Part 205 ~ Mari Kita Poppo
Part 205 ~ Mari Kita Poppo
"Bara apa yang kamu lamunkan?"Tanya Dila memecah kesunyian. Ia tak bebas bergerak karena memakai infus.
"Jantungku nyaris berhenti berdetak karena Egi. Aku takut dia akan membongkar hubungan kami. Aku tak bisa bayangkan jika Egi membongkar hubungan kami. Bisa saja ayah kamu meminta kamu menceraikan aku seperti ayah kamu menyuruh Iqbal menceraikan Ria walau pun Iqbal tak melakukannya."
"Kesinilah!" Dila meminta Bara mendekatinya.
Bara mendekati sang istri. Dila merentangkan tangannya dan membenamkan kepala Bara dalam dadanya. Dila mengelus rambut sang suami dengan lembut. Bara merasa nyaman dalam pelukan sang istri. Dila tempat ternyaman untuknya saat ini.
"Untuk hijrah cobaannya sangat berat Bara. Pasti kamu akan mengalami ujian bertubi-tubi. Tuhan ingin melihat apakah kamu benar-benar akan bertaubat atau hanya main-main. Apakah iman kamu kuat menghadapinya. Egi salah satu ujian yang harus kamu lewati. Tenanglah aku akan bersama kamu menghadapi semuanya. Yakinlah sesuatu yang baik akan menghasilkan yang baik pula.
"Dila terima kasih sayang telah mendukungku."
"Aku sudah janji untuk membantu kamu kembali ke kodrat. Aku akan melakukannya."
"Terima kasih sayang," kata Bara mencium bibir Dila sekilas.
"Berhijrah itu memang banyak godaannya, kadang kita merasa telah berubah padahal masih saja berjalan ditempat, kadang kita merasa telah jenuh sebab orang lain selalu menilai niat baik kita buruk. Terkadang juga kita merasa ingin kembali pada masalalu karena orang lain selalu mengaitkan perubahan yang ada dengan kesalahan dimasalalu. Hijrah itu memang banyak godaannya, mengapa? Karena hadiahnya adalah surga. Masak minta kesenangan surga dan seisinya usahanya dalam meraih hanya setengah-setengah? Maka, berjuanglah Bara meski keadaannya sangat menyulitkan, sebab bila lillah semua lelah akan terbayar sempurna."
"Karena bila surga telah Allah janjikan, tentu hati pun akan ditanyakan seberapa bersungguh-sungguhnya hati kita menuju-Nya. Bila masih kurang menurut Allah, maka pasti Allah akan memberi kita ujian, sehingga Allah akhirnya yakin bahwa kita telah pantas menerima kebaikan-Nya."
"Dan ingatlah, godaan atau ujian adalah jalan menuju-Nya, maka berjuanglah meski sangat sulit, sebab disitulah akan Allah lihat seberapa ikhlasmu menjadi lebih baik. Iya, saat kita telah benar-benar mantap menempatkan Allah satu-satunya dihati, maka disitulah akhirnya ujian itu tidak akan pernah memberatkan kita."
"Sehingga diuji dan tidak diuji semuanya sama, kita akan sama-sama tetap berusaha mengokohkan hati berusaha menjadi lebih baik. Maka, jangan takut dan getir, karena godaan Allah datangkan tak lain agar kamu semakin yakin atas niat hijrahmu. Mungkin rekam buruk kamu di masa lalu masih saja menghantui sujudmu, tapi disitulah sebenarnya kemantapan hati untuk meminta ampunan, jangan resah Allah tidak menerima taubat kamu. Sebab Allah selalu membuka pintu taubatnya untuk orang yang mau bersungguh-sungguh ingin kembali pada-Nya."
"Sayang aku beruntung memiliki kamu," kata Bara menangis haru mencium bibir sang istri lagi. Bibir Dila sudah menjadi candu untuknya. Manisnya bibir Dila membuatnya ingin terus mengecupnya lagi.
"Maaf kami datang saat tidak tepat," kata Dokter tiba-tiba datang bersama lima orang perawat.
Bara dan Dila kikuk seperti orang mesum ketahuan. Mereka salah tingkah membuat dokter dan para perawat tersipu malu.
"Aku ingin memeriksa keadaan istri anda," kata dokter mendekati Dila dan mulai melakukan pemeriksaan.
"Infusnya sudah bisa dilepas. Nanti infus ibu Fadila dilepas ya," katanya menatap perawat.
"Baik dokter."
