Terpaksa Kawin

TURKEY IAM IN LOVE (PART 2)



TURKEY IAM IN LOVE (PART 2)

3Sesuai perkataannya pagi tadi, malam ini Reyhan datang menjemput Lenny di rumah Cinta. Seharusnya kalau mengikuti prosedur, selama mereka di Turki Rangga lah yang akan bertugas mengantar jemput Boss nya tersebut. Tapi malam ini, Lenny melarang Rangga mengantarkan mereka pulang.     

Gadis itu langsung saja menjelaskan pada Reyhan bahwa Cinta tengah hamidun, hamil muda. Tentu Cinta lebih membutuhkan sosok Suaminya dibandingkan mereka berdua. Lenny meminta Rangga untuk jadi bapak siap antar jaga alias siaga, jadi mereka akan pulang membawa mobil sendiri. Lagipula Reyhan kan sehat walafiat, ngapain juga dianter jemput mulu kayak nganter anak sekolahan?     

"Jadi ini sebenernya mobil siapa sih?" tanya Lenny sembari memasang seatbelt. Cewek itu agak kaku harus berbincang dengan Reyhan disebelah kiri. Ya, kemudi di wilayah Turki menganut Setir Kiri, beda dengan Indonesia. Dan gadis itu yang seumur-umur belum pernah keluar negeri, kontan saja masih norak dan harus beradaptasi.     

"Mobil gue lah.." jawab Reyhan sambil fokus menyetir, "Mobil ini emang kakek gue titipin ke Rangga. Jadi daripada gak kepake, dipake lah sama dia. Gue sih gak keberatan, daripada nganggur.."     

Lenny berfikir sejenak, "Tapi mobil yang dipakai Cinta tadi, kayaknya bukan yang ini deh..."     

"Ya, itu memang mobil mereka.. Kenapa? Lo kepengen juga punya mobil disini?"     

"Gak lah, buat apaan?" dia mengamati Reyhan dengan saksama. Kelap kelip lampu jalanan kota Istanbul membuat suasana menjadi syahdu. "Ngomong-ngomong gue perhatiin dari tadi, kok lo lemes amat sih? Kenapa? Pasti banyak yang perlu di perbaiki ya dari kantor kakek lo?"     

Reyhan tersenyum simpul. Matanya tetap fokus ke arah jalan, "Gak juga sih, ternyata enggak seribet yang gue bayangkan..."     

"Terus kenapa lo pucet?"     

"Ah masa sih?" Dia balik bertanya "Kurang kasih sayang gue kayaknya.."     

"Yakh! Dasar anak alay!" Lenny mendengus sebal. Lagi serius begini dibercandain. "Beneran deh Rey, lo lagi sakit?"     

"Enggak Istri..." Reyhan tertawa kecil, "Gue cuma belom makan aja dari siang tadi.. Kurang cocok sama makanan sini. Mungkin karena lidah gue lebih ke western.. atau gue lebih suka masakan di rumah gue."     

Sampai disitu Lenny ternganga. Wailah, belum tau aja nih orang nikmatnya makan Indomi apalagi pas akhir bulan. Hmm, besok-besok perlu diajakin dan dilatih nih. Biar gak jadi anak Mama terus.     

"Tapi di rumah lo, gue lihat ada kebab! Itu kan makanan sini juga!"     

"Ya memang..." cowok itu masih fokus menyetir, "Kurang cocok bukan berati gak suka kan? Gue emang lagi gak selera aja. Mungkin nanti lama-lama terbiasa."     

"Kalau begitu kebetulan sih gue juga belom makan. Gimana kalau kita makan di luar aja?"     

Cowok itu mengangguk setuju.     

"Boleh. Gue sebenernya malah pengen ngajak lo dinner di kapal pesiar itu, tapi kayaknya gak keburu.." Reyhan menunjuk ke arah laut Bosphorus, tempat dimana biasanya ada dinner di atas kapal pesiar dan melakukan perjalanan selama tiga jam. Wah, pasti menyenangkan.     

