BUSINESS TRIP
BUSINESS TRIP
Rasanya sudah lama sekali Lenny tidak menginjakkan kaki di pulau dewata ini. Terakhir sekali sih sekitar satu tahun lalu, itupun untuk urusan kerjaan bukan untuk travelling. Maklumlah, Deandra Group kan sedang melebarkan usaha ke Bali. Dan pada waktu itu, kantor mengutusnya untuk acara rapat bersama perusahaan lain untuk proyek Deandra Group. Tak disangka, tahun ini dia kembali lagi kesini dengan status yang lain pula.
Bak langit dan bumi, dulu dia adalah staff biasa. Ibaratnya, jelmaan remah-remah rengginang melempem yang tak terlihat dan akan repot menyiapkan segala urusan ini itu. Sekarang? weits, sudah berbalik seratus delapan puluh derajat dong! Dia bisa tunjuk apa saja yang dia mau, dia menjadi orang dominan dan kuat diperusahaan, pastinya!
Lagi dan lagi, semua itu akibat pernikahan simbiosis mutualisme dengan calon penerus tahta Deandra group. Lenny tak menampik jika Reyhan sangat mempengaruhi kehidupannya sekarang. Dulu banget, boro-boro orang mau peduli padanya. Ada yang menoleh sedikit saja pun rasanya tidak pernah. Tapi, setelah hubungan Lenny dan Reyhan Deandra dipublikasikan, orang-orang yang dulunya sangat sombong dan angkuh terhadap Lenny mendadak nyalinya jadi ciut. Satu persatu, mereka mulai sok akrab dan memaksakan diri untuk mendekat. Nampak sekali bermuka duanya. Muka satu aja kadang-kadang gak keurus, apalagi muka dua coba?
Dan karena kegiatan ke Bali kali ini untuk bekerja sekaligus jalan-jalan alias istilah kerennya business trip, maka serombongan kantor juga turut ikut serta mereka ke Bali. Mereka sengaja menyewa lantai 7 hotel khusus untuk staff Deandra group. Sementara itu, Reyhan sengaja memilih kamar di lantai 8 untuk dirinya dan Lenny, Fio dan juga Bambang. Bukan apa-apa nih, lantai tujuh itu isinya adalah kaum adam semua. Kebetulan sekali staff yang ikut ke Bali didominasi oleh laki-laki sesuai dengan tugas dan jabatannya. Sementara karyawan yang perempuan, hanya Fio seorang. Sebagai sekertaris, sudah barang tentu Fio harus setia mendampingi bossnya. Terpaksa Fio juga harus ikut diletakkan di lantai delapan, mengingat dan menimbang wanita itu akan jadi bulan-bulanan staff lain jika dipaksa tetap stay di lantai tujuh. Reyhan tidak sampai hati kalau nanti terjadi sesuatu sama Fio, bisa kacau semuanya. Sementara Bambang, seperti biasa akan menjadi ajudan multifungsi Reyhan sehingga dia tidak boleh terlalu jauh dari boss itu.
"Fio di kamar 813, Bambang di 814, Saya di 815." Ucap Reyhan, "Fio, kalau kamu butuh apa-apa, bisa langsung panggil Bambang!" Imbuhnya sambil membagikan card hotel. Fio dan Bambang mengangguk bersamaan.
"Ini kamarnya apa gak terlalu besar untuk saya Pak? Ini suite room kan?" tanya Fio dengan hati-hati.
"Kenapa? Kamu keberatan?" tanya Reyhan balik. Fio menggeleng.
"Bukan gitu sih pak, saya malah ngerasa terlalu berlebihan gak sih? Takut yang lain iri dengki nanti!"
Reyhan tersenyum simpul, "Anggap aja bonus buat kamu karena selalu bekerja keras untuk perusahaan! Tadinya, saya mau pesan yang presidential suite room, tapi setelah dipikir-pikir rasanya kurang pas untuk momen seperti sekarang!"
Fio menelan ludah. Gile banget sih boss ini, duitnya bener-bener gak berseri lagi!
