Part 138 ~ Godaan Egi
Part 138 ~ Godaan Egi
Hai Bara kamu kangen kayak gini nggak?
Satu video dikirimkan Egi. Mata Bara terbelalak melihat video pasangan gay sedang bercinta. Bara berusaha mengabaikan video itu, tapi karena terlanjur menontonnya, gairah Bara terbakar. Ia dikabuti gairah. Tubuhnya mendadak panas, sepanas video yang tengah ia tonton.
Hasratnya tak bisa dibendung lagi. Tiba-tiba kejantanannya bangun dan butuh pelepasan. Wajah Bara memerah antara menuntaskan gairah atau menahannya. Ini sangat berat untuk Bara. Video Egi telah memantik hasrat biologisnya untuk berhubungan dengan pria.
Ketika Bara berjuang melawan nafsu birahinya yang salah, Dian masuk ke ruangannya. Dian kaget melihat wajah Bara merah dan tubuhnya bergerak tak karuan. Dian mengerti Bara sedang sange. Bara menahan hasrat seraya memegang smartphone.
Dian merebut smartphone Bara. Darahnya mendidih ketika melihat video gay sedang bercinta. Mengetahui pengirimnya Egi, kemarahan Dian semakin memuncak.
"Bangsat kau Egi," umpat Dian kasar.
Bara berkutat dengan gairahnya. Matanya berkabut menahan gairah.
"Bos tahan diri bos. Enggk boleh ke pancing. Istighfar bos," kata Dian mengingatkan.
"Bos pergilah ke kamar mandi. Siram tubuh bos dengan air dingin. Jika ingin menuntaskannya bayangkan bos bercinta dengan Dila. Ingat Dila bukan Egi."
Dian membantu Bara ke kamar mandi. Dian menghidupkan shower dan membiarkan Bara duduk di bawahnya. Air membasahi tubuh Bara hingga basah kuyup. Dian meninggalkan Bara begitu saja.
"Ingat bos boleh teruskan tapi jangan ingat Egi. Tuntaskan tapi ingat Dila. Bayangkan bos bercinta dengan Dila. Ingatlah bos berjanji akan menjadi suami yang dirindukan oleh Dila. Bos tidak boleh tergoda pancingan Egi. Istighfar ketika mengingat Egi. Aku akan tunggu diluar hingga bos selesai menuntaskannya," kata Dian sebelum pergi.
Dian mengambil smartphone dan melakukan video call dengan Egi.
Egi bahagia karena merasa umpannya dimakan Bara. Egi menebak jika Bara akan memintanya untuk memuaskannya secara virtual seperti biasanya. Kening Egi berkerut ketika video call tersambung ia melihat wajah Dian yang marah.
"Bencong sialan," umpat Dian menatap Egi bertelanjang dada dan hanya menggunakan celana dalam.
Melihat Dian, Egi segera memakai celana panjang.
"Nenek lampir kenapa lo yang pegang handphone Bara?"
"Bukan urusan lo.Sekali lagi gue peringatin sama lo. Jangan pernah hubungin Bos. Jangan pernah mengirim kan bos video-video laknat lo itu. Bos sedang belajar untuk kembali ke kodrat. Jangan pernah mengganggu jalan bos untuk kembali ke kodrat. Gue nggak akan memberi ampunan buat lo kalau berani menggoda bos lagi. Gue enggak segan bikin perhitungan sama termasuk menghabisi lo."
"Sampai kapanpun gue nggak akan biarin Bara kembali ke kodrat. Dia harus tetap gay, sama seperti gue. Bara kekasih gue dan selamanya akan tetap menjadi kekasih gue. Seorang Egi tidak akan pernah melepaskan Bara sampai kapanpun. Egi terlanjur mencintai Bara."
"Hanya ada dalam mimpi lo."
"Gue tidak bermimpi Dian. Bara milik gue dan selamanya akan tetap menjadi milik gue. Mana Bara gue ingin bicara?"
"Dia sedang bercinta dengan Dila," kata Dian sekenanya.
"Omong kosong macam apa ini Dian?" kata Egi dengan tawa mencibir.
"Lo mau bukti?" Dian menantang.
Dian mendekati kamar mandi dan ia menempelkan smartphone di depan pintu. Egi dapat mendengar desahan Bara menyebut nama Dila .
"Dila..... Dila..... aku merindukanmu. Aku benar-benar merindukanmu," kata Bara meracau seraya menuntaskan hasratnya.
