Terpaksa Kawin

AKAN KU LAKUKAN



AKAN KU LAKUKAN

3"Brengsek! Sialan! Siaalaaannnn!!!!"     

Amora memukul-mukuk setirnya sambil menangis. Gadis itu kalut, bimbang, kacau, hancur lebur.     

Menyesal, sudah pasti. Andai saja dulu dia tidak tergiur untuk berpaling dari Reyhan, pasti hidupnya sekarang tidak akan menyedihkan seperti ini. Dia pasti sudah menjadi nyonya Reyhan Deandra. Bukan saja karena harta, lebih dari itu Amora memang sungguh mencintai Reyhan. Mustahil jika tidak cinta, hubungan mereka bisa awet langgeng sampai sembilan tahun lamanya.     

Kalau dipikir-pikir, sembilan tahun itu ya bukannya sebentar. Waktu selama itu kalau dipakai untuk beli mobil pake sistem kredit, udah nyaris dua kali lunas. Sedangkan kalau dipakai untuk cicilan KPR, tinggal nambah satu tahun lagi juga lunas tuh KPR.     

Gadis itu berkali-kali mencoba menghubungi David, namun hasilnya sia-sia. Sobib Reyhan itu nampaknya sudah mengganti nomor ponselnya. Kabar dan keberadaannya pun tidak tahu lagi, entah dia masih hidup atau tidak. Padahal, Amora menaruh harapan yang besar untuk mengorek informasi dari David.     

Sedangkan mau nanya ke Bambang, pasti akan jadi hal yang sia-sia juga. Mau dunia ini jungkir balik sekalipun, Bambang pasti lebih memilih tutup mulut. Kesetiaannya pada Reyhan memang paling TOP! Patut diacungi empat jempol. Bahkan Bambang lebih rela mengambang tanpa identitas ketimbang menghianati Bossnya.     

Amora gak tau, dia harus melakukan apalagi. Apakah dia harus membuat hal viral di sosmed dengan judul "Finding Reyhan" biar dibantu sama netijen seantero negeri? Berati dia kudu bikin konten nangis-nangis dulu dong, seolah-olah telah dicampakkan lelaki 'Fucekboi' biar menarik simpati orang. Tapi, otaknya lagi gak bisa mikir ke arah situ sekarang. Dia malah takut kalo ketahuan dia yang sebetulnya ninggalin Reyhan duluan.     

"AAARRRGGHHHHH!!!"     

Dia menjerit sendirian. Menangis sejadi-jadinya.     

Lalu lintas dan hiruk pikuk Ibukota saat ini sedang padat merayap. Gadis itu sengaja menepikan mobilnya didepan sebuah bakery yang juga cukup ramai pengunjung, hingga ia ditegur tukang parkir.     

"Mau parkir ke dalam gak neng? Banyak antrian dibelakang mobil neng yang mau masuk!"     

Gadis itu tergagap. Buru-buru dia menghapus air matanya dan masuk ke areal bakery.     

Sebenarnya Amora sama sekali gak berminat beli kue-kuean. Tapi dia butuh menenangkan diri sekarang. Setidaknya dia akan membeli air mineral di dalam.     

Gadis itu langsung masuk dan mengambil sebotol air mineral. Ternyata menu bakery ini sangat banyak, selain cake dan dessert, mereka juga menjual aneka salad dan aneka minuman jus buah.     

Amora memilih untuk duduk sendirian dipojokan. Matanya mengamati sekeliling bakery ini dengan saksama. Saat tiba-tiba matanya fokus ke salah satu orang yang sepertinya dia kenal.     

Junet?     

Amora terbelalak. Dilepaskannya kaca mata hitam ala kang urut untuk memastikan bahwa yang dilihat memanglah temannya.     

"Beneran Junet! Thank God!" Desis wanita itu. Dengan cepat dia segera menghampiri seorang lelaki yang tengah menggunakan baju putih khas chef.     

"Junet kan?!"     

"Ya?"     

"Astaga, Junet lo apa kabar?"     

"Iam Good. Maaf, anda siapa?" Lelaki betubuh atletis itu tampak bingung. Amora segera menurunkan kacamatanya sedikit dan berbicara dengan nada berbisik.     

"Jun, gue Amora! Temen SMA lo... lo masih inget kan?!"     

"Amora?!" Lelaki itu mencoba mengingat-ingat. "Oh my God, Amora... how are you girl?"     

