Kisah Istri Bayaran

Badai Tak Henti-hentinya (7)



Badai Tak Henti-hentinya (7)

0"Sicheng."     

Ekspresi Leng Sicheng yang tadinya masih dingin, seketika menjadi lembut. Leng Sicheng mengangkat panggilan tersebut, satu tangannya melonggarkan dasi, ia juga menjadi santai, "Aku di sini."     

"Tidak mengganggumu kerja, kan?" Suara Gu Qingqing penuh dengan kegelisahan. Ia sudah memperhitungkan waktu sebelum menelpon, sekarang sudah sore, sudah lewat dua jam sejak Leng Sicheng berangkat kerja.     

Karena datang ke makam Ayah Gu, Leng Sicheng dan Gu Qingqing jadi tidak bisa sarapan dan makan siang dengan santai. Sekarang Gu Qingqing menelpon untuk menanyakan nanti malam Leng Sicheng mau makan apa.     

"Tidak, aku sudah selesai rapat." Leng Sicheng menjawab dengan tenang, dan enggan memberitahukan masalah pekerjaan yang berantakan itu kepada Gu Qingqing.     

"Malam ini kamu pulang? Mau makan apa?"     

Leng Sicheng meragu sejenak, "Aku mungkin akan pulang agak malam."     

Walaupun rapat sudah selesai, namun Leng Sicheng masih memiliki banyak pekerjaan, ia tidak punya waktu untuk pulang istirahat.     

Gu Qingqing jelas-jelas merasa lesu, namun dengan cepat ia bersemangat lagi, "Hmhh, baiklah. Kalau begitu aku masakkan sayuran yang segar."     

Bagaimanapun hari ini adalah hari kematian Ayah Gu, Gu Qingqing merasa tidak enak jika dirinya memakan makanan enak. Leng Sicheng menganggukkan kepalanya, "Boleh-boleh saja."     

Sebelum menutup telepon, Xu Zipei maju lagi, namun kali ini Sekretaris Cheng tetap mengatakan, "Maaf, Anda tidak boleh masuk."     

Sekretaris Cheng masih waras, jadi ia tidak menyebut nama Xu Zipei.     

Gu Qingqing tertegun, "Kamu ada tamu?"     

Leng Sicheng tidak melirik Xu Zipei, hanya menjawab Gu Qingqing dengan lembut, "Setiap hari ada banyak orang yang membuat janji temu."     

Maksud Leng Sicheng adalah, setiap hari ada banyak orang yang ingin menemuinya. Sedangkan yang seperti Xu Zipei ini hanyalah seorang 'tamu', yang bahkan belum tentu dapat melanjutkan pembicaraannya dengan Leng Sicheng.     

Dan benar, seluruh tubuh Xu Zipei membeku ketika mendengar kata-kata Leng Sicheng.     

"Kalau begitu kamu kerja dulu. Aku .…" Sebelum menutup teleponnya, awalnya Gu Qinging ingin menambahkan kata "Aku rindu padamu" atau sejenisnya. Namun kini ia merasa sedikit malu-malu. Beberapa saat kemudian ia baru mengatakan, "Sebelum kamu pulang, telepon aku dulu."     

Leng Sicheng menjawabnya dengan suara dehaman yang kaya rasa seperti lelehan coklat, kemudian ia menambahkan lagi, "Kamu tidak perlu menungguku. Makan malam saja dulu, lambungmu kurang sehat."     

Gu Qinging juga menganggukkan kepalanya. Ia dan Leng Sicheng masih memegang ponsel, meskipun mereka tidak mengatakan satu kata pun, namun dengan mendengarkan suara napas dari ponsel saja, entah kenapa, mereka masih merasa bahagia.     

Beberapa saat kemudian, akhirnya Gu Qingqing yang memutuskan, "Kalau begitu aku tidak akan mengganggumu lagi. Aku … menunggumu pulang."     

"Ya." Leng Sicheng juga mengangguk. Karena kata-kata Gu Qingqing, ekspresi wajahnya pun menjadi santai secara menyeluruh, sebuah senyuman juga muncul di sudut bibirnya. Setelah ia menutup panggilan tersebut, kebahagiaannya masih belum memudar, ia terjun di suasana bahagia untuk waktu yang lama.      

Dan membuat Xu Zipei sangat iri, sangat cemburu. Xu Zipei setelah mengalami kejadian tadi, ia pun menjadi tenang, "Sicheng, aku mencarimu karena ingin membicarakan sesuatu."     

Leng Sicheng mendengar suara Xu Zipei, dan senyuman yang di wajahnya pun menghilang. Ia menolehkan kepalanya ke Xu Zipei dan bertanya, "Ada urusan apa?"     

Xu Zipei melihat ke sekitar, sepertinya tidak cocok untuk membicarakannya di tempat seperti ini. Leng Sicheng mengerti, ia pun melepaskan dasi dan membuka jasnya.     

Sekretaris Cheng mengambil jas Leng Sicheng dan menggantungnya di dalam ruang ganti. Kemudian Leng Sicheng baru berjalan masuk ke dalam ruangannya. Tanpa menoleh ia mengatakan, "Waktuku terbatas."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.