DATING
DATING
David melambaikan tangan begitu dia melihat sosok Sarah keluar kelasnya. Sontak saja gadis itu kaget. David benar-benar menepati janjinya untuk datang ke kampus sore ini. Mana itu cowok nampak rapi sekali pula.
Sarah yang jadi kikuk terlebih akibat digodain oleh teman-teman kelasnya, langsung saja tersipu malu. Gadis itu segera berjalan mendekati David yang entah sudah berapa lama menunggunya diluar kelas. Cowok itu juga membawa sebuket bunga mawar merah, cantik sekali. Udah ala-ala mau dating di dalam minggu saja.
"For you..." kata David sembari menyerahkan buket bunga itu. Sarah nampak semakin salah tingkah.
"Tapi.. ini dalam rangka apa kak?!" tanya Sarah dengan ekspresi bego. David tersenyum manis.
"Gak dalam rangka apa-apa. Memangnya kalau mau kasih bunga, harus tunggu kamu ulangtahun dulu?" Cowok itu balik bertanya.
"Ya enggak juga sih..." pipi Sarah jadi memerah, "Thanks ya, kak!" Dia menerima buket bunga mawar merah itu dan langsung menciumnya. Aroma mawar ini benar-benar bikin hati jadi adem.
"Sama-sama..." jawab David, masih dengan senyum menawannya. "So, can we go right now?!"
"Oh, oke..sure!" Sarah mengangguk cepat. Lagi-lagi, riuh suara teman-teman kelas Sarah mulai mengiringi langkah kepergian dua sejoli itu.
"Cieee Sarah.. akhirnya kejombloanmu yang udah berkarat itu berakhir juga!" Celetuk salah satu teman lelaki Sarah. Yang lain gak mau kalah berkomentar.
"Suit.. suit.. makan-makan skuyyy! Diem-diem bae nih udah jadian!"
"Duh asiknya, pergi berdua-duaan oy!"
"Eh awas jangan pergi berduaan aja, nenek bilang itu berbahaya loh!"
"Halah.. itu kan kata nenek lo! Kalau kata nenek mereka mah, gak apa-apa asal jangan pulang pagi!"
"Hahaha, sialan lo!"
Dan masih banyak celetukan-celetukan nyeleneh dari mahluk-mahluk lainnya yang terdengar jelas ditelinga Sarah. Gadis itu sebenernya pengen membalas, tapi dia harus tetap tenang dan stay cool. Jangan sampai nanti nampak dirinya tukang buat kisruh di depan kak David. Bisa turun dia punya reputasi.
Memang dasar teman-temannya ini juga, hobi sekali menganggu urusan orang lain. Dalam hati Sarah, gadis itu akan membalas godaan teman-temannya pada saatnya nanti, liat saja!
*****
David dan Sarah segera memesan tiket bioskop untuk menonton. Pilihan mereka berdua jatuh pada salah satu film bergenre drama romantis terbaru. Ya, sebenernya David sih ogah banget nonton film genre cinta-cintaan alay begitu. Tapi apa daya, rekan menontonnya ini masih remaja labil yang sedang dalam tahap mencari jati diri. Sarah maksa banget nonton film itu. Dan karena kegiatan nonton kali ini juga sebagai ucapan terimakasih atas kejadian di Jawa Barat kemarin, terpaksa David menurut saja.
Karena film itu masih baru dan jam tayangnya juga cukup lama, masih setengah jam lagi, otomatis mereka berdua memutuskan untuk jalan-jalan sebentar disekitaran Mall. Kebetulan gedung bioskop tadi masih satu gedung dengan Mall, jadi itung-itung mereka bisa sekalian cuci mata sekaligus pendekatanlah.
Sarah kemudian mengajak David untuk makan makanan ringan terlebih dahulu, soalnya sedari siang tadi gadis itu belum sempat makan. David langsung setuju. Pokoknya, dia membebaskan Sarah mau beli apa aja, akan dia traktir semua. Sebetulnya, gak ditraktir pun Sarah sangat mampu bayar sendiri. Sebagai putri satu-satunya dari pengusaha tajir mlintir, duit Sarah juga sama seperti Reyhan : tidak memiliki nomor seri saking banyaknya! Bedanya, keuangan anak itu masih diatur mama Lita. Soalnya Sarah ini tipikal anak boros dan tukang khilaf belanja.
"Kak, kita cobain cake chef Junet yuk! Kata orang-orang di aplikasi Toktok, itu enak banget loh!" usul Sarah. David menaikan satu alisnya.
"Oh ya? Boleh juga... Dimana booth nya?"
"Itu tuh, disitu!" Sarah menunjuk salah satu booth di lantai dasar.
David menoleh ke arah yang ditunjuk Sarah. Rupanya boothnya cukup ramai.