"Jun.. bisa kita bicara berdua? Please, I need your help!"     

"Sure, kita ke atas ya. Ke ruangan gue!"     

Amora menurut. Keduanya kemudian pergi berlalu menuju lantai dua.     

*****     

Junet.     

Seorang chef profesional, akhir-akhir ini dia sering wara wiri di televisi untuk mengisi acara masak-memasak. Cowok itu masih muda dan tampan, sehingga dengan cepat digilai kaum hawa khususnya remaja putri dan emak-emak. Junet juga seorang chef yang humble dan gak pelit ilmu. Dia acapkali mengisi seminar soal masak-masak dan terkadang menjadi chef guru untuk kaum hawa yang sedang belajar memasak. Masak apa saja Chef Junet ini jago. Soal taste, ga perlu diragukanlah. Bintang tujuh saking hebatnya!     

Dan berkat kesuksesannya di dunia masak memasak, Junet sekarang memiliki bakery sendiri. Ya, bakery yang ternyata sedari tadi Amora gak sadar asal parkir di Bakery milik Junet. Dia sendiri malah baru tahu setelah secara singkat teman SMA nya itu menceritakan profil hidupnya sekarang. Bahkan Amora sendiri juga gak tahu kalo Junet sering muncul di Tipi. Ya, positif aja, mungkin si Amora gak punya Tipi.     

"Kalau lo sendiri gimana? Gue denger dari alumni SMA yang lain, lo sempet kuliah di luar kan? Terakhir gue denger katanya lo pindah ke Jepang?" Junet menyingsing lengan kemejanya. Cowok itu sesekali melihat arloji.     

"Iya.. gue.. baru balik dari Jepang." jawab Amora pelan. Gadis itu menunduk, menyembunyikan kesedihan. Tapi kesedihan ini begitu dalam sehingga sulit di bendung apalagi ditutupi.     

"Are you okay, Moy?" Junet bergeser posisi. Sekarang cowok itu duduk disebelah Amora, dekat disebelahnya.     

"Jun.. gue gak tahu lagi harus gimana.. hiks.. gue disini gak ada siapa-siapa... hiks hiks" Amora mulai menteskan air mata yang dari tadi dibendung.     

"Moy, tenang, lo jangan nangis dulu.. Ada apa sebenernya?" Junet mengusap-usap pundak Amora mencoba memberikan ketenangan. Namun tangis Amora makin menjadi-jadi. Gadis itu sesenggukan, dan bingung harus bagaimana menghentikan tangisnya.     

"Ma..af.. hiks hiks Jun.."     

Refleks, Junet memeluk sebentar Amora. Sebagai seorang lelaki sejati, tentu Junet tidak sampai hati melihat wanita manapun menangis tersedu-sedu. Apalagi dia gak tahu penyebab Amora nangis ini kenapa.     

"It's ok Moy..." Cowok itu melepaskan pelukannya setelah tangis Amora sedikit mereda, "Lo minum dulu, ya!"     

Dengan segera, Junet memberikan Amora segelas air putih. Pelan, cewek itu meneguk air hingga tetes terakhir. Haus juga dia rupanya!     

"Ok, good girl! Sekarang lo tarik nafas dalam-dalam.... yak bagus! Hembusin pelan-pelan!"     

Amora mengikuti apa yang diperintahkan Junet barusan. Kegiatan tarik nafas itu berulang tiga kali, hingga gadis itu nampak bisa mengendalikan diri.     

"Feeling better?" tanya Junet. Amora mengangguk. "Coba sekarang lo ceritain, apa yang sebenernya terjadi?"     

Gadis itu kembali menunduk. Tanpa sadar ia menggigit bibir bawahnya. Jujur saja sebetulnya dia ragu mau menceritakan ini semua. Tapi, untuk saat ini gadis itu tidak punya pilihan lain. Junet adalah teman sejak jaman SMA nya. Mereka dulu pernah dekat, dan Amora tahu Junet ini adalah cowok baik-baik. Pasti Junet bisa membantunya.     

"Can I trust you?" gadis itu mengangkat wajahnya, mencari kejujuran dimata Junet.     

"Sure!" jawab Junet cepat. "Kita temen, Moy! Lo kenal gue bukan sehari dua hari!"     

"I know..." desis Amora pelan. "Tapi ini aib Jun..."     