"Next time aja, yang penting sekarang lo makan dulu, oke?"     

*****     

Jadilah mereka makan malam di sebuah caffe masakan western di Istanbul. Puas dengan kegiatan makan besar, Lenny mengajak Reyhan untuk berjalan-jalan sambil menikmati jajanan Turki.     

Cowok itu tidak keberatan, mereka berdua kemudian menyusuri food street di sekitar jembatan Bosphorus. Ada banyak sekali aneka jajanan khas Turki yang tersedia, Lenny yang kepo mulai mencicipi jajanan itu satu persatu.     

"Ini apaan sih? Lemper ya?"     

Gadis itu mencomot salah satu makanan Turki yang dibungkus dari daun. Pemasaran dengan isinya, Ia mulai menguliti daun yang membungkus makanan.     

"Eh jangan dibuang, daunnya bisa dimakan!" Reyhan buru-buru memperingatkan. Lenny mengerutkan dahi, bingung dia.     

"Namanya Dolma. Bener banget, isinya mirip lemper. Ada nasi sama daging cincang, dan dikukus juga.."     

Lenny dengan semangat empat lima mengunyah Dolma. Wah beneran mirip sih, beda beda dikit tapi. Beda bumbunya kalik ya?     

"Gue kepo yang itu Rey!" Lenny menunjuk ke salah satu kedai yang menjual roti bulat. Bentuknya lucu sekali, belum pernah dia melihat roti begitu.     

"Boleh, kalau itu namanya Simit.. Biasanya buat sarapan juga sih.." Mereka berjalan menuju Kang penjual Simit. Tak lupa Lenny membeli sebijik. Sebijik doang karena Reyhan gak mau makan lagi. Udah kenyang banget rasanya dia.     

Begitu mendapatkan roti simit digenggaman, dengan cepat gadis itu melahapnya. Rasa roti ini benar-benar gurih dan lezat. Apalagi ada taburan wijen diatasnya. Wah, rasanya menyesal cuma beli satu.     

Melihat istrinya yang doyan makan namun memiliki body tetap langsing, Reyhan mulai curiga bahwa sebenarnya Lenny ini cacingan. Dalam pikirannya, dia mulai memikirkan berbagai merk obat cacing yang bisa menyembuhkan penyakit cacingan Lenny. Iya, pasti gadis itu cacingan! Mana mungkin ada anugerah makan banyak tapi gak gemuk? ini cukup aneh.     

"Rey, sebenernya ada yang mau gue tanyain sih..." ucap Lenny sambil mengunyah. Keduanya berjalan pelan menyusuri food street jembatan Bosphorus. Reyhan yang sedari tadi telah melepaskan jasnya, mulai menggulung lengan kemeja.     

"Tanya aja, apapun akan gue jawab..." balas cowok itu. Lenny meneguk air mineral yang selalu dibawa kemanapun dia pergi. Biar lancar nanyanya tanpa adegan seret tenggorokan sehabis ngunyah simit.     

"Coba gue pinjem handphone lo sebentar!"     

"Buat?"     

"Bentar aja!" dengan cepat Lenny meraih handphone dari saku celana Reyhan. Dirinya mulai menggeser-geser layar handphone itu hingga mendapatkan apa yang ingin ditunjukkan. "Ini loh... wanita di foto ini, dia siapa sih? Kenapa bisa mirip banget sama lo?"     

DEG!     

Jantung Reyhan rasanya berhenti berdetak. Dia bahkan tidak pernah berfikir Lenny akan menanyakan hal seperti ini kepadadanya. Sesuatu yang sebenarnya tidak ingin disembunyikan. Hanya saja Reyhan ingin mengenangnya sendiri, memiliki semua memori itu sendiri.     

Mendiang ibunya, his first love. Cinta yang tak akan pernah usai meski mereka berdua telah dipisahkan dua alam. Satu hal yang dia yakini, ibunya disana pasti selalu mengingatnya dan selalu menyayanginya. Cinta yang sangat tulus yang tidak akan pernah dia dapatkan dari siapapun.     

