Halo Suamiku!

Kakak, kamu Bajingan (2)



Kakak, kamu Bajingan (2)

1Setelah melontarkan pertanyaan itu, ia menghela napas panjang yang masih dipenuhi aroma anggur, menjambak rambutnya yang rapi, seolah-olah ia sedang sakit kepala, "Jangan takut, punya atau tidak, aku ini kakakmu. Bisakah aku benar-benar memakanmu?"     

Sampai di titik ini, ia berhenti sejenak, kemudian suaranya menjadi lebih serius dan penuh perhatian. Kali ini, ia seperti orang yang tidak lagi mabuk, "Aku hanya ingin memberitahumu bahwa kamu harus melindungi dirimu sendiri, entah kamu telah memilikinya atau belum. Semua yang telah kamu lakukan sebelumnya adalah pelajaran dari masa lalu. Aku tidak ingin kamu menjadi…"     

"Apa? Takut aku akan berhubungan seks dengan pria lain, hamil, dan menggugurkan kandungan?" Leng Xiaomo menanggapi dengan nada tenang yang tak terkatakan, tapi sepertinya nada itu juga menunjukkan beberapa ironi yang tersembunyi.     

Leng Yunchen menatap wajahnya yang putih, bibirnya bergerak, dan ingin mengatakan sesuatu. Tetapi akhirnya, ia seolah menahan semuanya dan hanya melemparkan kalimat, "Baguslah jika kamu sudah memahami itu."     

Hening.      

Kembali tercipta keheningan di sana.     

Pelajaran di masa lalu?     

Tawuran saat SMP, merokok, minum-minuman keras, dan tidak rajin belajar?     

Seketika itu juga sorot mata Leng Xiaomo tampak nanar.     

Dulu, ia tidak seperti ini, kan?     

Jika saja ia tidak sengaja melihat sertifikat adopsinya ketika berusia 12 tahun dan mengetahui fakta jika dirinya ditinggalkan dengan kejam oleh orang tua kandungnya, lalu diadopsi oleh Keluarga Leng, mungkin ia masih menjadi gadis kecil yang patuh.     

Atau ia masih akan menjadi penghangat berlapis kapas di hati ayah, atau putri ibu yang baik.     

Kali ini, bagian terdalam di hatinya serasa ditusuk hingga ke titik tertentu. Bahkan rasa sakitnya seperti ditusuk ribuan jarum, sedikit demi sedikit.     

Kenyataannya, penemuan akta adopsi hari itu benar-benar seperti sambaran petir baginya, dan ia baru mulai memasuki masa pubertas kala itu.     

Mobil melaju selama lebih dari satu jam dan akhirnya sudah akan mencapai bandara.     

Selama perjalanan itu, Leng Xiaomo tidak lagi berbicara sampai mereka akan tiba di bandara. Tiba-tiba ia mengatakan sesuatu yang tidak bisa dijelaskan.     

"Kak, aku melihat satu berita ketika sedang minum obat kemarin."     

"Berita apa?" Leng Yuchen bertanya secara spontan.      

Namun, hanya ada kesunyian setelahnya.     

Kini, Leng Xiaomo tidak bisa menahan diri untuk tidak memegang kemudi dengan erat. Di punggung tangannya yang putih, ia bisa dengan jelas melihat pembuluh darah biru yang menonjol di sana.     

Ia tahu pasti akan seperti ini.     

Bukankah kakaknya sangat peduli padanya? Jadi bagaimana ia bisa menjawab seperti ini?     

Bukankah seharusnya hal pertama yang ia tanyakan adalah obat apa yang ia minum, bukan beritanya?     

Ah.     

Ia sudah tahu, bukan?     

Ketika Su Li berkata pada dirinya sebelum pergi, ia juga sudah tahu betul, kan?     

Tapi kenapa masih bertanya?     

Lucu sekaligus menyedihkan.     

Kali ini, ia hanya mampu tersenyum kaku.     

Mobil itu akhirnya berhenti perlahan di tepi jalan. Leng Xiaomo lalu mengambil mantelnya dan membuka pintu untuk turun.     

"Tunggu, apa yang akan kamu lakukan? Ini belum tiba. Apa yang baru saja kamu katakan belum dibahas..."     

"Pergi!"     

Dengan keras, pintu dibanting tertutup.     

Dan mobil yang kuat itu bergetar.     

"Gadis ini! Kenapa dia bisa menggila tanpa alasan!" Leng Yunchen mengutuk sembari melompat dari SUV-nya dengan rapi. Kemudian, ia meraih pergelangan tangan adiknya dalam beberapa langkah.     

Leng Xiaomo menepisnya. Namun karena ia kurus dan kecil, meski jiwanya saat ini bercampur dengan kemarahan di tubuhnya, tetap saja ia tidak memiliki banyak kekuatan.     

Leng Yunchen yang menyadari jika ia akan pergi malam ini dan masih harus berlari liar di sini, tentu saja kemarahannya hendak meledak. Alhasil, ia memutar tubuh adiknya dengan kuat. Ketika akhirnya ia melihat mata Leng Xiaomo yang sedikit memerah, seketika ia berhenti. Kini, kemarahannya seperti disiram oleh sebaskom berisi air dingin.     

Dalam sekejap, kemarahan itu padam.     

Sejak kecil, ia selalu tidak tahan dengan tangisan gadis kecil ini.     

Karena ia jarang meneteskan air mata dan selalu memiliki temperamen yang keras kepala. Jadi begitu Xiaomo meneteskan air mata, ia pasti ikut merasakan sesuatu yang sangat menyedihkan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.