"Gue janji gak akan pernah menceritakan ini ke siapapun!"     

Amora mengangguk, memang ini yang dia harapkan. Dengan sangat pelan tapi pasti, cewek itu mulai menceritakan kegundahannya.     

"Jun, bokap nyokap gue di Jepang semua. Kami sekeluarga memutuskan untuk pindah kesana. Akhirnya, gue memutuskan untuk nikah sama orang sana, tapi..."     

"Tapi kenapa?"     

"Suami gue... ternyata punya istri lain!"     

"APAAAA?!" Junet tercengang.     

Cowok itu benar-benar terkejut. Kaget setengah hidup. Kok bisa-bisanya Amora yang super cantik dan idaman kaum adam pas jaman sekolah dulu diduain begini. Wah, bener-bener kurang ajar itu suaminya!     

"Jadi lo diselingkuhin???!" Cowok itu bernada tinggi. Gak terima banget lihat temennya digituin.     

"Enggak.. Jun.. hiks.. hiks.." Amora kembali menangis, "Justru gue.. hiks.. gue ternyata istri ketiga! Gue gak tau kalau dia sebelumnya udah punya istri lain dan anak! Gue gak tau sumpah..." tangis Amora semakin pecah mengingat kepiluan hatinya. Junet jadi bingung. Kalau udah kayak gini siapa yang mau disalahkan? Apakah dia harus menyalahkan rumput yang bergoyang?     

"Tapi... suami lo cinta kan sama lo?" tanya Junet memastikan, "Maksud gue, ya walaupun lo istri ketiga tapi kalau suami lo bisa adil, gak masalah kan?"     

"Lo salah Jun..." Amora menyeka air matanya dengan tissue, "Awal menikah suami gue emang baik banget, bahkan dia bisa banget gitu cari muka ke bokap nyokap gue. Tapi lama-lama, dia mulai main kasar sama gue! Gue susah payah buat kabur dari rumah ke Indonesia. Dan sampai sekarang, keluarga gue gak ada yang tahu! Gue bisa mati kalau sampai suami gue nemuin gue!"     

Gadis itu megusap wajahnya, kemudian dia kembali bercerita dengan tampang memelas.     

"Selain kasar secara verbal, dia juga kasar secara fisik ke gue.. lo lihat ini Jun," Gadis itu menyibakkan rambutnya, menunjukkan bagian leher belakang "Ini bekas di pukul suami gue, terus ini juga, pelipis gue dijahit karena suami gue jedotin kepala gue ke tembok!" Jelas Amora panjang lebar.     

Junet tenganga. Malang sekali nasib wanita tercantik di sekolah pada zamannya itu!     

"Selama di Jepang, gue cuma disuruh di rumah! Gue ibaratkan gelas-gelas kaca Jun... Ya, kayak lagu Nia Daniaty itu loh! Sumpah gue stress berat! Gue butuh perlindungan sekarang!"     

Amora gusar. Dan sebenarnya dia sangat berharap Reyhan bisa jadi tempat perlindungannya. Gimanapun cowok itu punya posisi kuat dan kekuasaan yang besar. Pasti suami Amora gak akan berani menemuinya jika dia dilindungi Reyhan. Tapi apa daya, tujuannya sedang berada diluar jangkauan sekarang. Apalagi kata mama Lita tadi, Reyhan udah menikah. Gimana Amora jadi gak sedih coba?     

Junet mengetuk-ngetukkan jari nya diatas meja. Pandangan cowok itu jauh, ikut memikirkan cara agar Amora bisa selamat dari suaminya sendiri. Biar gimanapun Amora ini wanita, sudah selayaknya seorang wanita itu dilindungi, dicintai, disayangi. Bukannya dikasarin, dipukuli, apalagi sampai ditigain! Emang kurang ajar itu suami Amora, bener-bener gak ada akhlak! Pikirnya.     

"Oke, gue bisa bantuin lo!" kata Junet akhirnya, setelah cowok itu terdiam beberapa saat.     

Mata cewek disebelahnya berbinar, dia merasa seperti menemukan secerca harapan.     

"Lo serius, Jun? Tapi, gimana caranya?"     

"Caranya adalah...."     

