Aku Mencintaimu, Selamat Tinggal (1)
Aku Mencintaimu, Selamat Tinggal (1)
Ya.
Leng Xiamo lebih suka jika dirinya yang harus menanggung konsekuensi itu.
Bergegas ia membuka tas ranselnya untuk memastikan keberadaan ponsel hitam yang telah ia matikan.
Benar saja, benda pipih itu masih ada di sana. Sontak ia pun menyorotkan kilat kerumitan sembari menarik napas dalam-dalam, lalu memasukkan barang-barang itu kembali ke dalam tas, buru-buru menjejalkan ranselnya ke dalam loker dan mencabut kuncinya segera.
Kemudian ia memutuskan untuk pergi, namun tidak terlalu jauh.
Sebagai gantinya, ia menyembunyikan kunci itu di atas pot bunga matahari yang ada di seberang jalan.
Setelah semua selesai, Leng Xiaomo duduk di samping pot bunga itu selama sesaat, dan entah kenapa ia merasa tubuhnya tampak sangat berat dalam sekejap.
Ya, ia telah melakukan kejahatan di Kota G. Dan jika ia adalah orang jahat, maka ia pasti akan ditangkap. Mungkin akan membutuhkan waktu lama baginya untuk mempertanggung jawabkan ini semua dan bahkan ia tidak bisa datang ke sini lagi.
Itulah mengapa ia harus segera terbang malam ini juga.
Sementara kakaknya akan terus tinggal di sini. Mungkin jika ia ke luar negeri suatu hari nanti, atau mungkin pergi ke banyak tempat setelahnya, ia tetap tidak akan bisa menemuinya.
Leng Xiaomo tahu bahwa apa yang ia katakan kepada Leng Yunchen hari ini benar-benar menyakiti hatinya.
Kata-katanya memang sangat kejam sekaligus tajam.
Tapi jika boleh jujur, bagaimana mungkin hatinya juga tidak terluka?
Malam pertengahan musim panas di Kota G.
Udara terasa sejuk, bintang-bintang bersinar cerah, angin bertiup sepoi-sepoi, bahkan sinar rembulan yang jauh di sana masih mampu menyilaukan matanya.
Namun sekarang, pikiran Leng Xiaomo justru dipenuhi dengan kekecewaan dan kesedihannya atas cara kepergiannya hari ini. Kelopak matanya pun terkulai lemah dan matanya bersorot muram.
Kemudian ia mengeluarkan ponsel.
Lalu membuka satu foto, di mana itu adalah potret kakaknya yang tampan dengan seragam militer kebanggaannya, yang membuatnya terlihat dingin, keras, sekaligus menawan.
"Kak…"
"Aku mencintaimu…"
Suara itu mengalir ringan bersama hembusan angin.
Dan malam itu, lautan mobil yang menyorotkan lampu terang terlihat seperti bintang yang berkelok-kelok dari kejauhan. Ya ,konser telah dimulai lebih dari setengah jam yang lalu.
Ketika Leng Xiaomo masuk, sudah ada lautan orang di dalamnya. Ada sekitar 80.000 penggemar memenuhi tempat itu, sedangkan panggung yang megah dan tinggi terletak di tengah, yang dapat disaksikan oleh para penggemar dari segala arah tanpa sudut mati.
Tak hanya itu, jeritan dan teriakan para penggemar di konser membuat suasana semakin meriah.
Sementara Leng Xiaomo, alih-alih menuju ke tempat duduknya, ia justru berdiri di salah satu sudut, tepat di bawah bayangan setelah memasuki venue.
Ia pun menikmati musik yang berdendang dengan tenang selama beberapa menit.
Sebelum akhirnya, ia mengeluarkan ponsel untuk menelepon seseorang.
Namun panggilannya terputus.
Sontak saja Leng Xiaomo mengernyit dalam. Lalu, sebuah senyum penuh ironi tersungging di bibirnya.
Tentu saja.
Orang itu juga memiliki kesibukan sendiri.
Apalagi ia sudah mengatakan bahwa tidak lagi peduli padanya. Bahkan ia tidak menjawab panggilan teleponnya saat ini.
Tapi.
Kak, mungkin kamu tidak lagi peduli padaku, tapi aku akan tetap selalu mempedulikanmu.
Aku tidak bisa membiarkanmu mengalami sesuatu yang buruk.
Aku hanya ingin memberitahumu untuk jangan mempercayai bukti palsu itu, karena apa yang ditinggalkan oleh Profesor Han telah aku sembunyikan sendiri…
Saat Leng Xiaomo mencoba untuk menelpon sekali lagi, sosok di seberang sana tetap menolak untuk menerima.
Hingga membuat Leng Xiaomo tidak tahu lagi harus berbuat apa, "..."
Awalnya, ia ragu jika kakaknya memang tidak sengaja mengabaikan. Tapi sekarang, saat ia menelpon lagi dan kakaknya tidak menjawab.
Leng Xiaomo tidak punya pilihan.
Ia hanya bisa menuliskan setiap kata yang ingin ia sampaikan.
Entahlah, ia sama sekali tidak berpikir jika ponsel kakaknya tidak berada di tangannya sendiri.
Yang ia pedulikan sekarang hanyalah ingin mengungkapkan bahwa bukti itu palsu.
Dan kali ini, ketika Leng Xiaomo menelepon lagi, ia tidak menduga jika panggilannya terhubung!
"Halo, ini kamu?"
Leng Xiaomo bergegas menutup satu telinga dan mulai berjalan keluar.
Sempat terjadi keheningan selama beberapa saat, sebelum akhirnya sebuah suara tanpa jejak emosi terdengar, "Apa maksud dari pesanmu?"