"Baik pak, kalau begitu saya masuk ke kamar dulu!" Pamit Fio. Reyhan mengangguk. Bambang pun pamit undur diri juga untuk masuk ke dalam kamarnya. Disusul kemudian dengan Reyhan dan Lenny yang masuk juga ke kamar mereka.
Lenny buru-buru menyibakkan gordeng jendela kamarnya, tidak sabar melihat keindahan pantai Bali dari sini. Kamar mereka memang menghadap langsung ke arah pantai. Hamparan pasir putih yang membentang, air laut yang nampak berwarna biru dari sini. Ah, Bali memang semenyenangkan itu. Lenny jadi gak sabar nanti sore ingin menikmati sunset langsung dipantai sana.
"Are you happy?" tanya Reyhan. Lenny tidak bisa menyembunyikan wajah cerianya. Dia betul-betul senang bisa kesini lagi. Cepat-cepat gadis itu mengangguk.
"Yes! Iam happy! Sangat happy!"
Reyhan berjalan mendekati Lenny yang duduk disebuah sofa panjang dekat jendela. Cowok itu mulai merentangkan kedua tangannya, mendekap gadis itu erat dari belakang dan memberikan kecupan manis dikepalanya. Sontak saja Lenny jadi merinding, tidak menduga akan mendapat perlakuan manis begini.
"Aku gak pernah menyangka kita bisa jadi sedekat sekarang..." bisik Reyhan lirih. "Dari dulu, aku selalu ingin bawa orang yang aku cintai pergi kemanapun aku pergi.. aku selalu suka kerja sambil travelling berdua." Cerita Reyhan. Lenny tersenyum, romantis abis babang tamvan satu ini.
"Jadi, kemana lagi lagi setelah ini kamu mau bawa aku pergi?" Lenny menolehkan kepalanya kesamping, ingin melihat ekspresi Reyhan yang mendekap erat tubuhnya dari belakang. Reyhan menatap mata itu lekat-lekat, sangat dalam, dan penuh cinta pastinya.
"Bulan depan aku ada kegiatan di USA dan Singapore. Semoga kamu bisa nemenin aku lagi seperti sekarang!"
Kini cowok itu menenggelamkan wajahnya di tenguk leher Lenny. Pelukannya semakin erat dan kencang sampai Lenny jadi susah nafas.
"Iya.. a.. aku usaha.. in.." kata Lenny terbata-bata.
"Serius?!"
"Se.. ri.. us.."
"Kamu kenapa?"
"Ga.. pa..pa.. cu.. ma.. su.. sah naf..as.."
Hukk!
Reyhan serta merta melepaskan pelukannya. Saking gemasnya cowok itu, sampai lupa bahwa objek yang dipeluk sedari tadi adalah makhluk hidup, bukan guling. Sehingga pelukannya yang kencang justru menyakiti Lenny.
"Sori.. sori.. Istrik, gue gak sengaja! Suer!"
"It's oke.. it's oke.." Lenny menepuk-nepuk dadanya dan mulai mengatur pernafasan. Duh, gini amat nasib punya suami berlengan segede batang mangga. Bikin sesek kalau meluk, bund!
Lenny segera bangkit dari sofa dan balik badan. Gadis itu menatap Reyhan yang memandang khawatir kearahnya.
"Gakpapa, namanya juga refleks.. ya kan?" dirinya mengedipkan satu mata kearah Reyhan dengan genit. Membuat cowok itu jadi berfikir lain.
Reyhan bukanlah lelaki yang bisa digoda macam sedikitt aja sama Lenny. Cowok itu serta merta menahan tangan gadis itu yang hendak berlalu pergi.
"Kamu mau kemana?" tanyanya.
"Ke toilet. Kenapa? Mau ikut?" tantang Lenny enteng. Reyhan tercengang.
"Berani banget kamu bilang gitu ke aku?!" Cowok itu menaikkan satu alisnya, surprise sekali dengan apa yang diucapkan gadis itu barusan, "Memangnya kamu udah siap?"