******     

Sementara itu di Cappadocia, Lenny dan Reyhan sedang bersiap-siap untuk makan malam. Makan malam kali ini dipersembahkan oleh Reyhan secara romantis. Dan karena dia ingin makan malam secara sangat privat tanpa diganggu mahkluk hidup lain, otomatis makan malam di setting di balkon hotel. Balkon hotel tempat mereka menginap kebetulan agak besar dan menghadap ke arah kota. Kalau pagi hari, bisa terlihat jelas berbagai balon udara melintas. Sedangkan kalau malam-malam begini, akan tampak kelap-kelip lampu yang menghiasi kota Goreme.     

Begitu para chef andalan hotel telah selesai mempersembahkan berbagai hidangan terbaik mereka diatas meja, para chef itu segera pamit meninggalkan kamar Reyhan. Pasutri baru itu duduk saling berhadapan, dengan tatapan yang saling mendalam pula.     

"Sebenernya, malam ini ada yang mau gue ungkapin ke elo.." Ucap Reyhan membuka pembicaraan mereka dimalam ini setelah keduanya saling diam untuk beberapa saat. Lenny mengerenyitkan dahi, kaku banget sih cara bicara cowok ini.     

"Ngomong apaan?" tanyanya tanpa minat.     

Cowok itu kembal8 terdiam. Jantungnya berdebar, perasaanya mulai panas dingin. Apakah ini saatnya untuk mengungkapkan semua? Tapi kalau dipikir-pikir, mendingan mereka makan malam dahulu. Setelah kenyang, baru dia ceritakan semuanya. Takut merusak rasa lapar soalnya.     

"Nanti aja deh. Kita makan dulu aja!" putus Reyhan. Lenny semakin bingung.     

"Lo yakin gak mau bilang sekarang?"     

"Yakin. Ayo, makan!" kata Reyhan akhirnya. Cowok itu mulai mengeksekusi daging panggang yang dibuat special untuknya. Lenny mengangguk. Dia hanya mengambil satu buah apel, dan menggigitnya dengan amat sangat keras.     

"Kenapa cuma makan apel?"     

"Diet." Jawab Lenny dengan cepat. Gantian Reyhan yang mengerutkan dahi, perasaan gak perlu ada yang didietin dari bagian tubuh cewek itu. Malahan menurutnya, seharusnya ditambah! Misalnya dibagian bokong, gitu. Biar semakin aduhai. Pikir Reyhan.     

"Ngapain diet?" Reyhan meletakkan pisau dan garpunya. Cowok itu mulai menuang botol bir kedalam gelas, "Kenapa harus insecure sama diri sendiri?!"     

"Ya habis gimana dong? Netijen ngatain gue gendutan..." Lenny menjawab dengan nada kesal. Ya, dia memang kesal betulan. Dia merasa netijen ini memang jahat pada dirinya. Padahal apapun yang dia lakukan tidak pernah merugikan orang lain, apalagi merugikan netijen.     

"Bales aja lo itu bahagia makanya bisa gemukan. Gak kayak mereka, makannya cuma omongan jadi suka ngurusin idup orang!"     

"Ya masalahnya, mereka nuduh gue hamil duluan! Makanya gue dikatain gemukan, nikah diem-diem di luar negeri, ngilang lama..." Lenny nyaris saja ngelempar apel digenggamannya keluar. Kalau saja dia tidak terpikir tuh apel bisa nimpuk orang tak bersalah dibawah. "Beritanya udah dimuat diakun lambe itu loh! Sumpah kesel gue!"     

Reyhan tercekat. Buset, segitu cepatnya berita gak berfaedah begitu bisa up? Apakah mereka yang suka hate comment ke orang lain itu, hidupnya udah sangat sempurna?     

"Parahnya lagi, banyak yang bilang gue nikah sama suami orang. Makanya, gue nyembunyiin soal suami gue terus! Gak pernah diposting. Dih, jahat banget kan jari sama pikirannya?" Lenny membara. Dia bener-bener suntuk dan gak ngerti lagi sama para hattersnya, ya meskipun masih banyak juga kok yang suka sama dia. Hatters gonna hate, lovers gonna love!     

"Terus tuh Rey... asal lo tahu ya, mereka itu..."     

Kringgggg...     

Kringggg....     

Handphone Lenny berbunyi dari dalam. Gadis itu refleks berdiri dan segera masuk ke dalam kamar.     

Sementara Reyhan, ditinggal Lenny masuk begitu, secepat kilat dia memanfaatkan momen untuk berselancar ke dunia maya dan ke sosmed baru miliknya untuk mencaritahu kebenaran berita bar-bar itu!     

