya tentu Bara sudah straight dari dulu. Para polisi sudah menginterogasi Peter, namun Peter tak mau buka mulut. Ia bersikeras akan merahasiakannya sampai mati.     

Kecantikan Dian membuat para polisi pulau Rottnest terpesona. Wajah khas Asia sangat menarik bagi bule Australia. Gadis seperti Dian banyak digilai para pria benua kanggguru. Mereka penasaran bagaimana cara Dian membuat Peter bicara.     

"Selamat malam Peter," sapa Dian ramah. Ia mengambil kursi dan duduk di depan Peter yang tertunduk lesu.     

"Namamu Peter bukan?" tanya Dian masih ramah. Ia tersenyum nakal dan memperlihatkan kecentilannya.     

"Astaga Dian apa yang kamu lakukan?" Komentar Bara melihat layar monitor Dian dalam mode genit. Bara sudah menduga apa yang akan dilakukan Dian selanjutnya pada Peter jika tidak bicara.     

"Anda bicara apa Tuan?" Tanya kepala polisi karena Bara bicara dalam bahasa Indonesia.     

"Aku mengomentari sekretarisku. Jika dia mode genit seperti itu menginterogasi Peter aku tak kuat melihat apa yang akan dia lakukan selanjutnya."     

"Apa yang akan dia lakukan?" Tanya kepala polisi kebingungan.     

"Anda lihat saja nanti apa yang dilakukan sekretarisku."     

"Menarik dan aku penasaran," kata kepala polisi tersenyum nakal.     

Dian berjalan mengelilingi Peter. Pria bule itu dalam mode siap siaga dan bergeming dengan rayuan Dian.     

"Peter kamu kenapa diam saja? Apa kau tidak tertarik padaku," kata Dian melepaskan dua buah kancing kemejanya hingga memperlihatkan belahan dada montok.     

Seperti yang sudah Bara duga. Dian akan melakukan aksi gilanya. Bara menutup mata melihat kelakuan sang sekretaris. Sementara para polisi yang satu ruangan dengan Bara bersorak riang ketika Dian membuka dua kancing kemejanya dan memperlihatkan belahan dada.     

"Menarik," kata polisi keceplosan.     

"Apa kau pelacur yang dibayar polisi untuk memintaku buka mulut?" Tanya Peter. Setelah ribuan purnama akhirnya ia bicara.     

Dian tertawa terbahak-bahak. Ia tak marah dikatakan pelacur karena memang cara yang ia gunakan bak pelacur menjajakan diri.     

"Akhirnya kamu buka suara," kata Dian kembali duduk di kursi.     

"Apa maumu?"     

"Mauku? Jika aku mau bercinta denganmu disini bagaimana?" Pancing Dian dengan suara sensual. Nada bicaranya mendayu-dayu seakan mendesah.     

"Kau jangan gila nona."     

"Aku bisa gila jika bertemu pria setampan kamu," balas Dian masih mode genit. Ia melepaskan sepatunya dan mengarahkan kakinya ke selangkangan Peter. Ia menyentuh kejantanan Peter bahkan menekannya memberikan efek kejut. Para polisi yang seruangan dengan Bara berteriak histeris melihat kenakalan Dian.     

Peter shock dan kaget mendapatkan perlakuan tak senonoh dari Dian.     

"Apa yang kau lakukan? Kau gila. Orang-orang bisa melihat kita."     

"Tidak apa-apa. Sekalian mereka mendapatkan pertunjukan gratis."     

"Apa tujuan kamu menemuiku?"     

"Jika aku katakan aku akan membunuhmu apa kau percaya?" Dian dalam mode galak.     

"Kau jangan bercanda. Wanita seperti kamu akan membunuhku? Ini kantor polisi nona dan kau akan ketahuan. Katakan kau kiriman Andrew atau kakakku?" Tanya Peter emosi.     

"Setelah aku melakukan tugas dari mereka dan aku tertangkap, mereka malah mengirimkan malaikat maut untukku."     

"Itu kau tahu," kata Dian menyembunyikan rasa kagetnya. Otaknya berpikir siapa Andrew dan siapa kakaknya Peter. Matanya melirik CCTV seolah memberi kode Bara.     

"Bantu aku lacak siapa kakaknya Peter dan Andrew," kata Bara pada polisi. Ia cepat menangkap kode Dian untuk melacak siapa kakak Peter. Jika identitas kakaknya Peter ketahuan, maka mereka akan tahu motif penculikan Dila dan dimana Dila disembunyikan.     

"Baik," kata kepala polisi. Anggotanya segera melacak silsilah keluarga Peter melalui aplikasi penduduk. Butuh waktu untuk menarik data dari aplikasi itu.     