"Eits, bentar dulu kak!" Sarah menarik lengan David begitu cowok itu hendak melangkah kearah booth milik Junet's bakery. "Kita sambil bikin Toktok ya kak!"
"Toktok?!" David mengerutkan dahi. Seumur-umur belum pernah dia bikin konten di aplikasi itu.
"Iya, jadi nanti ceritanya aku sama kakak jalan dulu nih, terus aku shoott.. nah terus nanti pilih-pilih cake nya aku shoot juga, terus nanti kakak makan cakenya seolah-olah enak banget gitu ya? Oke?!"
Kening David berkerut, "What? Biar apa kita begitu?!"
"Ya biar ikut-ikut hits aja. Mau ya kak? Ya?!"
David menghela nafas. Begini nih, kalo jalan sama anak abege labil, "Okay.. okay, just for you!"
cowok itu terpaksa setuju. Langsung saja keduanya berjalan beriringan menuju booth milik chef Junet. Begitu tiba, Sarah langsung antusias memilih cake dan dessert yang viral akhir-akhir ini. Tidak lupa pula dia mengarahkan kamera toktoknya untuk konten.
"Oh ini Korean bread itu ya? Pengen dong cobain yang ala chef Junet, dua ya! Terus aku mau yang itu juga ya mbak, Yang itu, sama yang itu juga! Iya.. itu tuh yang warna pink auk deh namanya apaan.." Sarah mulai menunjuk berbagai cake yang ingin dia beli. Mbak pelayannya dengan sigap mengeluarkan pesanan Sarah dari lemari kaca penyimpanan.
"Kak, kakak mau minum apa?" tanya Sarah. David yang gak ngerti ini bakery jual apa saja, langsung mengangkat dua bahunya.
"Terserah Sarah aja deh... Kakak ikut aja." jawabnya pasrah.
"Coffee latte nya deh dua mbak, pake es ya!"
"Sebentar ya kak!" Ucap mbak pelayannya dengan ramah, "Lastri.. es kopi latte dua.. Lastrii!!" Pelayan itu mulai memanggil rekan kerjanya dibelakang, namun setelah ditunggu beberapa saat, tidak ada sahutan.
"Lastri... tolong es kopi latte dua ya!" ulangnya. Namun sosok yang dipanggil tidak kunjung menyahut membuat orderan.
"Duh, kemana sih Lastri ini.." gumam mbak pelayan. "LASTRI, TOLONG LAS!"
"Kenapa?"
"Eh, maaf chef Jihan..."
Mbak pelayan langsung menunduk begitu Amora keluar dari kitchen dengan apronnya. Gadis itu terganggu kegiatan membuat cakenya akibat panggilan mbak pelayan ke staff yang lain.
"Ini chef, kakak ini pesan dua es kopi latte, makanya saya panggil Lastri.." sang pelayan menjelaskan alasannya dengan pelan.
Amora, yang kali ini tampil tanpa menggunakan kacamata, langsung saja tercekat begitu mengetahui siapa yang ada dihadapannya saat ini.
David Tama Pilar dan Sarah Deandra!
Dua orang yang sangat dia kenal, yang dulu juga sangat dekat dengannya. Satu adalah sahabat mantan kekasihnya, yang sama-sama menempuh kuliah diluar negeri bersama, sosok yang selalu membantunya ketika ada masalah dengan Reyhan. Sedangkan satu lagi adalah calon adik iparnya yang gagal, yang juga sering bersama dalam berbagai kesempatan.
Sarah sama David?
Untuk sesaat, Amora tidak bisa menyembunyikan rasa kagetnya berjumpa dua orang itu disini, dalam keadaan seperti ini pula. Jakarta itu luas, tapi entah mengapa dia selalu bertemu dengan orang-orang yang dulu pernah ada mengisi hari-harinya, membuat Amora semakin sakit hati saja. Kemarin ketemu Reyhan, Fio, bahkan dia harus mengantar kue ke Deandra Group. Sekarang, David dan juga Sarah?
"Chef Jihan?" staff Junet's bakery itu memanggil Amora. Gadis itu langsung tersadar dari lamunannya yang jauh menembus awang-awang. Mengenang kisah masa lalu dengan mantan orang-orang terdekatnya.
"Oh, iya. Biar saya yang buatkan!"
"Tapi Chef.."
"Gak papa!"
Amora segera balik badan, meninggalkan sang pelayan, David dan Sarah menuju kitchen.