Lenny menghela nafas.
"Aku sebetulnya siap sih.." jawabnya cepat. "Tapi kamu emangnya beneran mau ikut?" tanya Lenny hati-hati. Seketika mata Reyhan berbinar-binar! Wah, ini nih! Kucing garong pake ditawarin ikan asin.. ya gak nolak lah!
"Ya mau lah.. ini yang aku tunggu-tunggu dari dulu, sayang!" Reyhan gembira sekali rasanya. Akhirnya, setelah penantian panjang waktu yang ditunggu tiba juga. Benar-benar usaha yang tidak menghianati hasil. Tau gitu, dari dulu dia ajak Lenny kesini.
"Kamu yakin, Rey?" tanya Lenny lagi. Reyhan mengangguk cepat.
"Tapi aku malu.." kata gadis itu lagi, kali ini dengan nada yang dibuat agak manja. Membuat jantung Reyhan makin deg deg ser aselole pokoknya.
"Aduh, kamu tuh gak usah malu-malu.. kita kan udah suami istri..." Reyhan mencoba menenangkan, "Pokoknya tetap rileks, tenang, santai.. tarik nafas.. yak yak bagus!" Reyhan memberi aba-aba yang diikuti Lenny "Santai aja, aku ini udah profesional dibidangnya!"
Lenny mengerutkan dahi. Apa sih maksud Reyhan ini? Profesional dibidangnya?!
"Tapi.. kamu gak jijik memangnya?"
Gantian Reyhan mengerutkan dahi. Wah, emangnya apaan sih kok pake jijik segala?
"Pokoknya Istrik, kamu tenang aja. Gak ada yang jijik. Kamu bisa mikir jijik, itu pasti karena belum terbiasa aja! Nanti kalau udah terbiasa semuanya enak kok. Aku janji pelan-pelan masuknya, pokoknya percaya sama aku!"
Lenny memicingkan matanya. Enak? Emangnya mereka mau ngapain di toilet? Makan burger berdua? Atau kemping?
"Yakin Rey?" tanya Lenny sekali lagi. Dia masih tidak percaya dengan penjelasan itu.
"Yakin... 1000 persen yakin! Sure! Pasti!" Kata Reyhan dengan nada mantap surantap.
"Oh.. yaudah deh kalau kamu maksa." Ucap Lenny akhirnya. "Tapi maaf banget ya, aku pasti lama di dalam toilet.. soalnya aku mau poop udah gak tahan.. udah beberapa hari gak poop.. kayaknya kurang makan sayur deh. Kalau kamu maksa mau ikut aku poop di toilet ya gakpapa aku ikhlas. Tahan-tahan aja didalam kalau emang kamu gak jijik sama sekali!" jelasnya kalem.
Sekali lagi Reyhan tercengang.
BAJIGUR! GA ADA AKHLAK EMANG!
Seketika raut wajah Reyhan memerah. Aseli, malu sekali dia jadinya! Pantes aja Lenny berani ngajakin ke toilet, ternyata mereka berdua berbeda persepsi dan tujuan!
"Ayok, Rey!" Lenny menarik-narik lengan Reyhan. Sontak saja cowok itu jadi panik.
"Eh.. anu.. itu... nganu.."
"Ayok, temenin!"
"Eh.. tapi.. tapi.. bukan begitu maksudnya!"
"Udah, ayookkkk!!"
"Haduh, eh.. Tolongggg!!!"
*****
Malam ini, seluruh staff Deandra Group yang ikut ke Bali, di jamu dengan makan malam mewah oleh pihak Pilar Corp. Ya, perusahaan itu memanglah partner bisnis Deandra group sejak zaman dahulu. Tentu saja karena papa Reyhan dan papa David sudah berteman akrab, dan dilanjutkan dengan hubungan Reyhan dan David yang juga bersabahat sejak orok. Sehingga untuk proyek-proyek besar, Deandra Group kerapkali bekerja sama dengan perusahaan itu.
