Halo Suamiku!

Waktu Terakhirnya (2) 



Waktu Terakhirnya (2) 

0"Kakakmu?"      

Saat kembali membuka suaranya, tangannya membelai lutut ibunya, "..... Ya, ibu. Kamu tidak tahu, saat kakak melihatku tidak bisa bergerak, dia berkata jika aku seorang pria dan harus kuat, jadi melompat saja tidak masalah… lalu, lalu aku melompat dua kali dan akhirnya… kakiku patah."      

Jelas, itu adalah kenangan yang tidak terlalu indah, tetapi saat ini, ia tidak bisa menahan senyum saat mengingatnya.     

Tampaknya ia juga memiliki begitu banyak hal indah sebelumnya.     

Entah itu waktu bersama sahabat-sahabatnya atau bersama keluarganya.     

Saat ibunya mendengar itu, ia tidak bisa menahan tawa, "Masih banyak hal yang terjadi antara kamu dan kakakmu. Kamu lupa saat masih kecil, kamu selalu suka berlarian di rumah tanpa alas kaki. Setiap hari, kakakmu memukul dan memarahimu berkali-kali, tapi kamu tetap tidak mendengarkannya. Kemudian suatu hari, dia kembali dari sekolah dalam suasana hati yang buruk. Dan saat melihatmu bertelanjang kaki, dia melemparkan pisau buah sampai akhirnya kamu mendapat bekas luka di pahamu ... bukankah bekas itu masih ada sampai sekarang?"     

"...Yah, itu luka ringan, tapi masih tetap berbekas sampai sekarang, dia… benar-benar wanita gila. Setelah itu, aku selalu menutup celanaku saat melihatnya."     

Ini adalah kejadian nyata, bahkan ketika masih sangat kecil, ia sudah memiliki sejarah kehidupan hanya karena kakaknya benar-benar hampir memberinya akar hidup yang bisa disia-siakan.     

Sementara itu, Fu Jiu merasa geli saat mengingat tingkah anak-anaknya.      

Tapi senyum itu lambat laun berubah pahit, sampai akhirnya matanya sedikit basah.     

Suasana menjadi berubah sunyi.     

Di sisi lain, Su Xun juga terdiam, tapi sudut bibirnya tersenyum sedikit samar.     

Fu Jiu tidak tahu harus berkata apa. Begitu menyentuh rambut anaknya, telinganya, dan terus mengulanginya, hatinya serasa tersayat.     

Cairan bening meluruh dari sudut matanya.      

Lalu ia menyentuh kulit anaknya dengan ujung jarinya.     

Tangannya membeku sesaat dan kemudian, samar-samar, gemetar.     

Ujung jarinya sedikit melengkung.     

Tapi ia tidak berani berhenti, dan setelah beberapa saat, ia terus menyentuh.     

Sepertinya barusan, ia tidak menyentuh apapun.     

Ia tidak menatap penampilan anaknya.     

Secara alami, Su Xun juga tidak bisa melihat ibunya.     

Jadi, mata ibunya yang berlinang air mata saat memandangnya kali ini telah dipenuhi dengan sorot rasa sakit, dan penuh keengganan.     

Mata Su Xun terpejam perlahan dan napasnya perlahan menjadi semakin melemah. Akhirnya, ia seperti hampir tidak bisa merasakannya...      

"Nak….! Nak…!"      

Melihat Su Xun tidak merespon, ibunya terus memanggil namanya tanpa sadar. Suaranya serak dan tanpa henti.     

Sementara itu, napas Su Xun terasa semakin berat. Ketika ia membuka matanya perlahan, matanya mulai melemah.     

Lalu, ia berbicara dengan lemah dan susah payah, "... Bu, jangan, jangan seperti ini ... Jangan takut ... tidak apa-apa ... Aku akan sangat sedih jika ibu seperti ini ..."     

Ibunya berusaha menahan air mata yang akan jatuh dan suaranya tercekat, "Baiklah, baiklah, ibu tidak takut. Nak, jangan khawatir ... Jangan khawatir, pergilah, ibu akan baik-baik saja. Ibu akan menjaga diri... menjaga ayahmu dan menjaga kakakmu..."     

Wajah Su Xun ada di tangan ibunya sekarang. Ketika ia berbicara lagi, suaranya hampir tak terdengar, dan hanya ada satu kata yang terucap—     

"...Ma...af…"      

Maaf, maafkan aku, Bu…..      

Ia adalah anak yang tidak berbakti.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.