BENIH CINTA
BENIH CINTA
"Saya pak?!" Eriska menunjuk dadanya.
"Lha iyo toh, memange sopo? Nenekmu?"
"Yah.. kok saya sih?!" Eriska mengeluh. Pak Bayu menurunkan kacamatanya.
"Pas masih ada Lenny, pasti dia yang bakalan saya suruh. Berhubung sekarang adanya kamu, yo wes.. Sama aja kalian berdua itu. Pokoknya yang penting berkasnya sampe dengan selamet!"
Eriska berdecak sebal. Meskipun Reyhan sekarang adalah suami sahabatnya, tetep aja urusan kerjaan gak bakalan ada nepotisme sama cowok satu itu. Mau masih ada hubungan kekeluargaan juga, bakalan dia babat habis kalau kerjaan gak sesuai kemauannya. Apalagi Eriska coba, yang juga sebelas dua belas sama Lenny? Mereka berdua pada zamannya hanyalah remah-remahan rengginang yang tak dianggap sama sekali.
Gadis itu tahu sih, sejak menikah sebenernya Reyhan sedikit banyak telah berubah. Ya, cowok itu gak terlalu hobi marah-marah lagi. Wajahnya juga gak muram, sekarang malahan selalu berseri-seri sepanjang hari dan terlihat sepuluh tahun lebih muda kayak pakai produk kecantikan ternama ituloh. Tauk deh kenapa bisa begitu. Padahal Eriska juga ngeh kalau sohibnya belom pernah ngapa-ngapain sama Reyhan. Mungkin efek jatuh cinta kalik ya si Reyhan bisa begitu mesikupun ga ada adegan mantap-mantap sama sekali?
Tapi meskipun Reyhan sudah berubah, tetep aja Eriska mager mau nganter berkas ke gedung sebelah. Bukannya apa nih, dia malah jadi agak gimana gitu kalau ketemu Reyhan berdua saja. Jadi ngerasa agak canggung. Disatu sisi Reyhan adalah bossnya, tapi disisi lain cowok itu adalah suami sahabatnya. Eriska jadi bingung sendiri harus bersikap gimana. Mau diem aja, tapi kok ya terlalu kaku. Mau ngobrol biasa selayaknya sama suami sahabat, eh kok ya dia takut di cap sok ngakrab. Entahlah, dunia ini memang penuh dengan sandiwara.
Belum lagi dia bakalan ketemu sama Fio si sekertaris Reyhan. Gak tahu kenapa sih sejak konferensi pers itu, menurutnya, Fio jadi sinis setiap ngelihat ke Eriska. Padahal kan yang menikah sama Reyhan itu si Lenny. Tapi sebagai sahabat, Eriska jadi kena imbasnya juga. Pun dengan barisan wanita patah hati lainnya, mereka suka melirik sebal jika tak sengaja berpapasan dengan Eriska. Ini ngebuat Eriska jadi bingung sendiri sama kelakuan manusia di kantornya zaman sekarang.
Masalahnya, mau ada hujan emas di gedung sebelah juga, pak Bayu sang kepala divisi keuangan ogah banget nganter berkas sendirian kesana. Pak Bayu paling anti dimarahin sama makhluk yang lebih muda. Memang sih, secara jabatan Reyhan jauh diatas pak Bayu. Tapi secara umur dan kematangan, jelas pak Bayu ini sudah sangat senior. Dan dia ogah kena semprot sama Reyhan. Menurutnya, lebih baik pak Bayu mengirimkan para kelinci percobaannya untuk menjadi "mangsa" Reyhan. Daripada dirinya sendiri yang ditelan boss itu hidup-hidup. Cari aman sajalah.
"Nunggu apa lagi? Kamu mau nunggu sampai saya punya istri kelima?!"
"Dih..." Eriska bergidik ngeri, buru-buru gadis itu mengambil beberapa berkas diatas meja pak Bayu. "Tapi ini yang terakhir ya, pak. Besok-besok bapak suruh si Edgar aja deh yang nganter. Saya ini belom nikah loh pak, saya gak mau mati muda gara-gara stress!"
