Jodoh Tak Pernah Salah

Part 321 ~ Kangen Istri



Part 321 ~ Kangen Istri

0Dila bernapas lega karena Bara telah datang menjemputnya. Waktu sudah menunjukkan pukul enam sore. Bara molor menjemputnya hingga satu jam.     

Untung saja Dila tak marah dan mengerti kondisi suaminya. Bara sudah wanti-wanti jika istrinya akan marah karena ia tak tepat waktu.     

"Maafkan lama sayang," ucap Bara meminta maaf. Bara mencium tangan istrinya.     

"Tidak apa-apa," balas Dila memberikan senyum terbaiknya untuk sang suami. Dila menyadari jika ia telah memiliki perasaan pada pria yang telah berstatus suaminya.     

"Aku merindukanmu," ucap Bara mencium pipi Dila.     

"Sayang masih dalam mobil." Dila mengingatkan.     

"Maaf." Bara terkekeh. Bara membanting stir meninggalkan kantor Dila. Mereka akan pulang ke rumah di Danau Teduh.     

"Bagaimana hasilnya?"     

"Hasil apa?" Bara melirik Dila sebentar lalu menatap lurus ke depan. Bara sedang menyetir jadi harus fokus.     

"Demo masyarakat Dharmasraya masalah tambang itu."     

"Sudah berjalan dengan lancar. Kami mengambil jalan tengah. Para penambang illegal akan dipekerjakan oleh perusahaan. Hanya menerima pekerja laki-laki. Perusahaan menyanggupinya dengan syarat hanya satu orang dalam setiap keluarga. Jika suami istri sebagai penambang ilegal dulunya, maka perusahaan hanya akan mempekerjakan suaminya. Perusahaan juga memberikan pelatihan."     

"Baguslah kalo begitu." Dila manggut-manggut. Dia menggenggam tangan suaminya dengan erat sehingga membuat Bara terharu.     

"Bagaimana jika kita pergi kencan sayang? Selama kita menikah tidak pernah kencan?" Bara memberikan usul.     

"Makan siang selama ini bukannya kencan?"     

"Tidak," ucap Bara manja membuat Dila gemas.     

"Besok saja gimana? Aku belum mandi sayang. Badanku lengket semuanya."     

"Baiklah nyonya Aldebaran. Masak apa Tuti hari ini?"     

"Aku minta Tuti masak Dendeng, sapo tahu, ekado, ayam bakar madu."     

"Perutku sudah lapar." Bara memegangi perutnya.     

"Mandi dulu ya sayang baru makan."     

"Aku malah ingin memakanmu dulu, mandi lalu makan malam," ucap Bara mengedipkan matanya menggoda sang istri.     

"Genit." Dila mencibir.     

"Biarin. Aku genit pada istri sendiri. Oh ya sayang aku dapat kabar dari Clara soal Egi."     

"Apa berita terbaru tentang Egi? Apa dia sudah belajar straight?"     

"Kamu cenayang ya? Kok bisa tahu?"     

"Aku yang menjebak Egi hingga identitasnya ketahuan tantenya."     

Bara mengerem mobil mendadak karena kaget.     

"Kapan kamu lakukan?"     

"Setelah mama meninggal."     

"Berarti waktu itu kamu dan Dian pergi untuk...."     

"Iya," jawab Dila cepat.     

"Kenapa kamu melakukannya sayang?"     

"Agar dia tidak lagi mengganggu rumah tangga kita. Aku tidak ingin dia kembali menjerumuskan kamu ke dunia gay. Aku tidak mau Bara."     

Bara mencium bibir Dila sekilas, "Hukuman untuk kamu. Beraninya memanggil nama pada suami."     

"Maafkan aku," cicit Dila manja.     

Bara semakin gemas dan ingin cepat sampai di rumah. Berpisah selama seminggu membuatnya begitu rindu dengan sang istri, rindu ketika Dila berada dibawah tubuhnya dan mendesah manja.     

Bara membanting stir dan melajukan kendaraannya dengan kecepatan tinggi. Ingin segera sampai di rumah dan mengobrol banyak dengan istrinya.     

Pasangan suami istri yang sedang di mabuk asmara telah sampai di rumah. Bara segera menyergap sang istri ketika mereka sudah sampai di kamar.     

"Sayang," bisik Bara di telinga Dila.     

"Apa?" Bulu roma Dila meremang. Bara paling pintar memancing hasratnya.     

"Bagaimana jika aku memakan makanan pembukaku?" Tanya Bara dengan manja dengan nada bicara dibuat-buat.     

Bara bahkan melepaskan jas kerja Dila dan membuangnya ke lantai. Ia langsung memeluk istrinya dan menghujaminya dengan ciuman panas. Dila membalas ciuman panas suaminya. Ciuman mereka semakin panas kala lidah mereka saling membelit. Bara merasakan hal yang berbeda. Ciuman Dila kali ini lebih menuntut dan tak pasif seperti biasanya. Bahkan Dila sudah berani memakan bibir bawah dan atasnya.     

