RUMAH KAKEK
RUMAH KAKEK
Ya, dengan mantap Lenny mengucapkan kalimat itu. Perlahan tapi pasti nama itu mulai terpatri di dadanya. Merasuk dihati dan jantungnya. Menggema di relung jiwanya.
Selepas perjalanan panjang yang ditempuh, akhirnya dia dan Reyhan mendarat dengan aman, selamat, sehat, dan sejahtera di Istanbul. Perjalanan panjang ini sangat menyenangkan. Tentu saja karena penumpangnya hanya mereka berdua di tambah awak pesawat. Jadi keduanya bisa bebas ngapain aja. Mau koprol kek , salto, atau mau guling-guling sekalian? Boleh, asal jangan melompat saja dari pesawat.
Ini adalah perjalanan pertama Lenny menggunakan pesawat jet pribadi. Pribadi atas nama diri sendiri pula. Wuih, Lenny berasa jadi crazy rich yang sesungguhnya. Selama ini dia cuma bisa mantengin selebritis papan atas naik jetpri, dan sekarang dia sudah punya sendiri. Ya, walau itu jet tetep pemberian Reyhan. Tapi pesawat ini adalah mahar pernikahan, dan mahar sepenuhnya adalah milik istri. Jadi sama saja milik dia.
Dan kalau ditanya bagaimana perasaan gadis itu naik jet pribadi tentu saja dia amat gembira dan bersuka cita karena merasa sangat privat. Biasanya, gadis itu kalau pulang kampung cuma mampu naik penerbangan komersil kelas ekonomi, ditambah seringkali kena delay pula. Belum pernah sekalipun walau naik pesawat komersil, minimal seat bussiness class lah, atau first class biar bergengsi.
Kalau ada pepatah 'roda kehidupan terus berputar' itu memang benar adanya. Buktinya saat ini keadaan sudah jauh berubah. Dulu ya dulu, sekarang yang harus dijalani. Dulu namanya masih Lenny Addara. Tidak ada yang memandang pada nama itu. Sekarang dia adalah Nyonya Dara Deandra. Orang yang sama dengan nasib yang berbeda. Gilaa, dia tidak pernah berpikir hidup akan berubah sedemikian rupa.
Gadis itu membenarkan kacamata hitam yang dikenakan. Sesekali Ia juga membenahi rok selutut ini, takut terlipat atau tertiup angin. Sungguh Lenny yang sekarang lebih menjaga attitude dan tingkah laku, terlebih dihadapan segerombolan orang asing yang kini menjemputnya dan Reyhan di bandara. Semuanya berjenis kelamin laki-laki. Tapi ada satu deh yang perempuan, yang baru saja menanyai siapa namanya.
"Hello Mrs. Dara, Iam Cinta. Glad to meet you!"
Perempuan itu menguluran tangan dengan ramah ke Lenny untuk bersalaman. Agak ragu, Lenny menerima uluran tangan itu. Bukannya apa sih, dia agak bingung aja soalnya muka mbak Cinta ini kok kayak sodara sebangsa setanah air. Mau nanya tapi kok ya agak gak pede, pikir Lenny.
"Mrs Dara, he is my husband, his name is Rangga. We are from Prilin Company!" Wanita bernama Cinta itu menunjuk seorang lelaki yang sedang berbincang fasih dengan Reyhan dalam bahasa Turki. Lenny tersenyum dan mengangguk pelan. Wah, Cinta dan Rangga? Tapi mereka berdua bukan pemeran AADC versi Turki kan?
"Sayang, kenalin ini Rangga.." Reyhan berjalan mendekat ke arah Lenny, "Ini istrinya namanya Cinta, mereka orang Indonesia juga cuma udah lama menetap di Turki.."
Seketika Cinta ternganga. Sialan, ternyata dia sudah tertyphu!
