Halo Suamiku!

Pengantin yang Sesungguhnya di Pesta Pernikahan (2)



Pengantin yang Sesungguhnya di Pesta Pernikahan (2)

2"Josh, kakak akan menjagamu dengan baik di masa depan."     

Saat itu, ia tidak mengerti arti dari kata-kata kakaknya…     

Sampai akhirnya, semua itu tidak bisa lagi ditutup-tutupi. Alhasil, ia mengetahui bahwa orang tuanya telah meninggal…     

"Permisi… permisi…" Terdengar samar beberapa perawat yang sedang tergesa-gesa berjalan melintasi koridor. Kala itu, pikirannya masih carut-marut. Ia tidak tahu apa yang terjadi, tetapi ia bisa merasakan bahwa seluruh hatinya benar-benar kosong.     

Dan benaknya kali ini terus menggemakan kalimat yang dulu pernah menancap kuat di hatinya, "Josh, kakak akan menjagamu dengan baik di masa depan."     

Kakak, kakak…!     

Ia tidak tahu apa yang ia rasakan kini. Hanya saja, ia dengan cepat bangkit dari tanah dan bergegas mendorong pintu untuk masuk. Pada saat yang sama, pintu bagian dalam baru saja terbuka.     

"Kakak, kakak...!" Josh bergegas masuk, air mata telah berlinang jatuh dan ia terus berteriak dengan putus asa.     

Sementara perawat yang lebih dulu masuk telah memasangkan masker oksigen untuknya. Kakaknya tampak terengah-engah, EKG-nya berfluktuasi naik turun, dan terlihat semakin tidak teratur.     

Kini, Josh hanya bisa menangis sembari memegang tangan kakaknya erat-erat.     

Dan di atas ranjang rumah sakit itu, hanya ada satu napas tersisa dari wanita yang sedang berusaha keras mengucapkan kata-kata terakhirnya.     

"Josh... Kakak... Kakak mungkin akan pergi... Maaf... Kakak tidak bisa memenuhi janji awal kakak... bahwa kakak akan menjagamu dengan baik..." Setelah mengatakan ini, ia perlahan mengalihkan pandangannya untuk menatap pria yang dicintainya.     

Saat itu, kerumitan tak terbatas tercurah dari lubuk hatinya yang terdalam.     

Ia sangat ingin berterima kasih kepada pria itu karena telah merawat dirinya ketika berada di tahap paling sulit dan terakhir dalam hidupnya.     

Ketika pertama kali bertemu dengannya, ia sedang berada di atas kursi roda yang didorong oleh perawat untuk berjemur di taman rumah sakit. Bahkan ia tidak tahu kapan pria itu muncul. Tepat di saat itu, ia hanya melihat pria itu berjalan sendirian di jalan beraspal.     

Lalu, keduanya saling memandang dan tersenyum.     

Entah kenapa, ia seketika dibuat terpesona oleh sosoknya.     

Dalam benaknya, pria itu adalah orang paling tampan dan anggun yang pernah dilihatnya.     

Pada pertemuan pertama, ia pikir semuanya akan terlewat begitu saja, seperti dua orang asing yang tidak sengaja bertemu. Tetapi kemudian, pria itu berangsur-angsur menghubunginya seperti seorang teman, merawatnya, dan selalu membantunya.     

Sebenarnya, pria itu tidak pernah mengatakan jika ia mencintainya, tetapi ia-lah yang lebih dulu menyerahkan hatinya untuk pria itu.     

"... Jing, aku akan menitipkan Josh padamu..." Sembari mengatakannya, ia memegang tangan mereka dan dengan lembut menarik keduanya bersama-sama. Dengan susah payah, ia membuka matanya dengan lemah, tersenyum perlahan, lalu berkata dengan sedikit terbata, "... Berbahagialah... Berjanjilah padaku..."     

Berjanjilah.      

Karena ia hanya bisa berharap Tuhan dapat membuat dua orang yang paling dicintainya bahagia. Ia berharap Tuhan akan memenuhi cintanya yang telah lama terpendam untuknya. Dan ia berharap bisa membawa cinta pria itu turut serta bersamanya.     

Dan satu hal yang paling ia inginkan, ia berharap pria itu juga mencintainya.     

Di saat yang bersamaan, garis EKG di samping ranjang terus menunjukkan gelombang pasang surut dengan tidak teratur, hingga akhirnya gejolak itu benar-benar berhenti.     

Wanita yang terbaring lemah di ranjang itu seolah pergi dengan sangat tenang. Sepertinya tidak ada rasa sakit di wajahnya yang pucat dan lemah. Bahkan tampak senyum tipis yang tersungging di bibirnya.     

Setelah menderita penyakit selama bertahun-tahun, sekarang semuanya telah terangkat.     

Dan ia telah pergi dengan pikiran dan kedamaian yang tak terhingga.     

Di detik setelahnya, suara tangisan Josh terdengar serak dan begitu menyayat. Malam itu, rasanya seperti ia kembali ke malam ketika orang tuanya meninggal, mimpi buruknya, dan juga bertepatan di hari ulang tahunnya.     

Keluarga satu-satunya yang ia miliki telah pergi.     

Tak lama berselang, seorang perawat membawa wanita itu ke kamar mayat dan segera mengkremasinya.     

Akhirnya, energi dalam tubuh Josh seolah diserap habis. Ia hanya bisa menangis hingga pingsan dan akhirnya jatuh ke pelukan seorang pria.     

Pria itu mengangkatnya dengan lengannya yang ramping dan kuat, lalu berjalan keluar selangkah demi selangkah.     

Ia sendiri tidak mengatakan apa-apa dari awal hingga akhir, tetapi dalam batinnya, ia berkata pada dirinya sendiri, "Josh, aku akan memberimu keluarga baru."     

 **     

Lusa, adalah hari pernikahan seperti yang sudah dijadwalkan.     

Lokasinya berada di kastil Romawi dengan mengusung tema pernikahan sederhana namun elegan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.