Bukan berati mama Lita tidak menyayanginya. Reyhan tahu, mama Lita menyayanginya bahkan melebihi Sarah, anak kandungnya sendiri. Ya, dia memang beruntung karena mama Lita bisa menjadi ibu sambung yang sangat baik, yang bisa membuatnya menjadi Reyhan yang sekarang. Itulah sebabnya sampai detik ini Reyhan masih menutup rapat-rapat cerita masalalunya. Ia ingin semua orang tetap tahu bahwa mama Lita adalah Ibunya. Dia tidak ingin sampai ada berita bahwa mama Lita hanyalah ibu sambung.     

Mau ibu sambung atau bukan, menurut Reyhan mama Lita adalah ibu yang selalu memberikan yang terbaik untuknya dan adiknya. Makanya dia tetap merasa mama Lita itu seperti ibu kandungnya sendiri. Dia tidak ingin mama Lita terluka karena pemberitaan negatif nanti, dia ingin melindungi mama Lita sebagaimana mama Lita melindunginya dulu dari masa kecil yang buruk.     

Reyhan menghela nafas agak panjang. Antara siap dan tidak membagi cerita ini ke Lenny. Ya, tapi mau bagaimanapun Lenny sekarang adalah istrinya. Cepat atau lambat wanita itu akan tahu juga yang sebenarnya. Sampai kapan dia akan menyembunyikan semua ini?     

Bukankah walau pernikahan ini atas dasar simbiosis mutualisme, dia juga yang memilih Lenny untuk menjadi partner hidupnya? Lantas untuk apa terus berpura-pura padanya? Bukankah meskipun terpaksa, Reyhan sangat bersungguh-sungguh ketika mengikrarkan janji suci pernikahan?     

"Rey.. kamu baik-baik aja?"     

Lenny mengusap lengan Reyhan pelan. Dengan segera, cowok itu tersadar dari pemikirannya sendiri yang terlampau jauh.     

"Eh.. maaf Istri..." Dia mengusap wajahnya, "Apa tadi? Foto ini?" Reyhan memastikan sekali lagi apa yang ditanyakan Lenny adalah foto ibunya.     

"Iya Suamik! Aduh, lo kenapa sih? Kayaknya kebanyakan makan ya jadi gak fokus?"     

"Ehm, bukan..." Reyhan bingung mau memulai dari mana, "Kita duduk sebentar yuk disitu, biar enak ngobrolnya!" Dia menunjuk sebuah bangku diseberang sana. Lenny mengangguk. Keduanya berjalan beriringan menuju bangku itu.     

*****     

Reyhan mulai menceritakan satu demi satu kisah masa kecilnya. Ya, masa kecil yang awalnya bahagia sebagai seorang crazy rich, namun mendadak berbanding terbalik setelah Ibunya meninggal dunia.     

Dirinya sangat terpuruk, terlebih Papa Danu. Semuanya kelam dan menyeramkan. Semua itu membekas dihati dan benak Reyhan. Sampai akhirnya seorang wanita pilihan Tuhan yang berparas cantik plus baik hati seperti mama Lita datang dikehidupan mereka. Mama Lita menjelma menjadi bidadari di kehidupan nyata. Nada bicara Reyhan bergetar menceritakan semuanya. Dengan detil diceritakan bagaimana ibunya meninggal, bagaimana dia tumbuh seperti sekarang. Disebelahnya, Lenny yakin sekali cowok itu sedang menahan agar tak meneteskan air mata. Biar sekeras apapun hati Reyhan, tapi untuk masalah keluarga dia tidak bisa untuk keras. Dia memang memprioritaskan itu. Reyhan adalah sosok laki-laki yang bertanggung jawab dan penyayang keluarga.     

"Aku sama sekali gak bermaksud menyembunyikan ini dari kamu... tapi..."     