Pak Bayu terkekeh, "Iya wes.. hus.. hus.. sana sana gek cepet toh kamu nganternya!" pak Bayu mengusir Eriska layaknya mengusir ayam. Sontak saja gadis itu makin kesal dan pergi dengan muka merah padam.
****
Eriska yang meskipun sambil ngomel-ngomel sendiri, tapi tetap saja dia jalan mengikuti perintah pak Bayu. Begitu sampai di lantai sebelas gedung sebelah, gadis itu langsung mencari Fio untuk meminta izin bertemu atasannya.
"Permisi mbak, saya Eriska dari divisi keuangan. Saya mau bertemu pak Reyhan untuk antarkan berkas." Kata Eriska basa basi. Males banget dia sebenernya izin dulu ke Fio. Tapi aturannya memang harus begitu.
Fio yang sedang sibuk mengikir kuku-kuku cantiknya, spontan saja menghentikan aktivitasnya begitu melihat siapa yang datang.
"Letak aja deh disitu nanti saya yang anter..." katanya dengan malas. Eriska tersenyum tipis.
"Maaf mbak, tapi kepala divisi saya minta harus diantarkan langsung ke beliau karena mau langsung dikoreksi. Jika sudah benar, berkasnya langsung saya bawa kembali untuk diproses.."
Fio meletakkan kikiran kukunya dengan satu bantingan keras. Gadis itu langsung berdiri, menghadap Eriska face to face.
"Pak Reyhan sedang ada tamu penting di dalam... gak bisa di ganggu!" katanya lagi. Eriska sama sekali tidak gentar, cewek modelan Fio begini nih yang bikin mood bertempurnya bangkit. Gadis itu menatap Fio lekat-lekat, tepat di manik mata.
"Oke, kalau gitu saya bakalan nunggu!"
"Silahkan saja kamu menunggu sampai besok!" Fio tersenyum mengejek. Untuk sesaat mereka berdua saling memandang satu sama lain. Suasana langsung berubah menjadi panas.
"Gak masalah, saya sih profesional dalam hal pekerjaan. Sama sekali gak mau melibatkan hal lain dalam bekerja terutama soal perasaan!" sindir Eriska. Fio melipat kedua tangan di depan dada, tersenyum sinis.
Sedang tegang-tegangnya begitu, mendadak Reyhan membuka pintu ruangannya. Dia kaget mendapati dua wanita itu berdiri face to face dengan ekspresi wajah yang sama-sama dingin.
"Loh Ris, ngapain berdiri disini?" Reyhan menaikkan satu alisnya. Sontak saja Eriska dan Fio menghentikan kegiatan saling sindir itu.
"Ehm, ini Pak.. Saya disuruh Pak Bayu ngantarkan berkas yang Bapak minta!" jawab Eriska cepat.
"Oh begitu, kenapa gak langsung masuk aja?!" Reyhan jadi heran sendiri, "Oh iya, Fio, tolong buatkan minuman buat kita, tiga deh sekalian ya!" Perintah Reyhan ke sekertarisnya. "Ayo, kamu masuk Ris!" ajak Reyhan. Eriska tersenyum penuh kemenangan. Sukurin lo Fio, makanya jangan blagu jadi sekertaris!
"Baik pak!" jawab Fio. Reyhan segera balik badan dan kembali masuk keruangan. Dibelakang Reyhan, Eriska tertawa puas. Raut wajahnya mengejek Fio. Gadis itu juga tak lupa meleletkan lidahnya pada Fio sebagai tanda ending yang epic!
Fio mendesis marah. Kurang ajar emang Eriska ini. Lihat saja nanti, akan dibuatnya perhitungan agar cewek itu tidak seenak jidat mengejeknya. Tunggu saja bagian pembalasan!
Sementara itu setelah menutup pintu dengan sukses sambil sesekali mengintip keluar, Eriska baru balik badan dan menyadari ada kehadiran orang lain diantara dirinya dan Reyhan. Tak disangka, orang lain itu tak lain dan tak bukan adalah David.