"Aku kasian padamu," kata Dian menatap tajam Peter seolah ingin memakannya.     

"Aku sekarang datang untuk menghabisi nyawamu." Dian mendekatik Peter dan mengeluarkan belati kecil dari saku celananya. Ia mengarahkan belati ke leher Peter seakan akan menyembelih laki-laki itu.     

"Apa yang dia lakukan," teriak polisi. Mereka akan keluar menuju ruang interogasi namun dicegah Bara.     

"Peter tidak akan dihabisi Dian. Itu cara dia membuat Peter buka mulut. Tuan Smith taruhannya jika Dian membunuh Peter."     

Para polisi menghentikan langkah mereka karena jaminannya Tuan Smith. Mereka menatap layar monitor. Mata mereka tak berkedip melihat aksi Dian selanjutnya.     

"Bagaimana Peter. Sakit bukan? Saat kita butuh bantuan Andrew dan kakakmu malah mengirim orang untuk menghabisimu. Katakan kau ingin dibunuh berapan tusukan."     

"Keparat kalian," teriak Peter frustasi. Ia merasa dikhianati. Saat butuh bantuan Andrew dan Ana malah mengirimkan malaikat maut untuknya.     

"Tolong aku. Wanita ini ingin membunuhku," teriak Peter agar para polisi datang menyelamatkannya.     

"Percuma saja kau berteriak, mereka tidak akan datang. Mereka sudah disuap untuk menutup mata dan telinga apa yang akan terjadi disini. Kematian kamu akan dikatakan bunuh diri."     

"Dasar pelacur," maki Peter melempar kursi pada Dian. Ia mengamuk dan memukul Dian.     

Dian menghindar sehingga pukulan Peter hanya jadi angin. Ia menendang Dian namun wanita itu bisa menghindar dan memukul balik Peter. Dian memelintir tangan Peter dan menyandarkan kepalanya ke meja.     

"Sebelum belati ini menusuk lehermu, aku ingin tahu kenapa Andrew dan kakakmu ingin membunuh kamu?"     

"Kau tidak perlu tahu," balas Peter memberontak namun kakinya ditendang seakan dipatahkan. Ia meringis kesakitan. Menurut Peter racun yang paling berbahaya di dunia ini adalah wanita seperti Dian. Wajah cantik dengan tubuh aduhai, namun siapa sangka wanita iblis yang sanggup menghabisi nyawa seseorang. Kecantikannya menipu pria dan membuat para pria lemah.     

"Sudah mau mati masih saja bersikeras."     

"Kenapa kau tidak tanya saja pada mereka," pekik Peter histeris.     

Dian manggut-manggut, "Mereka tak mau bicara, jika mau bicara aku tidak perlu bicara padamu Peter. Aku sungguh penasaran kenapa seorang kakak tega membayar orang untuk menghabisi nyawa adiknya sendiri. Keterlaluan sekali mereka. Setelah kau membantu mereka malah mendapatkan balasan seperti ini. Kau adik paling malang di dunia," ujar Dian mempermainkan perasaan Peter. Tujuannya membuat Peter sakit hati, merasa ditinggalkan dan tutup mulut.     

Dian melayangkan belati untuk menusuk mata Peter. Sang bule berteriak histeris, mau menghindar tak bisa karena Dian menahan kepalanya di meja. Peter menutup mata tak sanggup melihat ujung belati Dian.     

Beberapa menit kemudian Peter membuka mata. Ia masih hidup dan belati Dian menancap di meja samping wajahnya.     

"Kau pengecut juga Peter. Ternyata kau tidak pemberani seperti yang aku duga."     

"Kau mempermainkan aku?"     

"Aku suka bermain-main," balas Dian mencabut belati dan ia merobek-robek pakaian Peter hingga compang- camping. "Jika aku langsung membunuh kamu terlalu enak untuk kamu. Aku suka melakukan penyiksaan lebih dahulu baru membunuhmu."     

Peter berjalan mundur menjauh dari Dian. Perempuan yang ada di depannya benar-benar mengerikan. Peter serasa melihat Tuan dalam versi perempuan. Sama-sama kejam dan tak punya hati.     

"Kenapa kamu takut? Seorang penculik takut pada wanita. Benar-benar menggelikan," cibir Dian menghina.     

Dian membuang ludah dan siap melanjutkan aksinya. Tiba-tiba saja lampu mati. Mata Dian memendar melihat sekelilingnya. Tiba-tiba terdengar suara tembakan. Suara rintihan Peter terdengar membahana. Para polisi yang berada di ruang monitoring bergegas menuju ruang interogasi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.