"Om senang sekali akhirnya kita bisa ketemu lagi ya Rey..." Ucap Tama Pilar. Papa David Pilar itu tampak lebih kurus sekarang. Mungkin karena kasus perceraian kemarin membuatnya cukup tertekan. Di meja paling ujung ini, hanya ada mereka bertiga : Reyhan-Lenny- dan tentu saja Om Tama. Mereka sengaja ngobrol terpisah agar lebih privat dan santai. Dan pasti, tidak didengar oleh staff yang lain.
"Iya om, setelah sekian lama akhirnya kita ketemu lagi. Oh iya kenalkan, ini istri Reyhan..."
"Dara, Om.." Lenny mengulurkan tangannya dan tersenyum ramah. Papa David itu langsung saja menjabat tangan Lenny.
"Ya, saya om nya Reyhan.. saya sudah kenal suami kamu dari dia belum bisa pakai celana sendiri.. hehehe"
Lenny nyengir kuda. Wah penting sekali penjelasan om Tama ini.
"Jadi Dara ini yang dulu kuliah barengan sama David juga kan? Yang kalian selalu bertiga kalau kemana mana? Om sampe pangling liatnya.. berubah sekali sekarang ya!" Tama Pilar terkekeh. Lelaki paruh baya itu menuangkan botol bir ke dalam gelas kaca. Seketika Reyhan panas dingin, salah paham sekali papa David ini. Beda objek dong, om!
"Bukan, Om. Dara ini dulu kuliah di Sumatera, bukan seperti yang om bilang barusan!" Jelas Reyhan buru-buru. Tama Pilar memicingkan matanya,
"Loh, berati kamu gak jadi menikah sama yang itu Rey? Yang putih itu? Sayang sekali ya kalian belum berjodoh. Sia-sia berati kamu selama itu jagain jodoh orang Rey..." Lelaki paruh baya itu menenggak bir dalam gelasnya sampai habis, "Tapi gak papa, om juga ternyata cuma jagain mamanya David... Jodohnya cuma sampai disini.."
Mata Tama Pilar berkaca-kaca, tatapannya jauh entah kemana. Tidak terfokus pada Reyhan dan Lenny yang duduk dihadapan lelaki itu.
"Menjadi seorang duda di usia segini bukanlah hal yang mudah, terlebih perpisahan ini disebabkan orang ketiga. Sakitnya sungguh bertubi-tubi.." ucap Tama Pilar lagi. Sesaat Reyhan dan Lenny saling pandang. Keduanya jadi gak enak dan turut prihatin.
"Semangat ya om, yang lalu biarlah berlalu! Om pasti bisa melewati semua ini!" kata Reyhan menenangkan.
"Betul, Om. Seperti lagu dangdut itu.. masa lalu biarlah masa laluuu..."
Tama pilar tersenyum tipis. Bobrok juga rupanya istri Reyhan ini.
"Ya ya, kalian benar. Ngomong-ngomong, Papa sama Mama kamu gimana kabarnya, Rey?"
"Papa dan mama baik kabarnya, om. Mungkin bulan depan papa yang akan meninjau langsung progress pembangunan hotel, karena aku ada kegiatan diluar.. om nanti bisa sekalian ajak papa jalan-jalan mengenang masa muda!"
Tama Pilar manggut-manggut, "Ya ya, kamu benar juga Rey. Om akan ajak papa kamu mancing nanti!"
"Mancing ikan, om?"
"Mancing keributan!"
Seketika tawa mereka meledak. Ternyata meskipun sudah berusia senja, selera guyon bapack-bapack itu tinggi juga, xixixixixixi.
******
"Kamu tuh suka minum juga ya Rey?" tanya Lenny to the poin. Gadis itu berjalan mendekati meja rias dan mulai melepaskan anting-antingnya. Malam ini dia menggunakan dress hitam selutut dengan ketiak terbuka dan belahan dada yang cukup rendah. Entah kenapa yang terbawa malah dress ini, padahal perasaan waktu packing kemarin, dia gak masukin baju kurang bahan begini.