"It's ok.." Lenny mengusap-usap punggung Reyhan. "Ini emang gak mudah. Tapi lihat diri kamu sekarang.. Kamu tumbuh jadi pemimpin yang baik. Kamu harapan banyak orang Rey!" Lenny memeluk tubuh cowok itu dari samping. Dia ingin Reyhan tahu betapa pentingnya cowok itu saat ini bagi banyak orang. Banyak yang bertumpu padanya, jadi tidak perlu lagi dirinya mengingat masa lalu kelam pasca ditinggal Ibunya. Yang terpenting adalah apa yang dia punya saat ini.     

"Aku, Mendiang bunda kamu, dan Mama Lita.. Kita adalah wanita-wanita yang bangga sama kamu. Aku bangga sama kamu!" Gadis itu dengan pelan namun tegas membisikkan kalimat manis ditelinga Reyhan. Plus, ditambah sebuah kecupan singkat dipipi. Biar kayak drama drama Korea yang sering dia tonton.     

Reyhan kaget. Sama sekali tidak menyangka Lenny akan memberikan respon begini. Dia kira, wanita itu akan meledak-ledak dan menyalahkannya karena menutupi semua ini darinya. Sungguh respon yang sangat berbalik!     

"Kamu... cium aku barusan?" tanya Reyhan polos. Lenny melirik sebal, "Iya, kenapa memangnya?"     

"Kenapa kita gak pulang aja? Kamu bisa puas cium aku di berbagai tempat lain, gak harus dipipi. Kita juga bisa ngelakuin hal menyenangkan lain, iya kan?"     

Mata cowok itu berkedip sebelah, memberikan kode yang sulit dipecahkan dengan kata-kata.     

"Ih, dasar otak mesum!"     

*****     

Di kamar mereka sebelum pergi tidur, Lenny menyempatkan diri untuk cek isi Instagramnya. Dia kemudian tanpa sengaja melihat satu quotes yang mendadak menyentuh hatinya.     

"Jika seorang pria benar mencintaimu, dia tidak akan segan menceritakan hal-hal yang menurutnya bersifat rahasia kepadamu. Itu tandanya dia sangat mempercayaimu dan yakin sebagai cintanya, kau tidak akan menghianati kepercayaannya" -unknown     

Lenny mulai berfikir dalam hati. Apakah benar Reyhan betul-betul mempercayainya? Tapi gak mungkin juga kalau cowok itu gak percaya, dia mengungkapkan masalalu kelamnya. Lenny jadi sedikit Ge-er dan malu malu kucing sendiri. Ah, dia ngerasa udah kayak anak SMP yang sedang kasmaran aja.     

Lagi termenung menerawang jauh tentang masalah kepercayaan seorang pria itu, mendadak Reyhan ikutan rebahan di atas ranjang. Cowok itu baru saja selesai melakukan ritual wajibnya sebelum tidur : Push up sepuluh kali, cuci muka, cuci kaki, cuci tangan, dan tidak lupa menggosok gigi.     

"Apa sih enaknya ngeliat handphone mulu?" cibir cowok itu. Lenny yang sedang asik-asiknya melamun mendadak kaget. Jelas lah, orang yang dilamunin juga tiba tiba muncul.     

"Ih, kepo aja sih lo! Makanya punya sosial media dong, jadi luas wawasan penglihatan lo!" Cewek itu balas menyindir. Reyhan terkekeh.     

"Gue bukannya gak mau ya, tapi lo kan tau sendiri gue ini pria super sibuk. Mana sempet gue ngeliatin postingan unfaedah begitu..." Dia mulai usil mengintip-intip layar ponsel Lenny. "Lagian kalo gue posting poto gue... beuhh, gue yakin bakalan lebih tenar dari lo. Bisa bisa job endorse lo gue ambil semua Hahaha.."     

"Dih, pede amat!" Lenny bergidik. "Situ oke?"     

"Ya oke lah, buktinya lo tadi cium gue kan? Iya kan?" Reyhan mulai mengedip-ngedipkan mata nakalnya, "Ternyata lo cukup agresif juga ya?! Ckckckck, gue gak sangka!"     