Wanita itu mengira bahwa Lenny alias Mrs Dara adalah orang luar negeri. Makanya dia tadi sok pengantar berbahasa inggris gitu, takut Mrs Dara nya gak ngerti. Soalnya dari penampilan gadis itu sungguh gak nampak kearifan lokalnya. Rambut sebahu berwarna cokelat dan berponi. Kulit yang putih, bibir tipis, wajah tirus, dan makeup yang juga senada dengan korean look. Mana kalau senyum gigi cewek itu putih bening berkilau bikin silau, sepertinya habis veneer gigi. Sudah gitu cewek itu pakai kacamata jadi Cinta gak bisa menebak lewat bola mata dong.
"Halo bu Dara, saya Rangga. Saya yang diminta mendiang kakek untuk mengurus perusahaan pak Reyhan selama beliau belum kesini.."
Mereka berdua berjabat tangan. Lenny jadi bingung mau ngomong apa, dia juga sendiri merasa tertipu mengira Cinta dan Rangga aseli warga Turki. Lagian si Reyhan, kalau udah tau Rangga orang Indonesia juga kenapa sih tadi mereka berbincang dalam bahasa Turki segala? Apakah itu obrloan rahasia biar dirinya gak boleh tahu? Hmm, Lenny jadi curiga.
"Oh, iya pak Rangga. Senang sekali bisa bertemu dengan anda!"
"Saya juga bu Dara. Kalau begitu kemana Pak Reyhan dan Bu Dara akan melanjutkan perjalanan? Mungkin kita akan bekeliling kota sebentar?" tawar Rangga. Kontan saja Reyhan mengelak.
"Oh gak usah, Ga. Kami langsung saja pulang ke rumah kakek. Mau istirahat!"
"Yahhhh, kenapa kita gak jalan-jalan dulu aja sih suamik? Mumpung lagi di Turki lho.." Lenny protes. Ekspresinya langsung cemberut. Lenny ini tipikal cewek yang kalau berpergian ke tempat lain, akan diexplore seluruh tempat itu sampai akar-akarnya. Jadi dia tidak akan memikirkan waktu beristirahat, aji mumpung travelling. Kapan lagi ya khaaannn?
"Besok kan bisa.. masih ada banyak waktu. Kita di Turki bukan cuma sehari dua hari neng!"
"Tapi kan..."
"Gakpapa bu Dara. Besok kalau Ibu mau jalan-jalan, biar saya yang temani" tawar Cinta sambil tersenyum. Lenny terpaksa setuju walau bibirnya mayun 30 centi. Yasudahlah daripada gak jalan sama sekali, lebih baik ditunda besok.
Jadilah mereka pulang ke rumah mendiang kakek diantar oleh Cinta dan Rangga. Dan untuk pertama kalinya Lenny melintasi jembatan Bosphorus. Yup, ini adalah jembatan yang sangat terkenal dan fenomenal ada di Istanbul. Selama ini gadis itu cuma bisa ngeliat nih jembatan dari media online saja. Tapi hari ini, dia beneran ada disini. Lenny jadi senyum-senyum sendiri. Sungguh mimpi indah yang jadi nyata.
Rumah mendiang kakek terletak disisi Istanbul bagian Asia. Perlu di ketahui, Istanbul adalah kota yang terletak di dua benua yaitu Asia dan Eropa. Wilayah Eropa lebih cenderung untuk aktivitas bisnis dan perdagangan sedangkan Istanbul bagian Asia lebih banyak dijadikan wilayah pemukiman penduduk.
"Apakah pak Reyhan yakin tidak mau singgah di rumah kami dulu?" tanya Rangga begitu mereka tiba di pintu gerbang rumah kakek. Reyhan tersenyum.
"Besok deh kami main ke sana. Sekarang mau istirahat dulu."
"Baik kalau begitu saya dan istri saya permisi dulu pak Reyhan. Selamat beristirahat!"
Rangga dan Cinta pamit dengan sopan, tak beberapa lama mobil keduanya menghilang dari pandangan mata Lenny dan Reyhan di pertigaan. Pasangan suami isteri baru inipun segera masuk.