Yup!     

Dan benar saja, berita itu bahkan sudah dimuat diberbagai akun gosip dan portal gosip online. Bahkan mereka sudah mulai menghitung-hitung tanggal pernikahan dan tanggal persalinan Lenny nanti untuk menguatkan argumen hamil duluan. Benar-benar netijen yang luar biasa! Luar biasa kurang kerjaannya!     

Reyhan menijit-mijit dahinya. Mendadak sakit kepala membaca berita murahan ini. Tapi sebagai kepala rumah tangga, tentu dia harus tetap stay cool. Karena apa? Karena dia yakin semua masalah pasti bisa diselesaikan secara kekeluargaan! Oleh karena itu, Reyhan berinisiatif untuk menelpon ajudan multifungsinya yang selalu bisa membantunya mengatasi berbagai masalah seperti macet, banjir, insomsia, panas dalam, susah buang air besar, masalah karir, jodoh, percintaan, pokoknya ajudan ini memang paling TOP dan bisa diandalkan!     

"Halo, Bambang! Iya, coba kamu liat berita di akun gosip itu... Ya, pokoknya saya gak mau tahu, sebelum saya pulang ke Jakarta, berita sampah itu harus udah lenyap, oke? Kamu urus ya, karena begitu pulang ke Jakarta, saya kan harus konferensi pers... Oke, jangan sampai gagal! Ya, bagus! Secepatnya kamu kabarin hasilnya ke saya!"     

Klik.     

Telpon dimatikan.     

Buru-buru Reyhan memasukkan polselnya ke saku. Jangan sampai Lenny tahu kalau Reyhan sebenarnya membantunya. Reyhan ingin gadis itu tahunya masalah itu selesai sendiri, bukan karena dirinya.     

Lenny yang sepertinya sudah selesai mengangkat telpon kembali lagi ke balkon. Kali ini dengan wajah yang ceria dan sumringah. Berbeda sekali dengan wajahnya yang tadi kesal akibat omongan netijen. Memang, wanita itu gampang berubah moodnya.     

"Siapa yang nelpon?" tanya Reyhan. Mata tajamnya mulai menatap Lenny lekat-lekat, sembari kembali meneguk bir dalam gelas.     

"Nyokap gue di kampung. Bytheway, katanya lo mau bilang sesuatu ke gue. Emangnya lo mo bilang apa?!"     

Sial!     

Reyhan tadi hampir saja lupa mengatakan ini semua. Tapi lagi-lagi dia diselimuti rasa ragu Apakah benar ini waktu yang tepat? Mengingat, Lenny saat ini sedang berada dimood yang gak karuan. Dia takut apa yang akan dikatakan justru merusak suasana, juga merusak keharmonisan hubungannya dengan gadis itu.     

"Emh, itu..." Reyhan tergagu, bingung mau bilang apa.     

"Itu apa? Yang bener dong kalo ngomong!"     

"Eng... ck, lupain aja!"     

Lenny makin bengong. Gak biasanya, cowok itu jadi berlagak canggung dan kaku. Seperti memendam sesuatu. Tapi apakah sesuatu itu? Apa jangan-jangan selama ini ternyata diam-diam Reyhan memendam..... bisul?     

"Ihhhh, Reyhan! Gak jelas banget sih! Gue sebel deh sama lo!" Refleks, Lenny mengambil sepotong roti di meja dan langsung mengunyahnya dalam gigitan-gigitan besar. Lah tadi katanya mau diet!     

"Itu..."     

"Itu apa?!"     

"Lo, bukannya tadi bilang mau diet?!"     

Lenny tercekat. Buru-buru dia kembali meletakkan si roti malang itu dan menenggak satu gelas jus jeruk.     

"Tuh kan gue jadi lupa! Gara-gara elo nih!"     

Nyaris saja tawa Reyhan meledak menyaksikan tingkah istrinya itu. Entah kenapa wanita itu bisa menyebalkan dan menggemaskan disaat yang bersamaan. Tapi untuk menjaga perasaan, diurungkan niat tertawa itu, walau sebenarnya sudah sangat susah ditahan. Jadilah Reyhan hanya senyum-senyum saja, udah kayak orang sinting.     

"Lo mau bilang apa sih? Jujur aja kenapa? Gue bisa kepikiran nanti kalau lo gak jujur!"     

