Kekhawatiran (2)
Kekhawatiran (2)
Sampai akhirnya ia juga tidak tahu apakah kesadarannya yang meninggalkan raganya, atau ia benar-benar sudah bangun. Tanpa memakai sandal rumah, ia berjalan di atas lantai yang sejuk. Ia berjalan keluar kamar selangkah demi selangkah.
Kabut di sekitar sangat tebal, begitu tebal bagaikan tirai kasa berlapis-lapis. Tangannya dengan lembut membuka lapisan tirai kasa tersebut. Di sekitarnya sangat gelap, tapi ia terus maju tanpa henti, seolah tidak merasakan takut sama sekali.
Sampai lapisan tirai kasa terbuka selapis demi selapis, dan akhirnya ia tiba di sebuah tempat. Namun kabut itu malah semakin tebal, dan suara petir kembali terdengar. Tak lama kemudian, hujan pun turun.
Gu Qingqing benci hujan badai. Karena ia kehilangan harga diri dan juga ayahnya saat hujan badai terjadi. Namun apa yang kita takutkan, itulah yang akan kita hadapi. Demi berteduh dari hujan, ia berlari masuk ke suatu tempat. Ia sudah berhasil berteduh dari hujan, hanya saja, ia sepertinya merasa … tempat ini sedikit familiar.
Gu Qingqing mendongak, tempat ini adalah sebuah club house kelas atas. Tiga tahun yang lalu, ia pernah datang ke sini beberapa kali. Ia naik ke lantai atas sesuai ingatannya, dan berjalan di koridor lantai dua sampai ujung. Namun saat ia belum sempat membuka pintu, ia sudah mendengar suara keributan dari dalam.
Ia yang berdiri di luar pun meragu sejenak. Ketika mau membuka pintu, tiba-tiba ada yang mendorongnya ke samping dengan kuat. Ia melihat orang itu berlari ke dalam, dan ia pun melihat orang itu adalah dirinya sendiri tiga tahun lalu.
Gu Qingqing masih ingat, hari itu Ayah Gu telah berhutang satu juta yuan pada rentenir. Pihak rentenir mengatakan kalau Ayah Gu tidak bisa membayar hutangnya dalam tiga hari, mereka akan memotong kedua tangan Ayah Gu sebagai bayaran. Awalnya Gu Qingqing meminta bantuan kepada Nie Zhining untuk meminjam uang. Padahal sudah mau berhasil mendapatkan uang itu, tapi malah ketahuan Zhen Xiaoya.
Zhen Xiaoya segera memutuskan hubungan Gu Qingqing dan Nie Zhining, mengembalikan uang yang sudah dipinjam Nie Zhining kepada temannya. Kemudian mengajak Gu Qingqing bertemu, dan melemparkan selembar cek senilai satu juta yuan, menyuruh Gu Qingqing segera meninggalkan Nie Zhining.
Gu Qingqing memang bodoh waktu itu. Demi harga dirinya, ia bukan hanya menuangkan minumannya ke kepala Zhen Xiaoya, tapi juga melempar kembali cek itu. Ia mengira dirinya bisa mempertahankan harga dirinya dengan cara itu. Tapi siapa yang mengira, malam hari saat ia sudah menolak cek Zhen Xiaoya, rentenir pun datang menagih hutang.
Waktu keluarga Gu tidak bisa memberikan sepeser uang pun pada rentenir. Mereka pun memotong jari kecil Ayah Gu, dan juga mengancam keluarga Gu. Mereka mengatakan kalau tidak bisa membayar hutang, maka kedua kaki dan tangan Ayah Gu akan dipotong. Mereka juga akan menjual Gu Qingshan dan Gu Qingqing untuk membayar hutang tersebut.
Kondisi keluarga Gu waktu itu sudah sangat krisis, dan hanya bisa pasrah. Gu Qingqing bahkan tidak mengerti harus bagaimana menghadapi hari esok. Ia sangat membenci dirinya sendiri yang tidak menerima cek dari Zhen Xiaoya. Kalau ia mau meminta kembali cek itu, keluarga Nie mungkin sudah tidak mau memberikannya lagi.
Namun selain Nie Zhining dan Zhen Xiaoya, siapa lagi yang bisa memberikan uang sebesar itu padanya? Siapa yang bisa menyelamatkan nyawa keluarga Gu di krisis ini?
Waktu itu, satu-satunya orang yang muncul di dalam otak Gu Qingqing hanya tersisa Leng Sicheng!
Gu Qingqing masih ingat, malam itu sedang hujan deras. Waktu rentenir mencari ke rumah keluarga Gu lagi dan mengacaukan rumah, Gu Qingqing sudah tidak punya waktu untuk berpikir lagi. Ia langsung bergegas keluar dari rumah, ingin mencari Leng Sicheng. Namun ia sama sekali tidak mengetahui posisi pria itu, menelponnya juga tidak diangkat.
Sampai akhirnya tidak ada cara lain. Ia hanya bisa menelpon Mo Dongyang. Tanpa berbelit-belit, Mo Dongyang pun langsung memberikan alamat Leng Sicheng padanya.