Begitu masuk, mereka disambut oleh seorang penjaga rumah, yang sudah Reyhan kenal dari kecil, namanya Uncle Joe. Beliau ini adalah salah satu pekerja rumah yang sangat dipercayai mendiang kakeknya, bahkan hingga akhir hayat, Uncle Joe tetap yang dipercaya untuk menjaga dan membersihkan rumah ini setiap hari.
"Welcome my son! Welcome to your home!" Sambut Uncle Joe sambil memeluk Reyhan. Cowok itu balas memeluk Uncle Joe. Untuk sesaat keadaan menjadi haru karena rasa rindu yang setelah bertahun tahun lamanya pada akhirnya berujung temu.
"How are you, Uncle?" tanya Reyhan pada pria paruh baya itu. Uncle Joe tersenyum. Rambutnya sudah banyak yang memutih karena dimakan usia.
"Iam good Reyhan, Iam very good! How about you and your family in Jakarta? Sihat kah mareka?"
"Ha ha ha, yap! They are sehat Uncle, not sihat!" Reyhan mencoba memperbaiki bahasa Indonesia yang coba diucapkan Uncle Joe. Jadi si Uncle ini bisa sedikit sedikit berbahasa Indonesia. Campur English lah biar lancar komunikasinya ke Reyhan. Tapi Englishnya tentu better than si Encum Maruncum.
"Oh ya, Uncle Joe, let me to indroduce my wife..." Reyhan merangkul sang istri, biar agak agak mesra gitu sekaligus memanfaatkan kesempatan. "Istri, ini namanya Uncle Joe yang ngejagain rumah kakek aku dari jaman dulu sampai sekarang. Dan dia biasanya kalau malem pulang, jadi nanti kemungkinan istrinya yang akan bantuin beres-beres dan masak selama kita disini."
"Oh begitu?" Lenny menaikkan satu alisnya dan melepas kacatamata hitam yang sedari tadi di kenakan. "Hello Uncle Joe, my name is Len... Ups, Dara! Ya, my name is Dara! Nice to meet you!"
Gadis itu dengan sopan bersalaman dengan Uncle Joe, membuat si orang tua itu kesengsem dengan sopan santun wanita masa kini yang masih dijunjung tinggi!
"Hi Dara..." Uncle Joe memperhatikan penampilan Lenny from head to toe. "Is she a Korean?"
"Oh, NO!!" Lenny dan Reyhan menjawab dengan kompak. Memang, sejak di make over oleh Butik Ceria atas perintah mama Lita, penampilan Lenny yang sekarang mirip sekali dengan aktris aktris korea. Gadis itu jadi geer banget karena bukan hanya uncle Joe yang tertipu, tapi banyak orang yang mengira dia orang luar, padahal kan dia produk lokal aseli punya.
"She is Indonesian..." tambah Reyhan dengan pelan. Ekspresi uncle Joe sepertinya agak kaget melihat kekompakan pasutri itu yang agak ngegas.
"You're so lucky to have her.." bisik Uncle Joe ditelinga Reyhan. "Oke Dara, let's go! Kita masuk ke dalam rumah!"
Sesaat Lenny menatap Reyhan, cowok itu memberikan isyarat lewat tatapan mata untuk segera ikut masuk.
****
"Gilaa.. guede banget rumahnya! Sayang banget kalau cuma kosong aja!"
Gadis itu menghempaskan tubuhnya ke atas kasur. Lelah sekali rasanya setelah perjalanan panjang. Sekarang waktu Turki sudah menunjukkan pukul 18.00, menjelang malam namun diluar masih terang. Mungkin karena Turki saat ini ada di musim semi. Tak beberapa lama, Reyhan masuk ke kamar yang sama. Cowok itu mengangkat koper-koper mereka sambil menjawab telpon yang sepertinya dari mama Lita, menanyakan apakah mereka sudah sampai atau belum.