"Gak juga, aku minum cuma untuk mengimbangi partner bicaraku aja." Cowok itu memastikan pintu kamar terkunci dengan benar. Dia mulai melepaskan jas hitam yang dikenakan dan melemparkan asal ke lantai, "Kenapa memangnya?"
"Jadi kalau partner kamu mabok, kamu bakal mabok juga, begitu?" Lenny masih sibuk melepaskan berbagai perhiasan yang dia kenakan. Cowok itu berjalan menghampiri Lenny dan membantunya melepaskan kalung yang tadi dikenakan.
"Gak separah itu juga. Aku tau kapasitas tubuhku untuk minum minuman beralkohol. Lagipula, selama aku minum, aku belum pernah tuh sampai mabuk!"
"Masa sih?!" Lenny menatap bayangan Reyhan didepan cermin dengan rasa tidak percaya. Meskipun akademisnya pintar, Reyhan itu kan katanya dulu kelakuannya agak badung pas kuliah. Masa iya gak pernah mabok?
"Serius! Kira-kira kalau udah mau ngefly aku bakalan stop minum dan mendingan cabut, pulang!" Cowok itu membantu Lenny melepaskan ikatan rambutnya. "Mabok itu bahaya loh, bisa merugikan diri sendiri dan orang lain! Serem banget pokoknya!"
Cih, bisaan banget ni mahluk mengedukasi orang lain. Sendirinya masih suka minum-minuman juga. Ini yang disebut omongan dan perbuatan kagak sinkron!
"Tapi waktu kita di Turki, kamu minum bir juga.. padahal aku sebagai partner kamu waktu itu ga minum bir!" Lenny mengingat-ingat kejadian malam itu, kejadian saat pertama kali Reyhan jujur tentang perasaannya.
"Ya kalau itu.. lagi pengen minum aja!" jawab Reyhan beralibi. "Tapi aku gak mabok kan?"
"Meskipun begitu, aku kurang setuju kalau kamu sering minum. Itu bahaya buat kesehatan!" Lenny memperingatkan dengan nada serius. Reyhan tersenyum lebar. Biar gimanapun, saat ini dia belum bisa lepas seratus persen untuk tidak minum-minuman beralkohol selamanya. Reyhan bukannya alkoholic, tapi ya kehidupannya sekarang tentu harus pinter-pinter mengimbangi rekannya juga. Ya, meskipun kadang-kadang minum juga sedikit.
"Tapi Istrik, ada satu mabok yang ga akan berbahaya tapi justru menyehatkan jiwa!" Reyhan mengalihkan pembicaraan, kali ini dengan nada serius.
"Apaan?" tanya Lenny tanpa minat.
"Mabok cinta karenamu!" Ucapnya sambil terkekeh. Bersamaan dengan ucapannya, cowok itu langsung memeluk Lenny dari belakang. Kali ini tidak kencang seperti kejadian tadi siang, bisa-bisa nanti Istrinya bengek.
"You look so stunning. Bener-bener sexy..." Reyhan mengecup rambut Lenny dan menatap bayangan mereka berdua didepan cermin. Lenny menelan ludah, jantungnya mulai berdebar gak karuan.
Disini, ditempat ini, hanya ada mereka berdua tanpa ada pengganggu. Tidak ada suara cempreng mama Lita ataupun Encum maruncum, juga tidak ada si tukang kepo Sarah, ataupun Bona Boni duo anjing kembar peliharaan Reyhan yang suka berbunyi tengah malam. Tidak ada penghalang lagi bagi keduanya, hanya ada aku, kau, dan... cinta!
Jujur saja, bulu kuduk Lenny merinding jadinya. Gadis itu memejamkan matanya dan mengingat kata-kata dokter Gina. Semuanya harus dicoba, semuanya harus dimulai. Lenny gak mungkin selamanya hidup dalam rasa phobia itu. Tapi masalahnya, Reyhan kan sama sekali belum tahu soal phobia yang Lenny alami. Apakah cowok itu bisa lebih bersabar sedikit untuk menunggu? Ataukah, ini waktu yang tepat untuk memulai?
