Halo Suamiku!

Berjanjilah Padaku Untuk Menikah Dengannya (1)



Berjanjilah Padaku Untuk Menikah Dengannya (1)

0Kali ini, Josh mengenakan celana jins, sweater berhoodie hitam, rambut basah, dan hanya memakai sanda rumah pada kakinya.     

Sementara suhu di luar benar-benar dingin, ditambah dengan angin sejuk yang tentu menyerang tubuhnya, bercampur dengan sedikit hawa dingin sebelum musim dingin tiba.     

Namun taksi itu dengan cepat menginjak pedal gas yang membuat pemandangan di kedua sisi jalan hanya terlihat selintas lalu. Kini air matanya sudah tak terbendung lagi, pandangannya mengabur, dan ia tampak berpacu dengan waktu dengan terus-menerus mendesak pengemudi untuk bergegas, lebih cepat, dan lebih cepat lagi.     

Ketika angin dingin menerpanya, tubuhnya sudah seolah mati rasa. Saat ini, pikirannya hanya dipenuhi dengan tubuh pucat dan lemah di ranjang rumah sakit. Memikirkan bahwa sosok itu mungkin tidak akan pernah membuka matanya lagi, hatinya seperti dirajam dengan pisau yang begitu tajam.     

Itulah satu-satunya orang yang ia kasihi di dunia.     

Sesampainya di rumah sakit, ia bergegas masuk dan berteriak minta tolong.     

Dan begitu tiba di sana, ia dihadapkan dengan pintu ruang gawat darurat yang tertutup, lampu merah menyala, dan seorang pria jangkung bersandar ke dinding. Wajahnya tampak rumit, tetapi sulit untuk menyembunyikan kelelahannya.     

Mendengar langkah kaki yang tergesa-gesa, ia mendongak perlahan.     

Sementara Josh yang melihat pintu ruang gawat darurat yang tertutup benar-benar tidak bisa menggerakkan matanya lagi.     

Langkahnya hanya mampu diseret perlahan.     

"Dia, bagaimana keadaannya…"     

Josh sendiri tidak tahu bagaimana ia dapat mengeluarkan suara. Yang pasti, bibirnya sudah bergetar lembut sekarang.     

Sementara Bo Jing yang memandang kepucatan di wajah gadis itu hanya bisa berpikir jika sosoknya bisa saja jatuh tertiup angin. Seketika itu juga matanya menjadi lebih dalam. Tidak ada yang tahu apa yang tersembunyi di mata dan hatinya. Bahkan tidak ada satu pun yang bisa melihatnya.     

Kemudian ia menggerakkan kakinya dan berjalan mendekat.     

"Jika memungkinkan, kamu masih bisa melihat sisa terakhir di hidupnya."     

Ini adalah kebenarannya. Meskipun kejam, tapi ia harus tetap mengatakan pada Josh. Ia sendiri tentu tidak bisa menyembunyikannya.     

Namun, begitu kalimat ini terlontar, Josh hanya dapat mendengar kepalanya berdengung dengan kuat. Sesaat setelahnya, kakinya terasa lunak dan ia hendak jatuh ke atas lantai. Tubuh tinggi itu dengan cepat bergerak. Tanpa ragu, ia segera memeluknya, tetapi da tidak bisa menahannya. Tubuh Josh terperosok begitu saja seperti timah panas yang meleleh. Ia langsung terduduk di tanah dan Bo Jing ikut membungkuk sembari menggenggam tangannya.     

"Kakak ipar... Kakak ipar..." Gumam Josh dengan suara rendah, tetapi pada akhirnya, air mata panas itu jatuh juga. Ia menangis dengan suara samar, putus asa, dan begitu memilukan, seperti binatang kecil yang kesepian.     

Ia hanya mampu berpegangan pada tangannya sendiri.     

Sepertinya Bo Jing juga menyadari keputusasaannya. Dengan lembut ia mengulurkan tangan dan seperti ingin memeluknya, tetapi tepat ketika tangannya terulur, entah kenapa ia kembali teringat akan apa yang Josh katakan sebelumnya, dan tiba-tiba tangannya terhenti di sana.     

Akhirnya, ia perlahan menarik kembali tangannya dan merubahnya menjadi kepalan tangan.     

Tidak butuh waktu lama, karena orang yang ada di dalam sudah sekarat, apalagi ia telah menderita berbagai jenis kemoterapi. Tubuhnya sudah lama tidak bisa menahan. Dokter bekerja lebih ekstra untuk perawatan darurat terakhir ini. Pada saat yang sama, ia juga mengeluarkan semua jenis tabung yang dimasukkan ke dalam tubuhnya satu per satu     

Ketika lampu operasi padam, Josh memaksa lengannya untuk berdiri di bawah kakinya yang sia-sia.     

Akhirnya dokter melangkah keluar. Ia adalah ahli otoritatif terbaik dalam nefrologi.     

Dulu, saat orang tuanya meninggal, ketika ia masih sangat kecil, bahu tipis kakaknya yang menopangnya. Bahkan ia bekerja keras untuk menghasilkan uang dan membiayainya untuk kuliah. Sekarang, giliran ia yang berlari kencang untuk menghasilkan uang dan pergi ke rumah sakit untuk menyelamatkan hidup kakaknya.     

Jika bukan karena dirinya, bagaimana bisa kakaknya mengalami gagal ginjal di usia muda, apalagi anemia dan kurang gizi.     

"Dokter, bagaimana kondisinya?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.