Setelah telpon secara resmi ditutup, Lenny bangun dari tidurnya dan bertanya dengan tatapan sinis.
"Ngapain lo masuk ke kamar ini juga?"
"Ngapain?" Reyhan balik bertanya, bingung dengan kalimat itu. "Ya ini kamar kita, gimana sih?"
"Aduh suamik..." Lenny menepok jidatnya, "Kita sekarang di Istanbul, bukan di rumah lo! Jadi ngapain kita kudu sekamar? Ck, gue gak mau ah..."
Reyhan melengos. Ternyata istrinya itu memang tukang cari gara-gara.
"Ya udah kalo lo gak mau, silahkan cari kamar sendiri.."
"Kok gue sih?!" Lenny menunjuk dadanya, "Kenapa gak elo aja yang keluar? Gue ini cewek tauk!"
"Kenapa juga mesti gue?" Reyhan mengangkat kedua bahunya, "Yang mau pisah kamar kan elo, ya silahkan aja lo cari kamarnya sendiri. Ini kamar punya gue, liat tuh ada poto gue!" Reyhan menunjuk ke salah satu sudut ruangan dimana terpampang poto dirinya saat masih kecil, tersenyum sumringan dengan mendiang kakek dan nenek disisi kanan kirinya.
Lenny mendengus sebal, oke tidak masalah, pikirnya. Gadis itu serta merta bangkit dari tidur dan mengambil koper miliknya lalu berjalan keluar.
Sengaja Reyhan biarkan saja gadis itu pergi, sesekali membiarkan sifat keras itu memenangkan egonya sendiri. Dia sedang malas mencari masalah dengan siapapun.
Lenny segera naik ke lantai dua. Dia gak pengen ada di satu lantai yang sama dengan Reyhan. Kalau bisa mereka berdua harus jauh, sejauh-jauhnya!
Gadis itu mulai pakai jurus cap-cip-cup andalannya untuk memilih kamar mana yang akan ditempati. Lalu terpilihlah salah satu kamar dipaling ujung lantai dua. Gadis itu pilih yang ada balkonnya sehingga ia bisa menikmati pemandangan Istanbul di pagi hari.
Begitu terbuka, kamar ini terasa sesak, baunya juga tidak sewangi kamar Reyhan dibawah. Mungkin karena rumah ini sudah lama ditinggalkan pemiliknya, dan cuma dijaga uncle Joe. Lagi-lagi Lenny merasa rumah ini sangat mubazir. Kenapa tidak disewakan saja atau ditinggali Uncle Joe sekeluarga? Tentu lebih berfaedah daripada kosong melompong begini kan?
Lenny mulai menyibakkan gordeng kamar dan menyusun pakaian-pakaiannya ke dalam lemari. Tak lupa, gadis itu juga menyetel televisi. Penasaran seperti apa sih siaran televisi Turki? Apakah benar seperti film Cinta di Musim Cherry yang dulu sering dia tonton di tivi Indonesia?
"Wah, gak ngerti gue sama bahasanya..." ucap Lenny. Dia tekan-tekannya remot televisi dan mengganti channel, namun tetap saja semua channelnya berbahasa Turki.
Kesal dengan itu, Lenny akhirnya memutuskan untuk mandi, kemudian baru tidur. Namun baru saja dia beranjak untuk mengambil handuk, mendadak pintunya di ketuk oleh seseorang.
tok.. tok...
Klek!
Gadis itu segera membuka pintu. Namun ia terkejut mendapati tidak ada seorangpun disana. Dibalik pintu.
Lenny menutup pintu itu lagi dan menguncinya. Mungkin hanya pendengarannya saja yang tak wajar.
Tapi begitu dia mengambil handuk dan hendak masuk ke toilet, pintu di ketuk lagi sebanyak tiga kali. Lenny mendengus kesal, dan membukanya dengan cepat. Tapi lagi-lagi, tidak ada orang lain dihadapannya!
