Menyerah (3)
Menyerah (3)
Perlahan Leng Xiaomo mengusap wajahnya dan dua garis air mata mengalir dari sudut matanya.
**
Akhirnya Leng Xiaomo menghabiskan sebagian besar liburannya bersama orang tua, merawat mereka dengan baik, selalu bangun pagi dan tidur lebih awal. Ia harus makan bersama mereka, jadi selama masa ini, secara tidak sengaja ia pun turut merawat tubuhnya sendiri dengan baik.
Meski ia sekali pun tidak pernah menjenguk orang tuanya selama tiga atau empat tahun, tapi tidak ada yang membahas apa pun yang sudah ia lakukan dan segala sesuatu yang dirasa tidak masuk akal.
Justru topik pembahasan mereka kebanyakan mengenai masa depannya. Harapan orang tuanya pun sudah tidak pernah tinggi. Kini, mereka hanya tidak ingin melihat seorang wanita menjadi burung liar yang terbang sesuka hati. Yang kedua orang tuanya inginkan hanyalah agar Leng Xiaomo tetap menjalani kehidupan yang ia sukai, meski itu sederhana, tapi selama ia bahagia, tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
Leng Xiaomo sendiri juga mengatur waktunya dengan baik setiap hari di rumah, seolah-olah ia ingin mencoba yang terbaik untuk tidak memikirkan seseorang.
Tapi terkadang, takdir itu seperti mempermainkan manusia.
Setiap malam, ia selalu bermimpi tentang orang itu. Di mana ketika kecil, ia selalu mengejar di belakang pantatnya dan terus memanggil tiada henti, "Kakak, kakak".
Dan kemudian, di awal masa remajanya, kakaknya berubah menjadi sosok yang licik.
Tiap kali ia mendapat permen dari orang lain, kakaknya akan mengambil permen itu hingga membuatnya menangis, tetapi kakaknya akan mengatakan bahwa permen itu beracun. Karena itulah kakaknya akan mengujinya terlebih dulu, baru kemudian memberikan permen itu padanya.
Sementara Leng Xiaomo sendiri akan memercayainya dengan bodoh. Alhasil, ia selalu mendapati jika kakaknya telah membuka beberapa rasa permen miliknya dan memakannya dengan senang hati. Lalu, masing-masing dari permen itu akan dicicipinya sekali terlebih dulu, sebelum akhirnya ia memberikan sisanya untuk Leng Xiaomo.
Semakin melihatnya, semakin Leng Xiaomo merasa ada sesuatu yang salah. Hingga ia akhirnya menangis dan mengadu pada ayahnya dengan marah.
Meskipun saat itu, kakaknya sedikit nakal, tetapi berkali-kali ia juga melindunginya. Tiap kali anak-anak lain mengganggu Leng Xiaomo karena ia kurus dan lemah, kakaknya bergegas berkelahi dengan seseorang yang telah menyakiti adiknya begitu sepulang dari sekolah.
Ia selalu berteriak dengan marah bahwa tidak ada yang boleh mengganggu adiknya!
Kemudian, orang tua dari anak yang kakaknya hajar akan keluar membuat tuntutan.
Dan entah kapan, ketika kakaknya kembali dari pelatihan iblis di markas, sosoknya telah mengalami perubahan yang mengguncang bumi.
Waktu juga berlalu, tiba-tiba Leng Xiaomo sendiri sudah berusia 16 atau 17 tahun.
Di mana saat itu, ia baru saja menemukan sertifikat adopsinya di rumah.
Jiwanya mengalami pukulan hebat.
Apalagi, hal seperti itu terjadi di awal masa remajanya, yang membuatnya memberontak tanpa diduga, selalu berteriak pada orang tuanya, lari dari rumah, membolos dari kelas, hingga membuat orang tuanya patah hati, sementara ia memendam amarah.
Tetapi kemudian, ketika kakaknya kembali.
Kakaknya sama sekali tidak menunjukkan sisinya yang keras. Justru ketika menemukannya di atap sekolah, ia memberinya sekaleng bir.
Dan merokok bersama di sana.
Namun saat itu, kakaknya mengatakan bahwa hal semacam ini hanya akan menjadi yang pertama dan terakhir kalinya.
Ia juga membongkar semua yang orang tuanya dan ia katakan sebelumnya, merangkak ke dalam hati Leng Xiaomo dengan jujur, dan mengatakan segalanya dari sudut pandangnya.
Mencoba untuk membuka hati Leng Xiaomo yang lama tertutup.
Tetapi kakaknya tidak memiliki banyak waktu. Hanya saja, setiap kali kakaknya pulang, ia akan menemaninya, bahkan meski ia tidak mengatakan atau melakukan apa pun.
Meski juga ia sendiri sedang dilanda ketidaksabaran, kebosanan, atau marah.
Leng Xiaomo harus mengakui bahwa selama masa suram itu, sosok kakaknya seperti lampu, menerangi jalannya yang hilang ke masa depan.
Namun, karena takdir mungkin membawa mereka bukan menjadi saudara kandung, alhasil perasaan Leng Xiaomo terhadapnya memburuk saat itu.