Calon Istri (3)
Calon Istri (3)
Sontak, monster kecil tampak tertegun sesaat, kemudian berbalik dan langsung melarikan diri untuk mencari ayahnya.
**
Satu minggu setelah pernikahan, orang tua Bo Jing baru akan kembali ke Kota A. Minggu ini, mereka masih belum pergi untuk menikmati kebahagiaan bersama. Terlebih lagi, setelah mereka mendengar beberapa hal sebelumnya, akhirnya Ibu Bo Jing sengaja tinggal selama seminggu demi kebahagiaan putranya.
Bukannya ia sengaja tidak memberi mereka kesempatan untuk berdua saja, sebaliknya, ia tahu bahwa jika dirinya dan ayah Bo Jing tinggal di sini, kedua pengantin itu pasti akan menunjukkan "cinta" mereka di depan keduanya sehingga mereka dapat yakin.
Masalah itu sebenarnya dibahas oleh Bo Jing kepada ibunya secara pribadi.
Bo Jing sendiri juga yang menginginkan kedua orang tuanya tinggal beberapa hari lagi. Untuk alasan apa, tidak ada yang tahu kecuali Bo Jing.
Tepat di malam sebelum orang tua Bo Jing pergi, mereka mengadakan makan malam bersama. Setelah pengantin baru memasuki kamar tidur, Bo Jing berkata, "Aku tahu kamu tidak ingin tinggal di kamar denganku, tetapi orang tuaku akan segera pergi besok. Jadi kamu tidak perlu mencari alasan lain untuk memainkan trikmu. "
Begitu Josh mendengar ini, wajahnya sedikit berubah dan bibirnya tampak sedikit bergerak. Sepertinya ia ingin mengatakan sesuatu, tetapi mendengar nada suara Bo Jing yang dingin dan keras, ia hanya merasa sia-sia untuk mengatakan apa pun.
Bo Jing memang benar-benar sensitif.
Kenyataannya, ia memang memiliki trik khusus. Setiap hari, ia akan bangun pagi-pagi sekali dan bergegas pergi berlatih. Ia benar-benar harus membuat dirinya sendiri disibukkan oleh banyak hal. Saat sebelum menikah, ia memang telah disibukkan dengan pekerjaan, jadi sekarang pun ia juga demikian. Dan setiap kali ia bangun, tanpa sengaja ia juga membangunkan Bo Jing.
Meski ia sudah bergerak dengan sangat hati-hati, tapi ternyata Bo Jing masih tetap merasakannya. Alhasil, ia meminta pada Bo Jing agar memiliki kamar yang terpisah. Sejujurnya, ia takut mengganggu istirahat Bo Jing.
Namun, wajah Bo Jing benar-benar tampak kusut sekarang. Dengan alasan bahwa orang tuanya masih di sana dan tidak ingin mereka melihat mereka tidur di ranjang terpisah segera setelah menikah, alhasil ia membalas dengan marah sekarang.
Saat itu, hati Josh serasa tersumbat. Meski ia menjelaskan kepada Bo Jing bahwa alasan ia meminta kamar terpisah agar takut mempengaruhi istirahatnya, pasti Bo Jing akan tetap dengan dingin menolaknya.
Ia pasti sama sekali tidak memercayainya.
Dulu, beberapa kali ia pernah bersinggungan dengan Bo Jing dan ia telah menarik kesimpulan jika terkadang apa yang ia katakan tidak ada gunanya.
Sementara itu, saat Bo Jing melihat bahwa Josh telah membawa piyamanya untuk berganti ke kamar mandi, entah kenapa ia menahan napas selama sesaat. Terlebih lagi saat memikirkan jika mereka akan terpisah ranjang besok. Ketika punggung Josh yang kurus akhirnya masuk ke dalam kamar mandi, tiba-tiba ia melontarkan satu kata dengan begitu tegas, "Berhenti!"
Tentu saja Josh terperanjat.
Namun ia tidak berani menoleh ke belakang.
Kini, mata Bo Jing menatap dalam, "Josh, tidak peduli kamu menikah denganku karena alasan kakakmu atau apa pun, tapi yang jelas, kamu sudah memiliki keluarga. Aku harap kamu bisa memikirkan apakah kamu ingin melepaskan dan tidak lagi mempertaruhkan nyawamu untuk balapan."
Jelas, Bo Jing sangat mengkhawatirkannya, tetapi kata-katanya begitu dingin dan keras sehingga ia seolah mengendalikannya dengan maskulinitas yang ia punya.
Benar saja, Josh menundukkan kepalanya, menarik sudut bibirnya tanpa daya, menatapnya, lalu menjawab, "Itu adalah sesuatu yang aku kejar sepanjang hidupku. Jadi bagaimana aku bisa menyerah?"
Setelah mengatakannya, ia mendorong pintu untuk masuk ke kamar mandi.
Dan di belakangnya, wajah Bo Jing benar-benar tampak kusut. Ia hanya merasa bahwa semua kesabarannya telah ia gunakan hanya untuk Josh dalam hidup ini. Tapi bagaimana bisa gadis itu justru dengan mudah mengabaikan kekhawatirannya?
Bukannya Bo Jing tidak ingin berkomunikasi dan berbicara dengannya, tetapi ia juga memiliki martabat dan harga dirinya sendiri ketika terluka——