Reyhan berdecak hebat, terdengar menyebalkan. Sementara itu Lenny hanya meleletkan lidah. Dia tidak peduli. Cewek itu kembali fokus menatap layar ponselnya. Setelah sekian lama gak punya ponsel canggih, akhirnya sekarang dia merdeka!     

"Coba lo buatkan gue akun Instagram juga, pasti bakalan banyak tuh cewek yang follow gue!" Kata Reyhan lagi. Lenny mendegus sebal, dia menurunkan layar ponselnya dan melirik ke cowok itu.     

"Terus kenapa kalau cewek-cewek itu follow lo? Penting gitu buat gue?"     

"Pentinglah, lo pasti bakalan cemburu."     

"Heleh, ngapain juga gue cemburu. Kayak bocah labil aje gue.."     

"Yaudah, kalo gitu lo buatkan dong!"     

"Oke, lo jual.. gue beli!"     

Lenny langsung membuatkan Reyhan sebuah akun Instagram dengan cepat. Gak sampai sepuluh menit, akun Instagram itu sudah siap digunakan untuk kepentingan pencitraan Reyhan.     

"Nih, usernya ini, passwordnya lo ganti aja suka suka lo. Tadi gue asal aja buat password." Jelasnya agak malas, "Satu lagi, jangan alay ya di sosmed! Awas aja ntar lo posting lagi ngupilah, lagi garuk garuk kepala lah.. gue blokir nih akun!" nada Lenny memperingatkan. Reyhan mengerutkan dahi.     

"Gak bakalan, memangnya lo apa anak alayers yang dikit-dikit posting? Gue ini cool man, cool!"     

"Ih, gue itu banyak posting barang endorse tauuk! Ini menghasilkan uang, mana gak pake capek!"     

"Iya deh.." Cowok itu malas berdebat lebih jauh. Dia mulai meletakkan ponselnya di atas meja sebelah ranjang dan mulai membuka kaus. Hingga terpampang nyatalah dada yang bidang itu.     

"Kenapa sih cowok-cowok hobi amat tidur gak pake baju? Gak takut masuk angin apa?" Lenny menaikkan satu alisnya. Sumpah, dia masih penasaran. Kalau di rumahnya di Jambi, ayahnya juga hobi tidur gak pake baju, ya cuma pake celana pendek doang gitu, kadang malah kalo sore leyeh-leyeh sambil ngopi. Kakaknya juga, kadang-kadang suka gak pake baju, mana kelihatan kemajuan perutnya yang signifikan. Dan hal itu sepertinya akan menular ke sang keponakan, Seno.     

"Karena gerah!" jawab Reyhan singkat, padat, dan jelas. Lenny berdecak kesal, sama sekali bukan jawaban yang salah, tapi ya bukan itu juga yang dia ingin dengar.     

"Gue kan udah buka baju nih... Lo gak ada niat mau buka baju juga?" Cowok itu mulai usil dan merapatkan tubuhnya ke dekat Lenny, sangat dekat sehingga mereka bisa merasakan detak jantung satu sama lain.     

"REY LO NGAPAIN SIH? EH JANGAN KURANG AJAR YA!"     

"Peluk dikit doang..."     

"GAK! MUNDUR SANA!"     

*****     

Pagi ini Lenny mendadak ingin menjadi istri yang agak berguna. Jadilah ia sedari pagi buta tadi sibuk berkarir di dapur. Lenny sengaja memasak makanan untuk sarapan Reyhan karena (setelah semalaman dia berpikir) kasihan juga cowok itu jarang makan akibat lidahnya masih belum bisa beradaptasi dengan masakan Turki. Pekerjaan Reyhan di kota ini cukup berat sehingga cowok itu juga membutuhkan nutrisi yang cukup. Nutrisi yang baik tentu didapatkan dari makanan yang baik pula. Makanya, Lenny memutuskan untuk memasak sendiri.     

Tentunya dia memilih masakan yang empat sehat, cinta kita sempurna. Ehh, lima sempurna maksudnya!     