Sontak saja Eriska jadi salah tingkah. Wajahnya yang tadi cengengesan pasca mengejek Fio, langsung berubah memerah bak kepiting rebus. Duh, mana tadi belum sempet rapi-rapiin rambut lagi. Kece gak ya penampilan gue? pikir Eriska.
"Oh... Hello girl!" sapa David dengan ramah, "Long time no see, kok lo gak pernah ngabarin gue sih?" tembak David langsung, ngebuat Eriska makin salah tingkah.
"Ehm.. ngabarin gimana ya maksud Bapak?!" gadis itu sengaja memutarkan kalimatnya. Pura-pura gak ngerti.
"Ya ngabarin.. chatting atau telpon maksudnya!" ulang David lagi. "Kamu kayak menghilang gitu loh, tanpa kabar!"
"Loh, kenapa harus saya yang chatting duluan? Kan Bapak yang save nomor saya." Eriska menjawab dengan santai, "Lagian dimana-mana, cowok itu harus memulai duluan pak!" timpal Eriska mantap. Dibilang begitu, David jadi kalang kabut. Skak mat banget pokoknya. Betul juga sih, dia ini mengharapkan Eriska chat duluan, sementara usaha dia sendiri aja nol. Omong kosong.
Reyhan yang sedari tadi hanya menyimak, sontak saja ingin tertawa terbahak-bahak mendengar perkataan Eriska. Sepertinya David itu perlu bimbingan khusus dengannya, agar bisa dengan baik dan benar menakhlukkan cewek.
"Gini Ris.. handphone gue itu sebenernya hilang waktu pergi ke Jawa Barat... Jadi gue kehilangan hape plus nomor lo.." jelas David. Eriska tidak menanggapi itu. Dirinya langsung menyerahkan berkas yang dibawa pada Reyhan.
"Ini berkas yang diminta pak. Boleh bapak periksa dulu siapa tahu ada kekurangan!"
Reyhan menerima berkas sambil tersenyum menahan tawa. Tanpa pikir panjang, dirinya langsung membuka berkas itu, seolah-olah tutup mata dengan obrolan David dan Eriska.
"Ris, lo marah ya sama gue?!" tanya David. Eriska tak bergeming. Gadis itu tetap fokus menunggu Reyhan memeriksa berkas-berkasnya.
"Ris, I swear! Hape gue bener-bener ilang! Coba gue pinjem hape lo bentar deh kalau gak percaya.."
"Ehm.." Reyhan berdehem. David yang semula mau berdiri mendekat ke Eriska jadi batal. "Ris, ini berkasnya ditinggal aja ya. Nanti biar saya suruh Bambang yang anter ke pak Bayu!" Kata Reyhan lagi. Eriska mengangguk.
"Kalau gitu saya permisi dulu pak!" pamit Eriska.
"Eh tunggu dulu, kan Fio lagi bikinin minuman.."
Baru saja Reyhan selesai bilang begitu, yang diomongin mengetuk pintu dan langsung masuk. Fio datang membawa sebuah baki berisi tiga cangkir minuman hangat.
"Terimakasih pak Reyhan, tapi kayaknya saya harus buru-buru kembali ke ruangan saya." tolak Fio halus. Gadis itu sekali lagi pamit dengan santun pada bossnya, begitu dia balik badan dan hendak meninggalkan ruangan, dia berbisik ditelinga Fio.
"Lagian gue udah tau tuh minuman pasti diracunin!" katanya. Fio mendelik. Emang benar-benar bar bar Eriska ini.
Eriska langsung saja keluar ruangan Reyhan. David jadi ngenes melihatnya. Wah, apa-apaan ini. Dia bahkan diabaikan oleh staff sahabatnya itu.
"Udah, kejar aja!" saran Reyhan. David yang tengah bimbang kontan mengangguk. Langsung saja cowok itu dengan gesit ikut keluar ruangan.