Dila melepaskan ciumannya membuat Bara kecewa.     

"Lebih baik kita mandi dulu, baru gesek kartu ATM," ucap Dila mengedipkan mata.     

Bara langsung luluh lantah mendapatkan perlakuan manis dari istrinya. Dila lari ke kamar mandi disusul Bara.     

Pasangan itu mandi bersama dalam bath up. Mereka saling menyabuni satu sama lain.     

"Apakah kamu makan teratur sayang?" Tanya Dila sembari menggosok punggung Bara.     

"Aku makan teratur."     

"Tapi kenapa aku melihat kamu kurusan?"     

"Aku kurus karena tidak bisa memakanmu selama satu minggu."     

"Dasar mesum." Dila mencubit punggung suaminya.     

"Aku sudah rindu sayang. Bagaimana jika kita lakukan disini?" Bara membalikkan badan sehingga Dila melihat kejantanan suaminya telah menegang. Bara mencium Dila namun ditepis.     

"Kalo kamu memakan aku sekarang. Yang ada aku tidak jadi makan. Mandi dulu, abis itu makan. Baru aku melayani kamu." Dila bangkit dari bath up dan membersihkan diri di bawah shower.     

"Sabar ya Jojo," ucap Bara melihat kejantanannya. "Kalo kita maksa mommy yang ada dia bisa marah sama kita."     

Dila tak dapat menyembunyikan tawanya kala Bara mengajak 'adik kecilnya' bicara seolah bicara dengan anaknya. Suaminya memang aneh bin ajaib. Sekalinya normal mesumnya enggak ketulungan.     

Dila mengambilkan makanan untuk suaminya.     

"Makasih sayang."     

"Sama-sama," balas Dila dengan senyuman manis. Senyuman Dila meluluh lantakkan pertahanan Bara. Dia sangat rindu dengan istriny.     

"Enak?"     

"Sangat enak." Bara mengacungkan jempol.     

"Dian tadi ke kantorku." Dila mulai bercerita.     

"Kenapa dia datang kesana?"     

"Dia datang bersama Alvin."     

"Alvin sudah pindah sekolah disini?"     

"Sudah. Dian sudah memindahkannya."     

"Syukurlah. Dulu ada yang menganggap aku ayahnya Alvin."     

"Kenapa begitu?"     

"Aku merasa bersalah pada ibunya makanya anak itu aku perhatikan terus. Dian selalu mengabaikan anak itu, padahal dia sangat tampan."     

"Kamu melakukan hal yang benar sayang. Alvin sudah dewasa dan dia tidak seperti anak empat belas tahun. Dia sangat pengertian dan menyayangi ibunya."     

"Sudah seharusnya mereka begitu."     

"Kamu tahu sayang jika G sangat tergila-gila padanya."     

"Kenapa bisa begitu?"     

"Entahlah. Mungkin karena cinta. Bule keparat itu belum kembali ke negaranya, padahal dia bisa mengecek resort setelah pembangunan selesai."     

"Dia tidak mau jauh dari Dian. Menurutmu apakah dia benar-benar mencintai Dian atau hanya sandiwara."     

"Dia tulus mencintai Dian dan aku bisa melihat dari matanya. G sangat melindungi Dian."     

"Benarkah? Tapi aku liat pria itu sangat menyeramkan."     

"Penilaian orang berbeda-beda sayang. Mana foto CEO Harapan?" Bara menagih janji Dila memperlihatkan foto CEO Harapan.     

"Makan dulu sayang," rajuk Dila manja. "Jangan merusak suasana."     

"Siapa yang rusak suasana sayang?" Balas Bara tak kalah manja.     

"Aku minta gesek kartu ATM saja tidak boleh."     

"Makan dulu sayang masa udah mau gesek ATM? Kalo mau gesek isi tenaga dulu." Dila mengingatkan dengan wajah marah. Bukan marah sungguhan hanya sekedar berpura-pura.     

"Mau berapa ronde sayang." Alis Bara naik turun menggoda sang istri.     

"Kok kamu mesum mulu?" Dila bergidik ngeri.     

"Selama seminggu enggak ketemu kamu berasa seabad tahu. Kangennya itu udah numpuk. Kamu enggak tahu sih rasanya memendam rindu sama istri."     

"Posisi aku istri sayang bukan suami. Jadi aku tidak tahu rasanya memendam rindu pada istri," balas Dila menjahili suaminya.     

"Kamu lagi jahilin aku." Bara bangkit menggelitik pinggang Dila. Bara bahkan menggendong Dila menuju kamar.     

"Kamu harus dikasih hukuman." Bara menebarkan ancaman.     

"Aku akan hukum kamu tapi hukumannya yang nikmat," celetuknya membaringkan Dila di atas ranjang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.