Halo Suamiku!

Cinta Pertamanya (1)



Cinta Pertamanya (1)

2Seketika, terjadi sesuatu yang tidak terduga.     

Tapi sebelum itu, tidak ada yang memikirkannya.     

Karena saat ini, SMA Nomor 1 di Kota G terlihat memiliki suasana belajar yang kental dan terlihat tenang.     

Dan cuaca di Kota G saat ini sedang berlangsung musim gugur yang dingin.     

Pohon Wutong di kedua sisi gedung sekolah diwarnai dengan bayang belang-belang di bawah cahaya keemasan pagi.     

Sesuai dengan waktu belajar, di tahun ketiga adalah kunci dari titik akhir sekolah.     

Di sinilah mereka menentukan dimana mereka akan berakhir di perguruan tinggi kelak.     

Dan saat ini, terlihat dua siswa berdiri di depan kantor ruang kepala sekolah.     

Keduanya mengenakan seragam, dengan kepala tertunduk, dan tangan di punggung. Di depan mereka, seorang pria tua berkepala botak mengetuk kepala keduanya secara bergantian menggunakan sebuah buku. Sembari membuka mulut, air liurnya memercik keluar, "Masih juga keras kepala! Bahkan satu tamparan saja tetap tidak bisa membuat kalian mengeluarkan suara. Tidakkah kalian mengerti mengapa orang lain tidak pernah membuat masalah dan hanya kalian berdualah yang selalu membuat ulah! Seperti apa sebenarnya tampilan kalian saat di luar sekolah!"     

Salah satu di antara anak laki-laki itu, yang memiliki kelopak mata tunggal, kulit putih, hidung mancung dan sedikit arogan, siapa lagi jika bukan Sang No!     

Ketika kepala sekolah selesai mengutarakan ungkapan hatinya, ia melirik Sang No sembari mendengus marah, "Dan kamu, meski orang tuamu tidak ada di sini, kamu tidak bisa melakukan apa pun sesukamu! Kuncinya sekarang adalah belajar! Jangan pikir aku tidak tahu apa yang ada dalam pikiranmu. Jika kamu terus seperti ini, kamu akan segera jatuh dari peringkat tiga teratas!"     

Begitu kepala sekolah mengatakan ini, pria gemuk kecil di satu sisi mengangkat tangannya dengan lemah, "Kepala sekolah, itulah yang kamu katakan tahun lalu..."     

Saat itu, Sang No baru mulai merasakan cinta di hatinya.     

"Diam! Itu bukan urusanmu. Jaga saja dirimu baik-baik!"     

Kini, kepala sekolah berteriak seraya berjalan kesana kemari dengan marah. Sampai akhirnya, ia hanya mampu menghela napas berat, "Kalian berdua akan tetap tinggal di asrama setelah selesai kelas. Jangan keluar selama setengah tahun dan jangan keluar sekolah tanpa alasan khusus."     

Kemudian, ia melambaikan tangannya dan tampak tak berdaya, "Sudah, sudah, pergi. Cepat pergi dari sini."     

Setelah keluar dari sekolah, maka masalah yang ada hanyalah masalah sosial. Jadi selama para siswa masih mengenyam pendidikan, maka kepala sekolah hanya bisa bertanggung jawab menjaga ketat beberapa perilaku buruk di sekolah.     

Sementara itu, Sang No terlalu malas untuk mengatakan sepatah kata pun. Saat ini, kerah seragam sekolahnya ditarik ke atas hingga menutupi setengah lipatan bibirnya, ia juga menundukkan kepalanya dalam-dalam, lalu pergi dengan sedikit ketidaksabaran yang terlihat dari sorot matanya.     

Saat kembali ke kelas, pelajaran fisika sedang berlangsung. Tanpa ragu, Sang No dan temannya mengetuk pintu perlahan. Seketika, guru tua yang sedang mengajar fisika itu melihat wajah mereka yang tampak memar dan sudut matanya sedikit berasap. Kemudian ia melambaikan tangannya dan membiarkan mereka masuk begitu saja.     

Sedangkan mata para siswa di kelas itu sepenuhnya mendongak ke atas. Tapi karena Sang No sudah sangat bosan dengan tatapan semacam ini, alhasil ia tidak mau repot-repot memperhatikan, bahkan salah satu di antara mereka.     

Namun, hanya ada satu orang di kelas ini yang sama sekali tidak mengangkat kepalanya sepanjang waktu. Tubuhnya yang kecil seperti udang yang lemah. Ia hanya menundukkan kepalanya sembari memegang pena untuk menghitung apa yang ada di dalam buku kalkulus. Rambutnya yang pendek diselipkan ke belakang telinganya yang putih, yang terlihat hampir transparan di bawah sorot sinar matahari.     

Tampaknya ia tidak memperhatikan mereka sama sekali.     

Namun, tepat ketika tubuh tinggi Sang No lewat di sisinya, matanya yang cerah meliriknya dengan tergesa-gesa. Sontak, ekspresinya juga berubah. Hanya saja, sepertinya orang yang baru saja lewat itu sengaja menabrak mejanya yang membuat pena di tangan sosok kecil itu menggores kertas di depannya dan membuat jejak.     

Seketika, ia mendongak dengan sedikit bingung. Setelah tatapannya mengarah tepat pada wajah Sang No, sekilas ia melihat jejak memar di sudut matanya.     

Tak bisa dipungkiri, ia sedikit tercengang, tetapi perlahan ia kembali menundukkan kepalanya sambil memegang pena di tangannya semakin erat.     

Sementara itu, Sang No menjatuhkan tas sekolahnya begitu saja dan duduk di kursi tepat di belakang gadis itu.     

Tanpa memedulikan apa pun, Sang No langsung mengeluarkan modul, pena, dan kertasnya, tetapi matanya sesekali melirik sosok kurus di depannya.     

Sosok yang benar-benar kurus kering.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.