Part 403 ~ Pernikahan Fatih
Part 403 ~ Pernikahan Fatih
"Sah?"
"Sah."
"Sah."
"Sah."
Semua orang bersorak gembira menyambut pernikahan Fatih dan Naima. Fatih dan Naima mendapatkan doa dari keluarga besar mereka.
Pada akhirnya Fatih menikahi Naima. Padahal sudah berulang kali menolak gadis itu. Bukannya Naima gadis yang tidak baik, namun ia saja yang belum move on. Bukannya Naima tidak sholehah, tapi ya gitu perasaan tidak bisa dipaksakan.
Fatih masih betah dengan kesendiriannya sampai suatu hari Kyai Abdullah Malik datang bertamu ke rumahnya. Kyai menyampaikan maksudnya. Naima sangat mencintai Fatih. Wanita itu tidak mau menikah, jika pria itu bukan Fatih. Sudah banyak pria yang datang ingin mengkhitbah Naima, namun gadis itu menolak.
Kyai Abdul sudah menasehati Naima. Jika cinta tidak bisa dipaksa. Fatih tidak mau dengannya. Setelah menyelesaikan kuliahnya di Cairo, Mesir dia kembali ke Jawa Timur. Kembali tinggal di pondok pesantren sang ayah. Semenjak pulang dari Mesir baru ketahuan penyakit apa yang diderita Naima.
Wanita itu mengidap penyakit tumor. Ternyata penyakit itu telah lama bersarang dalam tubuh Naima. Akhirnya Naima jujur pada sang ayah. Jika dia hanya mencintai Fatih. Dia akan menikah jika yang menikahinya Fatih.
Sebagai seorang ayah Kyai Abdul ingin mewujudkan keinginan terakhir Naima. Tumor yang diderita Naima adalah tumor ganas yang sudah stadium akhir. Tak ada obat untuk penyakitnya karena terlalu lambat untuk diketahui. Obat hanya untuk memperpanjang masa hidupnya.
Kyai Abdul datang menemui Fatih. Dia menceritakan semua tentang Naima dan tentang penyakit wanita itu. Kyai Abdul bahkan hampir berlutut di kaki Fatih agar mau menikahi anak gadisnya. Hanya itu yang bisa dilakukan oleh Kyai Abdul sebelum ajal menjemput sang anak. Tangisan di mata Kyai Abdul membuat Fatih tidak tega.
Andai Fatih menjadi ayah, ia akan melakukan hal yang sama dengan Kyai Abdul. Meminta persetujuan dari orang tuanya dan juga shalat istiqarah Fatih memutuskan untuk menikahi Naima. Fatih akan belajar mencintainya karena memang sudah berstatus menjadi istrinya, bukan lagi adik juniornya di kampus.
Setelah akad nikah selesai resepsi pernikahan segera digelar. Kedua belah pihak sengaja melangsungkan akad nikah dan resepsi di hari yang sama. Mereka tidak mau jika Naima kelelahan dan terlihat sakit.
Naima sangat cantik dalam balutan kebaya syar'i berwarna putih. Kecantikannya terpancar dengan make up natural. Wanita itu tidak mau dipasangkan bulu mata palsu dan tak mau cukur alis. Naima ingin bermake up sesuai syariat.
"Selamat Fatih dan Naima. Semoga pernikahan kalian langgeng, cepat mempunyai momongan," ucap Defri ketika bersalaman dengan mereka di atas pelaminan. Naima seorang akhwat, dia tidak bersalaman dengan Defri. Cukup menangkupkan tangan ke dada. Defri menghormati keputusannya.
"Kamu beruntung mendapatkan suami sebaik dan sesholeh Fatih. Om mengenal dia sejak kecil. Kamu beruntung Naima. Om jamin kamu akan bahagia menjadi istrinya." Naima tersipu malu ketika Defri memuji suaminya.
"Om jangan berlebihan. Aku masih banyak kekurangan. Aku manusia biasa om," balas Fatih lagi.
"Selamat Fatih dan Naima." Giliran Iqbal, Naura dan Lusi mengucapkan selamat pada keduanya.
"Aduh istri Fatih rancak bana. Sabana kamek. Iko minantu idaman bana mah. Rancak, santun dan sholehah," puji Lusi dengan senyum merekah.
(Istri Fatih cantik banget. Sangat ayu. Ini menantu idaman banget. Cantik, santun dan sholehah).
"Terima kasii tante. Jangan terlalu memuji. Wajah istriku sudah memerah karena pujian tante."