****
"Ris.. lo kenapa marah sama gue sih?" David mengekor dibelakang Eriska. Gadis itu berjalan dengan cepat, risih banget dia dilihatin staff-staff Reyhan yang lain.
"Sorry kalau gue belum sempet telpon lo waktu itu.. tapi ceritanya panjang kenapa gue gak jadi nelpon!" David masih berusaha menjelaskan. Eriska menuju lift dan segera menekan tombol menuju lantai dasar.
"Gak masalah pak. Lagian, saya juga gak ada urusan buat ditelpon sama bapak!" katanya dingin.
"Iya sih.. tapi Ris.."
Pintu lift terbuka. Eriska langsung saja nyelonong masuk ke dalam lift. Tak disangka, David masih berusaha membuntutinya.
"Dih, bapak ngapain ikutin saya?!" tanyanya. David menutup pintu lift dan menekan tombolnya. Cowok itu langsung balik badan menghadap Eriska.
"Gue bakalan buntutin lo sampai lo maafin gue dan kasih nomor lo lagi!" terangnya. Wajah Eriska memerah lagi.
Apa kata David barusan? Ini sih, pemaksaan yang diharapkan namanya!
"Loh kenapa harus minta maaf, saya gak marah sama sekali kok!" Eriska mengibaskan rambutnya, seolah itu bukan masalah sama sekali. Padahal nih ya, dalam hati Eriska sebenernya kesel kenapa waktu itu dia diabaikan David. Itu loh waktu Eriska nungguin David nelpon sampai malam, katanya ada yang penting. Nyatanya David tak kunjung menghubunginya.
Tapi disisi lain gadis itu sadar juga, dirinya bukanlah siapa-siapa. Jadi gak ada kewajiban David untuk menghubunginya. Dan sekarang, perlakuan David yang mengemis begini, bikin Eriska berubah jadi seneng. Memang gampang banget menakhlukkan hati wanita itu.
"Kalau kamu gak marah, gimana kalau besok kita dinner?!"
"Dinner?!" Eriska menaikkan satu alisnya, "Saya sama bapak? Berdua aja?"
"Iyalah.. masa sekantor sih? Itu demo namanya kalo sekantor!"
Wajah Eriska kembali memerah. What? Apa dia gak salah denger barusan? Ya ampun mimpi apa dia semalam?
"Gimana Ris?!" tanya David lagi, "Mau ya?"
Eriska tak menjawab dengan kata-kata. Gadis itu hanya mengangguk sekali. Dia mengiyakan permintaan itu.
*****
Malam ini Reyhan tidur dengan sangat tidak nyenyak. Cowok itu mendadak lapar akut dini hari. Padahal tadi dia sudah makan malam. Entahlah, akhir-akhir ini nafsu makannya memang sedang sangat bagus.
"Istrik..." cowok itu mulai mepet-mepet ke tubuh Lenny yang tengah tertidur pulas. Dimatanya, gadis itu selalu cantik dalam keadaan apapun, meskipun pose tidurnya selalu gak karu-karuan.
Reyhan mulai mengelus pipi Lenny dengan lembut. Dikecupnya sekali pipi itu, kemudian dipeluknya erat-erat tubuh Lenny dengan gemas, hingga gadis itu jadi terganggu aktivitas bermimpinya.
"Aduh suamik.. susah nafas ih.. ngapain sih?!" Lenny terbangun dan mulai meronta. Reyhan terkekeh.
"Aku laper nih!" ucapnya cepat. Lenny terbelalak. Gadis itu buru-buru melirik jam diatas meja yang menunjukkan pukul 2 dini hari.
"Ya ampun ini baru jam dua.. Kamu mau makan apa? Delivery aja ya, aku ngantuk banget nih.." Gadis itu meraih handphonenya dengan malas dan mulai scroll layar untuk menemukan makanan apa yang bisa mereka jumpai jam segini. Reyhan menggeleng.
"Kata kamu mi instan itu enak. Gimana kalau kita makan itu aja?"
"HAH?!" Lenny tercengang. Bukannya apa, Reyhan itu kan sehat banget orangnya. Anti micin-micin club. Beda banget sama dirinya yang emang queen of jajanan dengan tinggi penyedap.