Reyhan melepaskan pelukannya dan memegang pinggang Lenny dengan kedua tangannya. Secara cepat, cowok itu membalik posisi tubuh Lenny yang menghadap cermin, menjadi berbalik kearahnya. Sekarang keduanya saling berhadapan satu sama lain.
Reyhan menundukkan kepalanya sementara sebaliknya, Lenny sedikit menaikkan dagunya. Dari jarak sedekat ini meskipun bukan untuk yang pertama kali, tetap saja membuat jantung keduanya berdegup kencang.
Untuk sesaat tidak ada kata-kata yang terucap dari bibir keduanya. Mereka hanya saling memandang satu sama lain, berbicara lewat sorot mata. Mencoba membaca arti cinta yang tersirat lewat tatapan.
"I love you..." ucap Reyhan akhirnya, pelan tapi pasti. Entah sudah berapa ribu kali sejak menjadi bucin, dia sering mengucapkan kata-kata itu meskipun tak berbalas. Lenny tersenyum dengan mata berbinar, dirinya memejamkan mata dan mengecup lembut bibir cowok itu.
Reyhan terkejut.
Untuk pertama kalinya sepanjang sejarah, Lenny memberikannya ciuman duluan. Wow, ini benar-benar hal yang menakjubkan, fantastis, luar biasa! Biasanya juga Reyhan yang maksa-maksa, itupun dengan adegan sedikit dijebak biar mau.
Sekarang, tangan kiri gadis itu melingkar di leher Reyhan, sedangkan tangan kanannya sibuk membuka dasi yang masih mengikat kerah kemeja cowok itu. Dan yang bikin Reyhan lebih tercengang, semua itu dilakukan dengan mata tertutup dan bibir mereka yang saling berpangutan! Entah sejak kapan Lenny menjadi pro begini.
Sebenernya dalam hati, Lenny deg-degan bukan main. Tubuhnya serasa bergetar dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tapi mau tidak mau, suka tidak suka, dia harus melawan semua rasa takutnya. Saat ini dia sangat fokus dan berusaha sekuat tenaga membangun suasana senyaman mungkin dengan Reyhan. Jarang sekali Lenny bisa dapat fokus seperti sekarang, mungkin karena dia sudah sering konsultasi dengan dokter Gina soal hal-hal ginian. Jadinya dia mulai mempraktekkan apa yang disarankan dokter.
"Sayang.. kamu..." Belum selesai Reyhan berbicara, bibir itu sudah kembali dilumat habis oleh Lenny. Wah kalau sudah begini sih Reyhan cuma bisa pasrah. Pasrah yang sangat menyenangkan tentunya. Eh tapi tunggu, biar gimanapun dirinya tetap harus kontrol suasana. Jangan sampai semuanya jadi berantakan karena dirinya terlalu lemah dan tidak dominan.
Oleh karena itu, Reyhan membalas ciuman-ciuman lembut yang diberikan istrinya dengan ciuman yang rada rada hot. Tangannya juga sibuk menurunkan resleting dress Lenny sembari mengusap-usap punggung gadis itu yang mulus, bening, dan licin.. seperti bihun rebus.
Lenny menarik bibirnya dan mengambil nafas sesaat. Dirinya sangat tergesa-gesa sampai lupa tarik nafas. Gadis itu kembali memandangi Reyhan yang entah bagaimana ceritanya sudah tidak berkemeja lagi alias topless. Otot-otot Reyhan yang tercetak jelas, membuat hati Lenny semakin berdesir tidak karuan.
"Rey..." panggil Lenny lirih. Dada gadis itu naik turun, mencoba kembali mengatur nafasnya yang tersegal-segal.
"Ya Sayang?" Reyhan mengusap-usap rambut gadis itu.
"Ayo kita lakukan!"
*****