Lusi memegang tangan Fatih dengan erat. Ada haru menyergap dalam hatinya. Fatih sudah dianggap seperti anak sendiri. Dari kecil Fatih tinggal bersamanya. Mereka menyekolahkan Fatih di sekolah yang sama dengan Iqbal dan Dila. Pria itu telah sukses dengan usahanya sendiri. Lusi sangat bangga.
Pantas saja dulu Dila jatuh cinta pada Fatih, walau pada akhirnya mereka tidak berjodoh.
"Bara dan Dila mana?" Tanya Fatih bingung tidak melihat kehadiran keduanya.
Defri, Iqbal dan Lusi tegang. Merasa tak suka jika Fatih menyebut nama Bara. Mereka saling berpandangan seolah lempar jawaban atas pertanyaan Fatih. Suasana sedikit tegang dan memanas. Iqbal melirik Naura.
"Mereka nanti menyusul. Kami enggak bareng mereka," ucap Naura memberikan alasan. Setelah itu Iqbal membuang muka.
"Ooooohh gitu." Fatih manggut-manggut. Mereka melakukan sesi foto bersama.
Zico, Dian dan Alvin naik ke atas pelaminan.
"Selamat Fatih dan Naima. Semoga jadi keluarga sakinah, mawadah dan warahmah," ucap Zico memeluk Fatih. Semenjak kenal dan dekat, Zico sudah mengangap Fatih seperti saudaranya sendiri.
"Terima kasih bro," balas Fatih dengan wajah sumringah.
"Selamat Naima,"ucap Dian cipika-cipiki dengan Naima.
Naima kaget melihat Dian. Bukankah Dian wanita yang bersama Fatih ketika ada tentara gila menyerang di supermarket? Video mereka viral?
"Jangan kaget." Dian tersenyum melihat Naima.
"Selamat tante." Sela Alvin ketika Naima masih bingung dengan Dian.
"Terima kasih," jawab Naima menunduk.
"Ini mamiku." Alvin menunjuk Dian.
"Itu papiku." Alvin menunjuk Zico.
Naima merasa malu karena telah berprasangka pada Dian. Dia tersenyum sumringah melihat Dian. Dia mengartikan jika Zico dan Dian suami istri, apalagi mereka sudah punya anak sebesar Alvin.
"Ayuk kita foto," ajak Fatih pada ketiganya.
Mereka mengatur posisi. Zico berdiri di sebelah Fatih, Alvin disebelah Zico. Dian disebelah Naima. Mereka turut berbahagia karena Fatih telah menikah.
Zico dan Dian turun dari atas panggung. Mereka akan menyantap hidangan. Zico dan Alvin menunggu di meja karena Dian akan mengambil makanan mereka.
Dian menaruh piring di depan Zico.
"Lo suka rendang bukan," ucap Dian ketika menaruh makanan.
"Benar. Makasih," jawab Zico dengan senyum terbaiknya.
"Mami tahu aja kesukaan papi." Cibir Alvin menggoda ibunya.
"Alvin jangan mulai," ucap Dian tegas.
Dian paling sensi jika Alvin menggodanya dengan Zico. Berusaha berdamai dengan Zico bukanlah hal yang mudah untuknya. Demi Alvin Dian menurunkan egonya. Bagi Dian Alvin adalah tujuan hidupnya saat ini. Kebahagiaan Alvin prioritas utama baginya.
"Alvin jangan goda mami terus." Zico mengerti kegelisahan Dian.
Alvin pun diam tak lagi menggoda Dian.
"Bara dan Dila mana?" Tanya Zico pelan seraya tersenyum menatap Defri dan keluarganya.
"Mereka enggak bakal datang," ucap Dian pelan. Sengaja bicara pelan karena tak mau ada yang mendengar percakapan mereka.
"Kenapa?"
"Dila lagi transfer embrio di rumah sakit lo sama dokter Dedi."
"Mereka program bayi tabung?"
"Iya mereka program bayi tabung. Bara pengen punya anak kembar. Soalnya dia anak tunggal, makanya dia program biar anaknya banyak."
"Gaspol juga si Bara. Dia pikir gampang ngurusin banyak anak. Kasian istri kecapekan urus banyak anak."
"Kayak ngerti aja lo." Dian malah mencibir Zico.
"Gue pernah urus Aidan anaknya Siska. Satu anak aja udah rempong. Gimana banyak anak."
"Mami dan papi bahas apaan sih? Kenapa aku enggak diajak?" Gerutu Alvin memonyongkan bibirnya.