Halo Suamiku!

Ingin Bertemu Kepala Keluarga (1)



Ingin Bertemu Kepala Keluarga (1)

0Bibi di ruang kesehatan mengangguk cemas, hanya mengajukan beberapa pertanyaan, lalu menarik tirai dan meminta Sang No menunggu di luar.     

Tubuh kecil An Xiaoyang terbaring di atas ranjang. Matanya yang besar menatap langit-langit dengan wajah pucat.     

Lalu membiarkan mereka mengobati lukanya, mengganti pakaiannya, menyeka leher, wajah dan tubuhnya.     

Akhirnya, ia perlahan menutup matanya dengan garis air mata mengalir.     

Ia hanya seorang gadis kecil yang ingin bertahan hidup di dunia ini. Tapi mengapa begitu sulit?     

Jika bukan karena Sang No, akan seperti apa hidupnya sekarang?     

Pada akhirnya, apa yang harus ia lakukan untuk menghindari semua ini?     

Setelah semuanya ditangani, bibi di ruang kesehatan tidak menanyakan apa pun padanya. Karena bagaimanapun juga, ia tampak seolah-olah telah mengalami pukulan hebat dan jiwanya sedikit terganggu.     

Setelah keluar, ia hanya menundukkan kepalanya dan tidak mengatakan apa-apa.     

Sementara Sang No yang telah menunggu di luar tampak tertegun sejenak saat melihatnya muncul. Kemudian, ia berterima kasih kepada bibi di ruang kesehatan, lalu memegang pergelangan tangannya dan membawanya pergi.     

Dan begitu mereka pergi, bibi di ruang kesehatan segera meminta seseorang untuk memberitahu atasan.     

 ...     

Selama itu, Sang No tidak mengatakan apa-apa. Ketika sekolah hampir selesai, mereka pergi ke kantin terlebih dahulu dan Sang No mengajaknya makan bersama.     

"Makanlah sedikit. Bagaimana kamu bisa memiliki energi untuk belajar tanpa makan? Apa kamu tidak suka makanannya? Kalau begitu, kamu ingin sup telur?"     

Saat ini, pemuda itu tampaknya telah kehilangan penampilannya yang sombong, kesepian, dan dingin. Justru ia terus menawarinya berbagai makanan dengan suaranya yang lembut sembari mencoba membujuknya untuk makan sesuatu.     

Namun, gadis itu terus menunduk.     

Setelah usaha Sang No sama sekali tidak membuahkan hasil, akhirnya ia perlahan mendongak.     

Entah sejak kapan, sorot matanya yang kosong itu telah dipenuhi dengan lapisan tipis kabut air.     

"Sang No…"     

An Xiaoyang memanggilnya dengan sedikit serak.     

Sontak, tubuh Sang No mematung di tempat.     

Kini, An Xiaoyang mencoba yang terbaik untuk mengendalikan air matanya. Dengan suaranya yang terus bergetar, ia tetap berusaha membuka suara, "Maaf merepotkanmu lagi."     

Sesaat setelah kata itu terlontar.     

Air matanya masih jatuh di punggung tangannya dan memercik sedikit.     

Saat itu, Sang No tidak tahu harus berkata apa, "..."     

Ia hanya menarik napas dalam-dalam, lidahnya kelu, seolah-olah kemarahan yang tak dapat dijelaskan di dalam hatinya sudah tidak sabar untuk dicurahkan dari dalam ke luar.     

Sampai akhirnya, ia menatapnya tanpa berkedip, dan berkata dengan suara yang dalam, "An Xiaoyang, apa yang aku lakukan bukan urusanmu. Apa kamu mengerti? Akulah yang ingin melakukan ini, dan kamu tidak harus menanggung konsekuensinya, kamu mengerti? Aku sendiri yang bersedia melakukan segalanya!"     

Memang, ia-lah yang menyukai An Xiaoyang dan sejak awal itu masalahnya sendiri.     

Tapi itu tidak ada sangkut pautnya dengan permasalahan An Xioayang.     

Ia sendiri yang ingin menyukainya dan saat melihat penampilan gadis itu yang kurus dan menyedihkan, ia tertekan setengah mati.     

"Apa kamu tidak ingin mengikuti ujian masuk perguruan tinggi... Keluargamu berada di luar kota. Jika mereka tahu kamu di sekolah seperti ini, tidakkah mereka khawatir? Pikirkanlah mereka..."     

Sudah cukup bagi An Xiaoyang untuk menanggung ini sendirian, meski konsekuensinya di masa depan akan sangat menyedihkan.     

Bagaimanapun juga, ia benar-benar tidak mampu menanggung konskuensi milik orang lain.     

Dan begitu Sang No mendengar ini, akhirnya ia terlihat terdiam cukup lama, sebelum akhirnya berkata, "Keluargaku telah datang."     

"Apa…?"     

 **     

Karena mereka terlibat dalam perkelahian, ditambah siswi perempuan yang tampak tak karuan, dan bolos kelas, alhasil situasinya sangat buruk dan parah. Sore harinya, mereka dipanggil ke kantor. Pada saat yang sama, sudah ada juga beberapa siswi yang menggertak An Xiaoyang hari ini.     

Orang tua mereka juga datang satu demi satu.     

Saat ini, Sang No mengambil ponselnya sembari menggenggamnya erat-erat. Setelah hati dan pikirannya bertarung cukup lama, akhirnya ia mengetikkan sebuah nomor di sana.     

Setelah beberapa saat berlalu, akhirnya panggilan itu tersambung.     

Di sana, Sang No berkata dengan suara yang dalam, "Halo, kakak ipar ..."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.