Halo Suamiku!

Adegan Paling Memalukan dalam Sejarah Pohon Wutong (1)



Adegan Paling Memalukan dalam Sejarah Pohon Wutong (1)

3Tiba-tiba, sebuah suara teriakan terdengar jelas, yang sepertinya dikeluarkan dengan menghabiskan seluruh kekuatannya, hingga mampu mengejutkan semua orang.     

Dan tentu saja, termasuk juga Sang No.     

Beberapa saat yang lalu, Sang No seperti serigala liar yang tidak bisa lagi dikendalikan. Tetapi di detik berikutnya, ia terlihat terengah-engah untuk mendapatkan kembali kontrol dirinya.     

Tanpa ragu, Sang No langsung berbalik dan melihat ke arah suara itu berasal.     

Bagaimana mungkin ia tidak tahu siapa pemilik suara itu! Tanpa melihatnya pun, ia sudah mampu menebak dengan tepat.     

Terlihat gadis itu berdiri dari kursi dengan wajah kecilnya yang memerah karena berteriak, dan matanya yang tak kalah memerah saat ini. Ketika melihat ke arah Sang No, ia segera meraih pergelangan tangannya dan membawanya pergi.     

Secara paksa, Sang No ditarik keluar dari kelas, yang langsung mendapat perhatian dari semua orang yang ada di sana…     

Dan tidak jauh dari tempat kejadian, kepala sekolah tampak bergegas dari koridor…     

Sementara gadis yang membawa Sang No pergi seolah menerobos semua doktrin yang keras dan berlari seperti orang gila. Kini, ia menuju ke taman bermain sampai akhirnya berhenti di bawah salah satu pohon Wutong yang ada di sekolah. Tepat di saat itu, ia baru saja mengendurkan tangan Sang No, sedikit menundukkan tubuhnya sembari memegang lutut, dan tampak terengah-engah. Kali ini, wajahnya juga tampak pucat dan dahinya berkeringat, dan itu terlihat sangat tidak nyaman.     

Sang No yang ada di sisinya hanya bisa menahan dorongan hatinya seraya mencoba mengendalikan emosinya dan bertanya, "Apa yang kamu lakukan? Untuk apa kamu menarikku keluar?"     

An Xiaoyang yang berjongkok di tanah tampak tertegun sesaat. Tubuhnya yang kurus seperti udang lemas. Ia yang mengenakan kemeja putih yang sudah dicuci akhirnya mendongak ke atas dengan mata memerah, dan kemudian terdengar ia memohon perlahan, "Sang No... jangan bantu aku lagi setelah ini, oke?"     

Tentu saja Sang No tersentak. Sepertinya ia juga sudah bisa menebak apa yang akan gadis itu katakan. Dalam sekejap, ia langsung mengubah ekspresinya sembari mengusap wajahnya dengan kasar, "Siapa yang membantumu! Jangan terlalu percaya diri!"     

Sepertinya An Xiaoyang sama sekali tidak mendengar apa yang Sang No katakan dan justru seolah berkata pada dirinya sendiri, "Aku berbeda darimu. Kita berasal dari dua dunia yang berbeda. Aku hanya memiliki satu nenek, yang membuatku harus pergi bekerja paruh waktu untuk mempertahankan hidupku dan belajar demi masa depanku. Aku dapat menanggung sendiri masalahnya. Jadi, aku benar-benar tidak membutuhkanmu untuk ikut campur dalam masalahku."     

Sebenarnya..     

Ia tidak ingin Sang No terlibat karena ia tahu bahwa pria kecil ini menyukai dirinya.     

Terlebih lagi, ia tidak ingin menunda studi Sang No tepat di saat kritis seperti ini dan memengaruhi kesehatannya. Tak hanya itu, ia juga takut kalau saja Sang No akan mengalami kecelakaan, apalagi jika itu karena dirinya.     

Jika salah satu diantaranya terjadi, maka An Xiaoyang tidak akan bisa hidup damai sepanjang hidup.     

Ia justru ingin melihat Sang No masuk universitas yang ideal dan memiliki masa depan yang terbaik.     

Tapi untuk saat ini, ia tahu jika dirinya tidak bisa berbicara seperti itu.     

Karena ini akan membuat Sang No tahu bahwa ia memikirkannya.     

Jika demikian, ia seperti memberikan harapan pada Sang No dan membuatnya berpikir bahwa ia memikirkannya. Jadi Sang No pasti akan melakukannya lagi dan lagi.     

Dan karena itulah, saat ini Sang No kembali membuka suara dengan dingin dan keras.      

"Menanggung masalah sendiri?" Sang No mengulangi kata-kata itu dengan nada sedikit kejam. Bahkan remaja 17 tahun itu menggertakkan giginya selama sesaat.     

Sedangkan An Xiaoyang yang sebelumnya bersandar di batang pohon Wutong bangun perlahan. Karena ia menderita anemia, alhasil ia memiliki keseimbangan yang buruk. Sembari mengepalkan tinjunya, ia mengumpulkan keberanian dan menatap lurus ke arah Sang No, "Lagi pula, kamu hanya seorang siswa SMA. Apa lagi yang bisa kamu lakukan? Bisakah kamu melawan ketika mereka memukulimu? Jika sesuatu terjadi, itu hanya akan membuatku semakin kesulitan. Aku sudah sangat lelah. Jika sesuatu terjadi padamu, bukankah aku juga yang harus menanggung kutukan dari semua orang?"     

Sampai di akhir kalimatnya, ia mengedipkan bulu matanya dan kembali berkata perlahan, "Jika kamu tidak mau kuliah, itu urusanmu. Yang jelas, aku masih ingin kuliah."     

Setiap kalimat yang terlontar dari mulut An Xiaoyang seolah menunjukkan jika ia hanya memikirkan dirinya sendiri dan terlihat egois. Sontak, hal itu membuat hati Sang No tergelitik.     

Tapi ia mencoba yang terbaik untuk menanggungnya, menatapnya sembari terengah-engah, menarik napas dalam-dalam, dan akhirnya tersenyum ironis…     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.