"Sarapan dulu Suamik.. Oh iya, kemeja lo udah gue siapin ya. Jas nya juga disitu, dasinya sekalian udah lengkap. Mau gue pasangin?"     

"Hah?!"     

Reyhan yang baru saja selesai mandi langsung melongo. Sumpah, tercengang banget dia sama perubahan istrinya yang tidak stabil. Mendadak jadi baik banget mahluk itu hanya dalam waktu satu malam. Padahal tadi malam tidur aja saling membuntuti. Kesurupan setan pengkolan mana nih?     

"Elo... masak?" tanya Reyhan dengan hati-hati. Lenny mengangguk. Gadis itu mulai memindahkan hasil plating masakannya ke meja makan.     

"Mau ngopi?"     

"No." Jawab Reyhan cepat. "Gue jadi ngerepotin lo begini."     

"Gak sama sekali, gue malah seneng..." Lenny segera membantu Reyhan memasangkan kancing kemejanya. "Cobain dulu masakan gue, tapi maaf ya kalau rasanya kurang enak. Ya, namanya juga masih belajar!"     

Reyhan tersenyum. Entah kenapa dia jadi geli sendiri. Sebenarnya ada apa dengan mereka berdua ini? Dia jadi teringat berbagai momen yang telah mereka lewati saat masih berstatus sebagai boss dan karyawan Deandra group. Mereka bahkan hampir tidak pernah tegur sapa, kenal hanya sebatas nama, sekali terlibat project lalu bertengkar.     

Dan sekarang coba lihat? Ya meskipun ini bukan pernikahan atas dasar cinta, melainkan atas dasar keuntungan pribadi masing-masing, Tapi... kenapa mereka jadi mulai care satu sama lain?     

"Gue ambilin ya.."     

"Eh, gak usah..." Reyhan langsung menolak tawaran itu, "Gue ambil sendiri aja. Lo kan capek abis masak, nah mending lo ikutan sarapan!"     

"Gak deh, gue belom laper.." Lenny menuangkan air putih ke dalam gelas Reyhan. "Nanti siang gue ajak Cinta jalan-jalan ya? Gue bosen banget diem disini terus, mana ini rumah horror lagi. Gue pengen produktif lagi kayak dulu."     

Sesaat Reyhan terdiam mendengar keluh kesah itu. Ya, mungkin saja mereka semua perlu beradaptasi dengan semua ini. Lenny yang dulu super sibuk sebagai wanita karir yang waktunya banyak dihabiskan di kantor, sekarang harus lebih banyak kegiatan di rumah. Habis mau gimana, masa Reyhan tetep nyuruh istrinya kerja juga di kantor? Apa kata orang nanti? Lagi pula, dia gak mau mencampuradukkan urusan kerjaan dan urusan rumah tangga.     

Pilihan paling tepat ya itu, Lenny fokus menjadi Ibu rumah tangga yang baik. Tapi, gadis itu terlalu millenial, dia males banget rebahan terus sepanjang hari. Meskipun dengan rebahan duitnya tetap mengalir deras.     

"Kamu butuh supir pribadi?" tawar Reyhan. Cowok itu menatap Lenny lekat-lekat. Lenny menggeleng.     

"Gak usah deh. Kan ada si Cinta, nanti kalo dia capek biar gue aja yang nyetir pelan-pelan... sekalian belajar jadi orang bule ya kan?" Lenny terkekeh, "Gue cuma izin aja mo pergi, boleh?"     

"Of course!" jawab Reyhan cepat. "Kalau butuh sesuatu langsung telpon gue!"     

****     

"Thanks for helping me, Aunty Gulya!" Lenny segera memasukkan kotak-kotak perbekalan ke dalam sebuah paperbag cukup besar. Gadis itu tak lupa merapikan rambutnya yang sedikit berantakan, sebelum Cinta menjemputnya.     

"You're welcome darling. I hope your husbad will like it..."     