"Kamu gak salah ngomong?!" Lenny segera memegangi dahi Reyhan, takut cowok itu ngigau.
"Apaan sih.." Reyhan menepis tangan itu, "Ayo buruan masakin mi instan! Laper nih!"
"Oke deh oke.." Lenny membenahi piyama tidurnya. Gadis itu segera cuci muka dan mulai keluar kamar. Dibelakangnya bak anak kecil, Reyhan membuntuti. Cowok itu menunggu dimeja makan sambil bermain handphone.
Dengan cekatan, Lenny mulai merebus air dan mengeluarkan persediaan mi instan. Tidak lupa, dia juga menambahkan telur dan memotong-motong sayuran. Biar lebih mantep, mi instan perlu ditambahkan cabe iris, masukkan bumbu, dan ta daaa... mi instan siap dinikmati!
"Nih cobain..." Gadis itu meletakkan semangkuk mie diatas meja Reyhan. Asap mie yang mengepul dan aromanya yang kuat langsung membangkitkan semangat juang Reyhan untuk melibas habis mie tersebut.
Cowok itu mulai menyendokkan mie instan ke dalam mulutnya. Dirinya mulai mengunyah dengan pelan, menikmati rasa yang menyeruak dalam lidah.
"Gimana?" tanya Lenny penasaran. Jantungnya deg degan juga, udah kayak kontenstan ajang memasak nunggu komentar dari juri.
"Sumpah ini tuh...." mata Reyhan berbinar-binar, "Ini enak banget! Gilaa! Kamu jago banget sih masak!"
Lenny menghela nafas. Sebenernya bukan dianya yang jago masak, tapi emang rasa mi instan kan enak. Reyhan aja yang kebangetan, tiga puluh tahun hidup di bumi masa sama sekali gak pernah makan mi instan.
"Ini tuh perpaduan rasa yang.. perfecto! Sayurnya juga matengnya pas, telur ga overcooked ya.. terus.."
"Ah, udah deh Rey.." Lenny memotong omongan Reyhan. Males banget dia dengerin Reyhan berkomentar ala chef Junet di tipi. "Mi instan tetaplah mi instan.."
"Hehehe tapi ini enak sumpah..." Reyhan kembali menyendok mi kedalam mulutnya, "Eh kamu gak makan? Aku suapin ya?"
"Gak deh, liat kamu seneng aja aku udah seneng..."
"Jago gombal ya kamu sekarang?" Reyhan mencuil pipi Lenny dengan gemas. "Btw Istri, ada yang pengen aku omongin sama kamu. Tapi ini rahasia ya!"
"Apaan tuh?" Lenny mulai mendekat merapat. Tak lupa dia celinguk kanan kiri, takut ada orang lain yang nguping.
"Tapi kamu jangan marah ya?"
"Iya, tenang aja!"
"Janji?"
"Yaelah, buruan sih Rey..."
"Cium aku dulu!"
"Ya Tuhan..." Lenny yang udah kepo dengan hal yang ingin dibicarakan Reyhan, langsung saja mendaratkan satu ciuman dipipi cowok itu.
"Aseeeek!" pekik Reyhan girang, "Kenapa sih kamu akhir-akhir ini manis banget?"
"Suamik, jangan pancing kesabaran aku ya! Buruan cerita ada apa?!" Lenny tidak menggubris pertanyaan suaminya itu. Langsung saja Reyhan memasang tampang yang serius, meskipun sambil makan mie.
"Jadi, sebenernya dulu aku pernah bangun rumah sih sama mantan. Kamu tau mantan aku kan?"
Lenny mengangguk pelan. Reyhan kembali melanjutkan perbincangannya. Ditatapnya Lenny lekat-lekat.