"Hah?!" Lenny mengerutkan dahi. Siapa banget yang sengaja iseng mengerjai dirinya jam segini?!
Dan nama Reyhan adalah orang yang selalu tertuduh di benak Lenny. Cewek itu menduga pasti Reyhanlah yang sengaja iseng hendak menakut-nakutinya. Habis siapa lagi dong yang niat banget sampai begitu? Lagi pula, di rumah ini kan hanya ada mereka berdua. Uncle Joe tadi sudah berpamitan pulang dan baru besok pagi kembali lagi.
Lenny cuek dan tidak mau terpancing dengan permainan Reyhan yang menurutnya sama sekali tidak lucu. Ini luar negeri coy, tentu hantunya berbeda dengan Indonesia! Hmm, apakah cowok itu gak bisa lebih kreatif sedikit?
Cewek itu mulai menanggalkan pakaiannya satu persatu dan pergi mandi. Seperti biasa, dia mandinya super luama! Ditambah lagi pakai adegan nyanyi-nyanyi hampir sealbum lagu.
Lagi asik-asiknya shampoan, mendadak kran air mati sendiri. Lenny terkejut dan memencet-mencet tombol lain, tapi airnya tak kunjung hidup.
"Yaampun, masa rumah bagus begini airnya gak ada sih?" Gadis itu turun dari bathtub dan menunduk, mencoba cek krain air satu lagi. Tapi entah kenapa bulu kuduknya merinding, dia merasa ada angin yang bertiup di sepanjang lehernya dan ada orang lain di toilet ini. Lenny menahan nafas, kemudian dia segera balik badan. Tapi begitu balik badan, nyatanya tidak ada siapa-siapa. Dalam toilet ini hanya ada dia sendiri, Ya, dirinya seorang diri yang sedang mandi!
Belum sempat Lenny mengatur nafas, mendadak gadis itu mendengar suara televisinya di putar hingga volume tertinggi, kencang sekali. Mana suaranya itu seperti siaran konser orang bernyanyi diiringi musik orkestra jaman dulu. Padahal seingatnya, tadi Lenny sedang memutar sinetron Turki.
"Reyhan?!" gadis itu coba memanggil, namun tidak ada jawaban. Suara musik di televisinya masih saja kencang, nyaris saja teriakan gadis itu tidak terdengar.
Dalam kondisi tubuh yang masih penuh shampo dan sabun, Lenny meraih handuknya dan membuka pintu toilet. Betapa terkejutnya gadis itu melihat tidak ada orang sama sekali. Dan volume televisinya masih super kencang.
Nafas Lenny mulai tidak beraturan. Perasaan gadis itu tak enak. Buru-buru dia mengecilkan volume televisinya dengan tangan bergetar. Ini adalah pengalaman paling buruk sepanjang dia hidup selama dua puluh lima tahun di bumi!
Lagi tegang begitu, mendadak kran air kamar mandinya yang sempat mati jadi menyala sendiri. Air yang keluat sangat deras sekali, padahal tadi airnya tidak keluar barang setetespun walau sudah dipencet berbagai tombol.
Karena sudah nanggung dengan tubuhnya yang penuh shampo dan sabun serta matanya yang mulai perih, Lenny memutuskan untuk balik lagi ke toilet. Dia melanjutkan kegiatan mandinya dengan tidak tenang, cepat-cepat sekali. Gadis itu mulai merasa ada yang tidak beres dengan kamar ini.
Lenny segera berlari mengambil handuknya yang lain, dan segera membalut tubuh itu dengan handuk. Belum sempat dia meraih lingerie, lagi-lagi terdengar suara ketukan. Tapi kali ini bukan dari pintu, melainkan dari jendela.
Dengan sekuat jiwa raga, gadis itu memberanikan diri untuk sedikit menyibakkan gordeng jendela kamarnya, tapi lagi-lagi tidak didapati siapapun.