"I hope it so, Aunty.." Lenny tersenyum. Dia menyemprotkan parfum dibeberapa bagian tubuhnya. Aunty Gulya menatap Lenny dengan senyum bagahia. Untuk diketahui, Aunty Gulya adalah istri Uncle Joe. Yup, yang menjaga rumah ini. Hanya saja Aunty Gulya jarang ke rumah mendiang kakek, hanya sesekali saja. Dan sekarang semenjak Reyhan dan Lenny ada di Istanbul, Aunty Gulya setiap hari akan mengunjungi mereka untuk membantu pekerjaan rumah tangga.     

"I know that you both love each other... and I will always pray for you and Reyhan."     

Lenny terdiam. Love each other? Ah, bicara apa Aunty Gulya ini? Dia merasa ini kewajiban sebagai seorang istri, ya meskipun dia tidak bisa menjadi istri seutuhnya, setidaknya dia akan melakukan yang terbaik yang dia bisa.     

Lenny buru-buru pamit ketika Cinta datang menjemputnya. Dia tidak ingin terlibat pembahasan lebih jauh tentang dirinya, Reyhan, dan juga... perasaan mereka.     

*****     

"Hallo Istrik, kamu tadi anterin aku makan siang?" Suara diseberang sana langsung menyambar begitu Lenny mengucapkan kata "Halo"     

"Iya, tadi gak sempet ketemu karena kamu lagi rapat." jawabnya malas.     

"Kenapa?"     

"Kenapa apanya?"     

"Kenapa kamu repot-repot masak?"     

Lenny mengerutkan dahi. Apaan sih maksud Reyhan ini.     

"Aku gak repot, lagian aku kan pengangguran."     

"Maksud aku..." Reyhan menghela nafas panjang, "Aku terima kasih sih kamu mau repot dan meluangkan waktu untuk masak. Apalagi sampe nganterin ke kantor segala. Tapi, aku gak mau kamu nanti capek. Lagian aku nikahin kamu buat jadi istri, bukan jadi koki."     

Lenny berkacak pinggang. Suasana jalanan Istanbul yang cukup ramai membuatnya tidak bisa berteriak atau menjawab telpon dengan keras. Terpaksa ditahankannya emosi.     

"Oke aku kasih tau sama kamu ya Suamik.. Pertama, aku masak karena aku mau, bukan karena merasa wajib. Kedua, aku sama sekali gak ngerasa repot, karena apa? Karena aku pengangguran! Ketiga, aku gak mau kamu gak makan terus sakit apalagi sampe mati. Jadi, aku mau kamu makan. Oke?!"     

Gadis itu bersiap mematikan sambungan telpon, lalu dia teringat satu hal.     

"Oh ya, satu lagi nih ya... aku tau kamu gak cari koki karena aku juga gak pinter masak. Aku gak bisa jadi chef Junet kayak yang sering kamu tonton di tipi itu. Tapi setidaknya nih yaa, aku bisa jamin bahwa hidup sama aku, kamu ga akan ngerasa kelaperan!"     

Tutttt. Tutt. Tutttttt.     

Telpon langsung dimatikan. Gadis itu menekan layar ponselnya keras-keras. Dalam hati dia ngedumel. Bukannya ucap terimakasih kek, puji masakannya enak kek, atau apa lah. Malah responnya begini banget. Kesel dia sama Reyhan sampe ke ubun-ubun!     

"Ada apa bu Dara?" tanya Cinta dengan hati-hati. Sedetik kemudian Lenny merubah ekspresi kesalnya, seolah tidak terjadi masalah.     

"Asshhh, gak papa Cinta. Biasalah, urusan rumah tangga. Eh, gimana udah siap fotoin saya?"     

"Udah, Bu. Tapi maaf ya saya fotoin seadanya. Soalnya saya gak jago motret."     

"Oh tenang, nanti saya yang editing. Itu mah masalah kecil lah..." Lenny menjentikkan jarinya. "Oke kalo gitu aku mulai pose disini yaa!"     

"Siap bu, saya kasih aba-aba ya!" Ucap Cinta dengan semangat, "Satu... dua... cheese!"     

Cekrik!     

Cekrik!     

Cekrik!     

*********     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.