Gadis itu jadi panik sendiri, dia benar-benar diselimuti rasa kepo luar biasa. "Atau jangan-jangan bener kata netijen ya, elo ini suami orang? Atau lo mo bilang lo punya wanita idaman lain? Atau elo ini sebenernya..."     

"Lo ini ngomong apaan sih? Jangan ngaco deh!"     

"Ya makanya, lo bilang dong ada apa!"     

Ck!     

Lagi lagi Reyhan berdecak.     

Kenapa jadi dia yang dipaksa-paksa nih, wah emang bener-bener istri agresif!     

Cowok itu menunduk sebentar, menyetel tampang serius. Dia berdehem dulu, agar suasananya dapet nih.     

"Gue sebenernya mau bilang..."     

"Bilang apa?!" tanya Lenny gak sabar.     

Reyhan segera mengeluarkan sebuah kotak disebelahnya.     

"Gue mau bilang kalau gue mau kasih ini buat lo."     

Dengan segera cowok itu menyerahkan kotak berukuran 10 cm X 10 cm itu ke Lenny. Gadis itu sontak saja langsung membuka isinya, dan makin tercenganglah dia!     

"Suamik, ini kan...." Lenny memegang isi dalam kotak itu yang tak lain tak bukan adalah kalung berlian, "Ini mahal!"     

"Tapi ini gak lebih mahal dari kamu, Kamu tak ternilai harganya!"     

DEG!     

So sweet sekali ucapan Reyhan barusan. Membuat Lenny jadi meleleh saja.     

"Oh My God, tapi aku lagi gak ulang tahun. Jadi dalam rangka apa kamu kasih kado segala?"     

"Dalam rangka ucapan terima kasih..." jelas Reyhan dengan pelan. Cowok itu mulai mengambil tangan Lenny dan menggenggam jari-jarinya dengan erat. "Terima kasih kamu udah jadi istriku. Terima kasih udah ngurusin aku, terima kasih kamu udah banyak bantu aku untuk bangun bisnis kakekku! Tanpa kamu, aku gak bisa seperti ini!"     

Cowok itu menatap Lenny dalam, sorot matanya sangat hangat dan penuh cinta. Udara dingin di Goreme nyaris saja tidak terasa, karena suasana yang diciptakan jadi begitu hangat.     

"Aku tahu, mungkin hubungan kita awalnya gak baik. Kita berdua sama-sama terpaksa menikah. Tapi seiring berjalannya waktu, aku tahu aku gak pernah salah memilihmu..."     

Lenny menelan ludah mendegar kata kata Reyhan barusan. Dia begitu terhipnotis dengan suasana ini, sampai gak bisa mengatakan apapun.     

"Boleh aku bantu pasangkan kalungnya?" tanya Reyhan. Lenny mengangguk. Cowok itu segera bangkit dan mendekati kursi Lenny. Dengan lembut, disibakkannya rambut gadis itu yang terurai hingga nampak tengkuk lehernya.     

Pelan tapi pastu cowok itu mulai memasangkan kalung berlian super mahal ke leher Lenny. Kilauannya saja sudah membuat hati sobat misqueen menjerit meronta-ronta!     

"Do you like it?" tanya Reyhan     

Lenny segera bangkit dari kursinya dan berbalik badan. Sekarang mereka berdua berada dalam posisi saling berhadapan, dibawah terangnya lampu balkon kamar hotel. "Aku suka! Terima kasih ya!"     

Gadis itu tersenyum bahagia. Kembali, Reyhan menggenggam jari jemari Lenny. Sorot tatapannya begitu dalam.     

"Apa aku boleh minta sesuatu dari kamu?" suaranya bergetar.     

Lenny menahan nafas, perasaannya gak karuan.     

"Apa?" tanyanya, dengan suara yang bergetar pula.     

"Aku minta, kita mulai semuanya dari awal. Hiduplah seperti suami istri normal. Kita mulai babak baru dalam hidup kita.. bisa?"     

Lenny terpucat. Gadis itu diam mematung. Apakah ini.. artinyaaa? Mereka akan.. benar-benar jadi pasangan?     

"Aku mau kamu tahu, kalau aku..." Cowok itu satu langkah mendekat ke Lenny. Dia mulai melepaskan genggamannya dan memegang pinggang gadis itu. "Aku cinta sama kamu!"     

******     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.