Saat itulah Lenny baru tersadar bahwa sekarang dirinya sedang berada di lantai dua. Dan siapa juga yang sanggup mengetuk jendela kamar yang notabenenya sangat tinggi untuk digapai manusia biasa?
"Ya Tuhan..." Gadis itu mulai gelisah, dirinya ingin menangis sekarang.
Lenny segera menutup kembali goreng kamarnya dan memegangi handuk yang melilit tubuhnya, takut melorot.
Baru saja balik badan, gadis itu dengan mata kepalanya melihat sekelbat bayangan hitam menembus pintu kamarnya.
Kontan saja Lenny ternganga. Dia menepuk-nepuk pipinya sendiri untuk memastikan apa yang dia lihat adalah real, bukan halusinasi semata. Bukan settingan, apalagi sensasi. Dan sungguh tidak masuk diakal manusia penuh logika seperti dirinya.
Kejutan belum berakhir untuk gadis itu! Sekarang kran air dari kamar mandi mendadak hidup sendiri, pintu kaca jendela juga kembali diketuk-ketuk, dan lebih parahnya, lampu kamarnya mati dan menyala sendiri seperti lampu diskotik.
Lenny menjerit sekarang! Puncaknya lampu kamar itu padam dan tidak hidup-hidup lagi. Mati lampu total!
Sementara itu di kamarnya di lantai satu, Reyhan yang sedang berleha-leha kaget mendapati listrik rumah mendadak padam. Cowok itu yang sudah topless buru-buru mengecek keluar ada gerangan apakah listrik mati, apakah hanya di rumah ini saja atau di rumah semua tetangga?
Ternyata, diluar gemerlap lampu warna warni terpancar. Berarti hanya rumah ini saja yang mati listrik!
Cowok itu segera memancarkan flash dari handphonenya dan mengamati dimanakah letak saklar listrik. Tapi setelah mutar-mutar beberapa menit tak kunjung ditemukan dimanakah saklar listrik rumah orang Turki ini.
"Mana gelap banget pula..." desis Reyhan pelan. Cowok itu berpikir sejenak apakah sopan menelpon Uncle Joe hanya untuk membetulkan listrik jam segini.
Belum sempat dia memutuskan untuk menelpon, sayup-sayup Reyhan mendengar suara wanita menjerit dan menangis histeris. Cowok itu baru tersadar kalau itu suara istrinya. Ya, gadis itu selalu takut gelap!
"Astagaaa...." Buru-buru Reyhan berlari naik ke lantai dua. Berbekal flash dari handphonenya, cowok itu mulai menyisir sumber suara. Lantai dua ini super gelap dan dia bahkan gak tau kemana Lenny pindahan kamar. Tapi kalau dari suara tangisannya, sepertinya di kamar paling ujung. Kamar yang sejak ada kakek neneknya dulu jarang difungsikan.
"Istri?!" Reyhan berteriak dan mengetuk pintu dengan keras karena handle pintunya di kunci. Namun tangisan Lenny dari dalam tidak mereda. Tidak ada sahutan untuk panggilannya barusan. "Kamu minggir ya, aku dobrak pintunya!"
Dengan cepat cowok itu mulai mundur beberapa langkah dan mendobrak pintu kamar.
Hanya dalam satu kali dobrakan, pintu terbuka dengan sukses. Betapa pilu hati Reyhan melihat kondisi istrinya mengenaskan. Gadis itu hanya berbalut sehelai handuk dan terduduk dilantai dengan rambut basah yang berantakan. Dia menutup matanya dengan kedua tangan. Dan dari sela-sela jarinya, berjatuhan air mata.
"Ja..ngan hiks..gang..gu.. hiks..ple..ase ja..ngan hiks hiks"
Kontan saja Reyhan berlari dan memeluk gadis itu erat dalam pelukannya. Gila sih, bisa separah ini phobianya!