Mendengar desahan Bara, Egi murka dan ia melempar ke handphonenya begitu saja. Tak menyangka jika Bara benar-benar bercinta di kamar mandi kantor dengan Dila. Ia saja tak pernah bercinta di kantor Bara, kenapa Dila bisa. Egi merasa serangan jantung mendengar Bara menyebut nama Dila dalam desahannya.
Dian tersenyum evil melihat kemarahan di mata Egi. Ia segera memblokir nomor ponsel Egi agar tak bisa menghubungi Bara lagi.
Dian menyiapkan pakaian ganti untuk Bara. Dalam ruangan Bara ada kamar tidur dan lemari pakaian.
"Dian, pakaianku," teriak Bara dari kamar mandi. Bara mandi wajib karena telah melepaskan hasratnya. Menggunakan kimono Bara mengambil pakaian ganti dari Dian.
Bara segera berpakaian dan merapikan diri. Dian telah menyiapkan teh hijau di atas meja.
"Teh bos," kata Dian menawari.
Bara mencicipi teh hijau buatan Dian. Perasaannya lega telah menuntaskan gairah. Ia seperti orang gila ketika gairahnya bangkit.
"Terima kasih Dian," kata Bara meminum habis teh hijau. Ia meletakkan cangkir di atas meja dalam keadaan kosong.
"Sudah seharusnya bos."
"Aku benar-benar gila menonton video itu. Egi tidak menyerah mendekatiku."
"Sampai kapan pun Egi tidak akan pernah berhenti mengganggu bos. Tadi aku telah memblokir nomor ponsel dan WhatsApp Egi. Dia tidak akan bisa menghubungi bos."
"Semoga saja Dian, tapi aku yakin dia akan menggunakan berbagai macam cara untuk mendekati ku. Bisa jadi dia akan membeli nomor baru untuk menghubungiku kembali."
"Tadi dia marah besar ketika aku bilang bos sedang bercinta dengan Dila. Ia membanting handphone ketika mendengar desahan bos menyebut nama Dila."
Bara tergelak tawa,"Kau ada-ada saja."
"Biarkan saja bos, biar dia tahu diri."
"Ternyata untuk berubah ke hal yang lebih baik banyak saja cobaannya."
"Itulah yang namanya ujian bos. Seorang ahli maksiat pun ketika taubat akan mendapatkan ujian, apakah dia akan Istiqomah. Jika dia berhasil melewatinya berarti ujiannya berhasil. Dan kita berdua sama-sama belajar menjadi orang yang lebih baik," kata Dian tulus.
Semenjak Bara berubah ke hal positif, Dian pun ikut-ikutan seperti Bara. Ia pun rajin sholat lima waktu dan ikut mendengar kajian di mesjid. Mereka tak lagi menghabiskan waktu dengan bersenang-senang di tempat karaoke dan pub. Dian bersyukur melihat keadaan Bara yang sekarang.
"Kenapa kamu datang ke ruanganku?" tanya Bara menegur Dian yang sedang melamun.
"Dian," panggil Bara sekali lagi.
"Ya bos," kata Dian tersadar dari lamunannya.
"Kenapa kamu masuk ke ruanganku? Ada hal yang penting yang akan kamu bicarakan?" tanya Bara sekali lagi.
"Ya bos, tadi asistennya tuan Smith rekan bisnis kita dari Australia menghubungiku, katanya beliau mengundang bos ke dalam acara pesta anniversary pernikahannya yang ke-30 tahun. Apakah Bos akan datang atau tidak? Dia meminta kepastian padaku karena dia akan menyiapkan akomodasi dan tempat penginapan untuk bos."
"Sepertinya tidak akan pergi. Aku tidak mau kemana-mana Dian."
"Bos butuh piknik. Sejenak lupakan masalah Dila. Aku yakin dia akan segera kita temukan."
"Tidak Dian. Aku tidak mau," tolak Bara tegas.
"Pergi sajalah bos," kata Dian memaksa. "Untuk menghormati tuan Smith. Beliau pasti mengharapkan kedatangan bos. Tolong hargai undangan tuan Smith bos. Dia investor terbesar dalam perusahaan kita, tidak baik mengecewakannya. Memang masalah sepele untuk menghadiri pesta anniversary pernikahannya, tapi dengan hadirnya bos disana beliau merasa tersanjung dan merasa dihargai."
"Baiklah," kata Bara menggerutu.