Sarah sendiri sih, sama sekali gak mengenali perubahan Amora. Mungkin dari segi suara memang tidak bisa dibohongi, namun Sarah ini tipikal anak cuek yang gak akan peduliin orang sampai sedetil itu. Tapi untuk David, entah kenapa cowok itu mulai ngerasa sepertinya orang yang dipanggil Chef Jihan tadi adalah seseorang yang dikenalnya. Terlebih tanpa memakai kacamata hitam andalan, sorot bola mata chef itu tidak bisa menipu. Plus, ada tahi lalat disudut mata kanan sang Chef, yang mirip sekali dengan orang yang dikenal David. Sekilas, wajah Chef Jihan ini juga mirip dengan seseorang.
"I don't know how she looks like Amora.." Gumam David pelan.
*****
Eriska dan Lenny berjalan cekikikan menuju ruangan dokter psikiater kenalan Eriska. Sebenernya bukan Eriska sih yang kenal betul, tapi abang iparnya. Maklum, abang ipar Eriska ini juga seorang dokter, makanya cewek itu cukup banyak relasi didunia kedokteran. Tentu saja semua berkat pertolongan abang iparnya.
Lagi asik-asiknya ngerumpi, tanpa sadar keduanya menabrak seorang ibu-ibu paruh baya yang juga lagi meleng karena bermain handphone sambil jalan.
"ADUH... HAPEKUUUU!!" Jerit si Ibu. Langsung saja Lenny dan Eriska kaget, dan membantu si Ibu mengambil handphonenya.
"Duh, maaf ya bu! Kami berdua gak sengaja, suer!" nada bicara Lenny menyesal. Eriska juga menimpali dengan nada dan ekspresi yang sama,
"Iya bu! Mon maap atas perbuatan kami! Kami bener-bener gak sengaja!"
Si Ibu segera merampas handphonenya yang tadi terjatuh, lalu diambilkan Lenny. Penampilan wanita paruh baya itu sangat cetar. Makeup nya sangat tebal, sekitar 5 kg lah saking tebalnya. Alisnya juga menukik tajam, lebih tajam dari sudut segitiga siku-siku. Dan lagi, warna lipstik yang merah menyala, membuat tampilan ibu semakin tidak sinkron saja. Mata Ibu itu mulai memancarkan sorot kemarahannya, menguliti Lenny dan Eriska satu persatu.
"PAKE MATA DONG KALO JALAN! HANDPHONE SAYA INI BARU LOH! INI MAHAL NIH HARGANYA!!" Si Ibu langsung mengamuk, dia juga mengelus-elus layar ponselnya yang sebetulnya masih utuh 100%.
"Maaf ya bu, kami gak sengaja. Sekali lagi kami mohon maaf." Lenny merapatkan kedua telapak tangganya di depan dada. Gadis itu masih berbicara dengan nada yang amat menyesal karena telah menabrak si ibu. Tapi nampaknya si Ibu yang ditabrak ini tengah PMS, karena bukannya memaafkan malah semakin ngamuk.
"Maaf!!! Maaf!!!" cibir si Ibu, "Kamu tau gak harga hape saya ini berapa, haa?! Ini lebih mahal dari harga diri kamu, tau?!"
Lenny dan Eriska saling pandang, keduanya tercekat. Duile ibu ini omongannya tidak patut ditiru, benar-benar bar bar.
"Hape saya ini keluaran terbaru, super mahal! Kamu pasti gak tahu kan?! Dasar kaum misqueen! Kalau gak mampu beli, jangan merusak punya orang, ngerti?! Jalan pake mata jangan pakee bacot cekakak cekikik kayak suara kunti kejepit!"
Lenny terdiam. Tapi tidak dengan Eriska yang langsung ikutan naik darah. Serasa terinjak-injak dia punya harga diri.
"Eh, ibu yang terhormat, yang gila harta dan tahta.. maksud ibu ini apa ngomong soal kemiskinan? Emang ibu pikir, di dunia ini yang punya hape model begituan cuma ibu doang apa? Nih.. liat nih!!" Eriska segera mengeluarkan ponselnya dari dalam tas, "Handphone saya juga model begituan tapi saya biasa aja! Lagian, ibu ga denger apa? Kami berdua ini udah minta maaf.. Jadi gak usah deh ibu panjang-panjangin masalah!"
Diomong begitu, nyali si Ibu bukannya menciut malah semakin bar bar.
"Heh, anak geblek, hape kamu tuh udah lecet.. sedangkan hape saya ini baru. NEW HANDPHONE, YOU KNOW?!" Si Ibu gak mau kalah ngegas, "Hape saya masih mulus, karna saya gak level make hape lecet-lecet kayak hape kamu itu! Bisa gatel nih jari-jari saya! Itulah bedanya orang misqueen dengan orang tajir!"
Eriska melotot, emang sialan nih ibu-ibu!