"Hey hey hey.. sumpah aku lupa kalo kamu di atas. Tadi aku keluar dulu cek listriknya.."
Lenny masih saja terisak-isak dengan suara yang memilukan hati. Reyhan jadi bener-bener ngerasa bersalah sekarang.
"Sabar ya, aku telpon uncle Joe dulu buat nanyain nomor telpon kang listrik disini.."
"Rey..han.. hiks.. a..ku ta..kut.. hiks.. a..ku.. mo.. pu..lang.."
"Pulang?" Reyhan mengerutkan dahi. Gak ngerti sama maksudnya. "Pulang kemana? Kita kan di rumah sekarang"
"A..ku.. ta..kut.. hiks..a..ku..hiks.. tadi ada..hiks hiks.."
Cowok itu melepaskan pelukannya. Berbekal cahaya flash yang seadanya, Reyhan menyoroti wajah Lenny yang kini berurai air mata. Dengan sabar, dihapusnya air mata gadis itu dengan kedua tangannya, persis seperti menenangkan seorang anak kecil.
"Kita ke bawah aja ya, disini gelap banget. Ayo aku gendong!"
Lenny menggeleng dengan kuat, "Aku masih bugil.. hiks.. belom sempet.. hiks.. pake baju.."
"Yaudah pake baju dulu ya, aku tunggu diluar.." Seketika Reyhan bangkit dari posisi jongkoknya. Namun dengan cepat Lenny memegangi tangan cowok itu. Reyhan yang gak mengerti paranormal experience yang barusan Lenny alami kontan bingung. Ada apa sih sama cewek ini?
"Ka.. mu.. hiks.. disini.. hiks.. aja Rey.." Lagi-lagi gadis itu menitikkan air mata. Duh, Reyhan jadi sedih banget ngeliatnya. Cowok itu paling gak tega ngelihat cewek menangis. Sontak saja Reyhan jongkok lagi dan menghapus bulir-bulir air mata sang istri.
"Udahan dong jangan nangis.. iya iya aku gak pergi, jadi kamu maunya gimana?"
Lenny masih terisak, susah mengatur nafas. Bingung juga dia maunya kayak mana. Tapi pokoknya Lenny gak akan mau tidur di kamar ini. Gak akan!
"Ambilin.. ba..ju.." Dia menunjuk ke arah Lemari, dimana saat tadi lampu mati hidup kayak lagi di diskotik tadi dia juga melihat ada mahluk lain di dalam lemari itu.
Reyhan menurut saja. Dia segera menarik underwear dan juga secara acak mengambil baju tidur untuk istrinya. Yang mana sajalah asal gadis itu berbaju dan mereka bisa segera keluar dari ruangan ini. Soalnya cowok itu juga mulai ngerasa ada yang gak beres.
"Nih, ayo buruan dipake terus kita turun."
"Jangan ngintip.. hiks.. kamu hadap sana..hiks hiks"
"Iya Iyaa."
Tanpa banyak bicara Reyhan langsung balik badan menghadap ke arah pintu. Sedangkan Lenny secepat kilat mengenakan underwear dan piyama tidurnya. Sialnya, itu piyama tidur yang dibelikan Mama Lita, belum sempat dia buka ternyata bahannya sangat tipis, persis kayak baju yang dipakai pas malam pertama. Kenapa bisa sampai ke bawa ke Turki sih? Ah apes banget hari ini.
Tapi Lenny sebodo amat sekarang. Pokoknya dia gak mau lagi disini. Dia harus segera keluar.
"Udah.." kata Lenny cepat. Reyhan balik badan lagi dan meraih ponselnya yang tergeletak di kasur dengan flash tetap menyala.
"Ayok naik!" Cowok itu berjongkok dihadapan Lenny. Dengan serta merta gadis itu naik dan melingkarkan kedua tangannya di pundak Reyhan. Jadilah keduanya gendong-gendongan dan segera meninggalkan kamar yang penuh dengan tanda tanya ini.
****