"Bapak Bara berhubung istrinya baru saja keguguran saya mau mengingatkan selama satu bulan tidak boleh berhubungan intim," ujar dokter memberi penjelasan membuat Dila dan Bara batuk-batuk. "Bisa cara lain ya Pak. Enggak perlu saya tunjukkan?"
"Tidak perlu dokter," jawab Bara tegas
"Ibu Dila bisa hamil lagi dalam tiga bulan. Sebelum tiga bulan tidak boleh hamil bahaya untuk kesehatan Ibu Dila. Bapak Bara harus tahan diri dulu jangan main sosor aja sama istri. Kalo sekedar poppo sich enggak apa-apa," balas dokter tertawa cengengesan. Para perawat pun ikut tertawa.
"Poppo itu apa dokter?" Bara bingung dengan penjelasan dokter. Istilah yang dikatakan sang dokter tak pernah ia dengar. Baru pertama kali Bara mendengarnya.
"Maafkan saya. Efek nonton film Korea sama istri saya jadi ketularan," balas dokter tertawa cekikikan. "Poppo itu artinya ciuman dalam film Korea. Maafkan atas kekhilafan saya Bapak Bara. Saya undur diri."
Selepas dokter dan perawat meninggalkan ruangan mereka Bara tak dapat menahan tawa. Ada-ada saja istilah yang disebutkan si dokter.
"Bisa-bisanya cowok suka nonton film Korea." Bara mentertawai.
"Jangan ketawain Pak dokter. Nanti kena karma Bara."
"Sayang mari kita pop-... Poppo." Bara mencondongkan wajahnya pada Dila.
"Bara jangan mesum ah." Dila tertawa cekikikan.
"Mesum sama istri sendiri bolehlah."
"Boleh sich boleh, tapi liat tempat juga."
"Atau aku kunci aja kamarnya dari dalam biar orang enggak bisa masuk ke dalam." Goda Bara mengedipkan mata genit.
"Jangan ngaco ah."
"Sayang bagaimana perasaan kamu sekarang? Apa sudah lebih baik? Apa enggak gemetar ketemu mantan?"
"Mantan?"
"Iya mantan kamu si Fatih."
"Kamu enggak gemetar ketemu mantan juga?" Balas Dila menyindir.
"Mantan yang mana?" Goda Bara nakal meraba-raba tubuh sang istri.
"Siapa lagi jika bukan Egi."
"Jangan tanya lagi sayang. Bukan gemetar lagi tapi nyaris pingsan. Aku takut banget dia membongkar semuanya. Syukurlah dia tak melakukannya."
"Tapi pas kamu antar dia keluar apa katanya?"
"Berterima kasihlah Bara aku belum membongkar jati diri kamu," jawab Bara menirukan omongan Egi.
"Aku juga heran kenapa dia enggak jadi ngomong. Kayaknya dia masih melindungi kamu."
"Entahlah aku enggak tahu. Dia tidak bisa ditebak. Kok aku enggak liat Dian ya? Kemana dia? Biasanya kalo pergi dia selalu berpamitan sama aku. Terakhir gara-gara dijudesin ayah kamu dia pergi keluar. Sampai sekarang belum balik lagi."
"Coba telpon aja." Dila memberikan saran.
Bara mengambil smartphone dan menghubungi Dian. Dalam panggilan pertama Dian menjawab panggilannya. Bara menghidup speaker smartphone.
"Dian kamu ada dimana?"
"Bos maaf aku tidak pamit. Dia datang lagi bos," jawab Dian gemetar.
"Dia siapa?"
"Si brengsek bos."
"Brengsek yang mana Dian?"
"Dia yang telah memperkosaku bos. Tadi dia menampakkan diri di depanku. Aku mencarinya."
"Dian jangan nekat." Bara kaget dan shock. "Dia bahaya, kamu tidak bisa seorang diri menghadapi dia."
"Aku bukan Dian yang lemah seperti lima belas tahun yang lalu. Aku berlatih keras sampai ikut pelatihan inteligen hanya untuk membunuh dia bos. Hidupku tidak akan tenang sebelum bisa membunuhnya bos. Apa yang dia lakukan padaku tak akan bisa aku lupakan begitu saja. Dia telah memberikan aku mimpi buruk yang tak pernah berakhir. Aku minta cuti bos. Dua minggu ke depan aku tidak masuk kerja."
"Dian dengarkan aku," kata Bara panik.
"Bos aku jangan khawatir. Aku gadis yang kuat," balasnya mematikan sambungan telepon.
"Dian…."
Tak ada jawaban dan sambungan telepon terputus.