"Eh bu, berapa banget sih harta kekayaan ibu itu? Asal ibu tahu ya, temen saya ini bisa belikan pabrik hape nya sekalian buat ibu kalau dia mau! Jaga ya mulut ibu!" kali ini gadis itu menunjuk-nunjuk wajah si Ibu tadi. Naik darah dia mendengar ucapan-ucapan si ibu itu. Biarin deh dikatain melawan orang tua, abis nih ibu ibu aja minus tata krama dan minus norma kesopanan.
"Eh, udah.. udah Ris!" Lenny segera menarik lengan sahabatnya yang semakin ready adu omongan sama si Ibu, "Bu, ibu kalau ngomong tolong hati-hati ya! Ini rumah sakit, bu!"
"Ya bodo amat!" Cibir si Ibu, "Dahlah males saya ngeladenin sobat missqueen kayak kalian berdua! Buang-buang waktu sibuk saya aja!"
Ibu itu segera berlalu dari hadapan Lenny dan Eriska. Sontak saja Eriska makin marah-marah.
"Bajigur bener! Lo liat gak sih? Tampang tuh ibu aja kagak ada chemistry nya dengan kekayaan! Pasti ngaku-ngaku aja tuh orang!" Eriska mendengus-dengus kayak banteng mau ngamuk. Lenny mengangguk.
"Tas nya aja Kw, mukanya juga udah menggambarkan kemisqueenan."
"Kok lo tau tas nya Kw?" Eriska mengerutkan dahi.
"Ck, yang begituan banyak kalik di pasar senen.. Udah yuk, kita buruan temuin dokter lo itu!"
"Oh iya, Jadi lupa kan gue! Yuk lah, cap cus!"
Mereka berdua segera menuju ruangan dokter psikiater kenalan Eriska. Tapi sial, begitu sampai diruangan, dokternya sedang tidak ada. Yang ada hanyalah salah seorang perawat.
"Baru aja pergi beberapa menit lalu, mbak. Kalau boleh tahu, sudah buat janji dengan beliau?"
"Belum sih.." Eriska menggeleng. Lemas sudah sekarang. Dalam hati dia menggerutu, gara-gara ribut sama Ibu tadi nih. Jadi telat kan ketemu si dokter.
"Kalau boleh tahu, jadwal dokternya hari apa aja ya, suster?" tanya Lenny.
"Hari senin, rabu, sama sabtu. Tapi untuk dua minggu kedepan dokter ambil cuti karena ada kegiatan di luar kota. Balik lagi akhir bulan nanti saja, mbak!" jelas suster panjang lebar. Lenny mengangguk-angguk. Wah, makin lama saja nih sesi konsultasi kalau begini ceritanya.
Begitulah, mereka berdua akhirnya memutuskan untuk keluar dari ruangan dokter psikiater. Percuma juga kan dipaksakan untuk konsul, toh dokternya juga lagi gak ada ditempat.
Keduanya berjalan dengan langkah gontai menyusuri koridor rumah sakit. Begitu tiba-tiba ada seseorang yang memanggil mereka dari arah belakang.
"Eriska?!"
Gadis itu segera menoleh ke belakang, ke arah sumber suara.
"Dokter Gina? Astagaa!"
"Kamu ngapain kesini Ris?!"
Eriska segera bercipika-cipiki ria dengan dokter Gina. Dokter Gina sendiri adalah salah satu rekan sejawat abang iparnya. Eriska bahkan sudah beberapa kali ketemu dengan dokter ini.
"Aku cari dokter psikiater itu loh, dok.. siapa sih? Lupa namanya.. Yang cowok itu!"
"Oh, dokter Vino..." wanita cantik berjas putih ala dokter itu menggantungkan stetoskopnya dileher, "Telat kamu, udah pergi dia!"
"Iya, katanya ke luar kota. Sayang banget padahal ini penting!"
"Memang siapa yang mau konsultasi? Kamu?!" tanya dokter Gina, Eriska menggeleng.
"Sahabat aku nih dok, kenalin.. Selebgram ternama tanah air!" Gadis itu memperkenalkan Lenny pada sosok dokter Gina. Langsung saja keduanya berjabat tangan dan berkenalan. Dokter Gina ini selain cantik, ramah juga.
"Oh iya, btw kan dokter ini kalau gak salah lagi ambil spesialis psikiatri juga ya? Bisa kalik dok, kita konsultasi bentar!"
Dokter Gina tertawa, "Bisa, tapi kan sekarang saya ini masih spesialis kandungan. Masih dalam proses, spesialis psikiatrinya. Lebih bagus lagi konsultasinya sama dokter Vino.."
"Duh, ini tuh urgent dok soalnya! Tapi coba dokter nilai dulu ini tuh kayak lebih masalah psikologis atau masalah umum. Ya dok? Pleasee!" Eriska memohon dengan sangat. Dokter Gina mengangguk.
"Yaudah, ayo ke ruangan saya!"
******