"Rumahnya udah jadi sih, tinggal di renovasi. Tapi kita keburu putus sebelum sempat tinggal disana. Nah, kalau kamu gak keberatan nih.. kalau gak keberatan tapi ya, gimana kalau kita renovasi rumah itu sesuai kemauan kamu?" Sampai disini Reyhan menghentikan kalimatnya, mengamati ekspresi Lenny yang menatapnya tanpa berkedip, "Maksud aku, designnya terserah kamu. Karena aku pikir, kita gak mungkin selamanya tinggal sama mama dan papa. Aku ngerasa kita perlu punya privacy dan kehidupan sendiri."
Lenny terdiam. Gadis itu masih datar-datar saja, ekspresinya sulit ditebak Reyhan apakah setuju atau tidak dengan usulnya.
"Menurutku, mubazir aja kalau bangunannya terbengkalai. Tapi bukan berati aku masih inget mantan ya sayang! Enggak sama sekali! Atau kalau kamu gak setuju, kita bangun rumah baru lagi aja asalkan kita pindah dari sini. Gimana?"
Lenny mengangkat kedua alisnya. Cewek itu berdehem agak lama. Pandangannya kini jauh menerawang seisi rumah. Dia mulai berpikir keras dengan usulan dari Reyhan.
"Tapi kalau kamu emang lebih suka tinggal disini, yaudah disini aja, kita gak usah pindah. Yang penting kamu nyaman sayang."
Reyhan jadi hopeless. Cowok itu kembali menyendok mie kedalam mulutnya.
Sekarang suasana jadi hening. Hanya ada desau-desau angin malam yang membelai wajah kedua sejoli itu. Lenny masih tak bergeming, sibuk dengan pikirannya sendiri. Sedangkan Reyhan, dirinya masih fokus untuk menyendok mie lezat itu.
Didetik-detik terakhir menjelang mie dalam mangkok habis, Lenny menjentikkan jarinya.
"Ehm.. oke aku setuju rumah itu direnovasi aja!"
Hukkk!
Reyhan terbatuk-batuk. Kuaget dengan jawaban yang diharapkan itu.
"Kamu serius sayang? Kamu gak cemburu kan?"
"Aku? Cemburu?" Lenny mengerutkan dahinya, "Ngapain aku harus cemburu coba? Gini ya Rey, dia itu kan cuma mantan, biar gimanapun mantan kamu itu cuma bagian dari masa lalu kamu. Sebagai istri, aku terima baik dan buruknya masa lalu kamu." Lenny tersenyum super manis, "Masa lalu kamu itu punya kamu, tapi kalau masa depan kamu, itu punya kita!"
Reyhan langsung meleleh mendegar jawaban itu. Rasanya dia pengen mimisan sekarang. Aduh, kenapa cewek ini jadi sangat menggemaskan sekali?
"Terima kasih ya sayang, emang gak salah aku memilih kamu buat jadi Istri." Cowok itu mengambil tangan kanan Lenny dan menggenggamnya, "Aku sayang banget sama kamu!"
"Aku juga!" Lenny terkikik geli. Dia jadi ngerasa alay kayak anak abege lagi pacaran. Tapi gakpapa deh, sesekali ngalay sama suami sendiri. Yang penting kan bukan sama suami orang. Lagian dia masih inget betul kata dokter Gina. Bagaimanapun dia harus punya kedekatan secara fisik dan batin sama Reyhan.
"Tapi kita jangan kasih tahu siapapun dulu ya soal ini. Nanti kalau rumahnya udah jadi, baru kita omongin sama yang lain. Setuju?!"
"Sip aku setuju!" Lenny mengacungkan jempolnya. "Kalau udah selesai makan, bolehkah kita melanjutkan kegiatan menggapai mimpi di pulau kasur, wahai tuan Reyhan Deandra?"
"Oke oke.." Reyhan mengangguk. "Ayo aku gendong ke kamar, biar tambah so sweet!"
"Yee gak usah ah, orang kamu baru makan juga!"
"Gak papa, itung-itung abis makan langsung olahraga!"
"Yaudah deh kalau kamu maksa!" Lenny langsung naik dipunggung Reyhan.
Jadilah, keduanya gendong-gendongan sampai masuk kamar ditengah malam buta.
*****