Kesempatan Terakhir (3)
Kesempatan Terakhir (3)
Tidak hanya itu, seluruh tubuh Gu Qingqing menyusut dalam pelukan Leng Sicheng. Meskipun badan Gu Qingqing terbungkus dalam jaket Leng Sicheng, namun mungkin karena tadi sudah mandi hujan, kini Gu Qingqing bagaikan anak anjing liar yang ditelantarkan di tepi jalan, seluruh tubuhnya gemetaran.
Leng Sicheng menundukkan kepala dan melihat Gu Qingqing sedang memegang bajunya dengan kuat, badan wanita ini sangat dekat dengannya, namun tidak berani menempel ke badannya. Kepala Gu Qingqing melihat ke bawah, poninya kini jadi seikat dan masih menitikkan air akibat kehujanan. Air hujan dari poni itu seolah menetes sampai ke lubuk hati Leng Sicheng. Hujan seakan ikut membasahi hatinya.
"Gu Qingqing?"
Leng Sicheng melihat Gu Qingqing, lalu ia pun mengerutkan keningnya, kemudian mengeratkan pelukannya.
Gu Qingqing tidak bersuara, ia hanya meraih baju Leng Sicheng dengan kuat, beberapa saat kemudian ia baru mengatakan, "Sicheng …."
Suara Gu Qingqing sangat kecil dan gemetaran, seperti kelopak bunga yang dijatuhkan oleh air hujan, dan tertiup angin. Ini kedua kalinya Leng Sicheng melihatnya begitu sedih. Pertama kalinya di rumah duka ayah Gu.
Berbeda dengan sebelumnya, karena Gu Qingqing tiga tahun yang lalu tiba-tiba kehilangan kebahagiaannya, kondisinya pun menjadi ekstrim bagaikan berdiri di tepi jurang. Perpisahan yang mendadak, yang diakibatkan seperti kecelakaan lalu lintas, gempa bumi, dan tsunami, memang bisa membuat mental terguncang.
Sedangkan Gu Qingqing yang sekarang, ia sudah mengetahui bahwa masalahnya akan jadi seperti ini, namun ia hanya dapat melihat tanpa daya. Ia seperti pasien yang sudah lama tersiksa karena penyakitnya, dan pada akhirnya mendatangkan kematian dalam masa penderitaan, terasa begitu menyedihkan.
Leng Sicheng bahkan dapat merasakan Gu Qingqing bagaikan air hujan di atas langit, jika tidak hati-hati, wanita ini akan pergi bersama hembusan angin.
Jika tahu akan begini, jika Leng Sicheng tahu akan begini, kali ini ia tidak akan memaksa Gu Qinging sampai seperti ini. Padahal ia tahu Gu Qinging paling mementingkan kerabatnya. Meskipun ia ingin menghukum keluarga Gu Qingqing, ia seharusnya melakukannya secara tersembunyi, setidaknya Gu Qingqing tidak akan mengetahui ketamakan Wu Aimei dan Gu Qingshan, agar Gu Qingqing masih memiliki harapan terhadap keluarganya.
Jika Gu Qingqing merasa sedih dengan ibu dan kakaknya yang sudah sejak awal akan mengecewakannya, lalu bagaimana dengan perasaan Gu Qingqing terhadap Ayah Gu?
Orang yang paling dihormati Gu Qingqing adalah ayahnya, yang merupakan tukang judi dan meminjam uang dari rentenir. Karena berhutang banyak, ia melakukan penipuan uang asuransi, di mana penerima uang asuransi bukanlah Gu Qingqing. Bahkan, Ayah Gu pernah memikirkan untuk menjual Gu Qingqing demi membayar hutangnya. Leng Sicheng yang mengetahui semua ini memilih untuk menyimpan semua rahasia ini hingga Ayah Gu meninggalkan dunia, dan tidak memberi tahu Gu Qingqing sama sekali!
"Ayo kita pulang." Lengan Leng Sicheng mengerat, ia memeluk Gu Qingqing kuat-kuat di dalam pelukannya. Ia ingin menggunakan berbagai macam cara untuk memberi tahu Gu Qingqing bahwa wanita itu tidaklah sendirian.
"Pulang? Rumahku … di mana?" Gu Qingqing mengangkat kepalanya dengan bingung, kepalanya menoleh ke kanan kiri dengan canggung, melihat pemandangan jalan yang ditutupi hujan.
Di sini adalah jalan perempatan, lampu merah dan hijau berubah dari waktu ke waktu, mobil dan pejalan kaki juga berjalan dan berhenti. Di jalan seperti ini, Gu Qingqing harus memilih untuk berjalan ke kiri, atau ke kanan?
Semakin Leng Sicheng melihat mata Gu Qingqing yang seharusnya jernih, tapi kini penuh dengan kebingungan, hatinya menjadi semakin sakit. Ia menjepit payung dengan ketiaknya, lalu menggandeng tangan Gu Qingqing yang memakai cincin nikah mereka, kemudian memberikan sebuah ciuman di atas cincin nikah tersebut, "Istriku, pulanglah denganku."
Istri?
Gu Qingqing mengangkat kepalanya, hatinya memberontak dengan parah.
Leng Sicheng melepaskan tangan yang merangkul pinggang Gu Qingqing, kini ia ganti menggenggam tangan sang istri dengan erat, "Kita pulang dulu, tanganmu sangat dingin."