Sialan! Kamu Sangat Pandai Menggunakan Kata-Kata Manis Untuk Membodohiku!
Sialan! Kamu Sangat Pandai Menggunakan Kata-Kata Manis Untuk Membodohiku!
Tak bisa disangkal jika selama ini Rong Zhan telah memberikan terlalu banyak untuknya dan Sang Xia adalah satu-satunya orang yang mengetahui itu lebih dari siapa pun.
Meski ada perkataan seperti ini: perasaan tidak dipinjam dan dikembalikan.
Tapi Sang Xia hanya ingin melakukan yang terbaik untuk mencintai Rong Zhan mulai sekarang!
Jadi…
Di bawah tatapan tajam Rong Zhan, ketika dia menggelengkan kepalanya samar, hatinya masih dipenuhi kerumitan.
"Kenapa, kenapa?" Mata Rong Zhan tiba-tiba menegang, alisnya sedikit mengerut sembari bertanya penuh tuntutan pada Sang Xia.
Rong Zhan tidak mengerti.
Bukankah Sang Xia juga mencintainya? Lalu, kenapa dia masih menolaknya lagi?
Kesedihan dan kekecewaan di mata Rong Zhan memang sulit ditutupi.
Melihat itu, ketidaktegaan muncul di hati Sang Xia. Dengan kecupan ringan, dia akhirnya bersuara dengan lembut, "Akhir-akhir ini aku sangat sibuk, jadi beri aku sedikit waktu, ok?"
Cukup.
Dia telah memikirkannya sebelumnya.
Beberapa waktu yang akan datang, Sang Xia akan mengadakan konser terbesar di Eropa begitu dia kembali ke Amreika. Jadi dia telah mempertimbangkan banyak hal secara pribadi.
Tapi Rong Zhan tidak menyerah. Ini bukan pertama kalinya Sang Xia menolaknya. Dulu, ketika mereka telah bersama untuk waktu yang lama, Rong Zhan mengatakan pada Sang Xia bahwa sebaiknya dirinya akan memanggil Sang Xia dengan sebutan "Istri".
Tetapi pada saat itu, Sang Xia langsung meresponnya dengan kalimat, "Apa kamu bercanda?"
Meskipun itu karena perasaan mereka tidak sedalam sekarang, tapi mengapa saat ini dia masih harus mengulur-ulur waktu?
Apa karena dia tidak menginginkan anak, jadi dia tidak ingin menikah dengannya?
Semakin Rong Zhan memikirkannya, semakin dalam pula kekecewaan yang dia rasakan. Dengan hati yang hancur, dia berbalik dan tak lagi mau menatap ke arah Sang Xia.
Apa dia begitu marah?
Namun sebenarnya, ketika berbalik, dia menunggu Sang Xia untuk membujuknya. Tapi, begitu dia berbalik, Sang Xia juga bangkit dan sepertinya akan pergi. Rong Zhan tidak bisa lagi menahannya. Dia berbalik dan meraih lengan Sang Xia, lalu menggeram dengan marah, "Kamu sama sekali tidak berniat menenangkanku. Ke mana kamu ingin pergi?"
Sang Xia hanya bisa membisu.
Sang Xia tahu jika Rong Zhan sedang marah, tetapi dia ingat bahwa dia sangat sibuk dengan pekerjaan hari ini, jadi dia memutuskan untuk pergi sarapan. Tapi sekarang, dia diharuskan untuk menenangkan Rong Zhan?
"Kenapa terburu-buru? Aku akan melayanimu nanti, oke?"
Kali ini, Sang Xia memelototinya dengan marah.
Sesaat setelah kata-kata itu keluar dari mulut Sang Xia, Rong Zhan tertegun sejenak, dan kemudian matanya tertuju pada tubuhnya. Matanya tampak terbakar, dan Sang Xia tahu itu dengan sangat baik... Dengan susah payah Sang Xia melenanya ludahnya, dan tak terelakkan lagi, Rong Zhan langsung meraih kakinya dan menariknya, "Kalau begitu, ayo."
Kalau begitu, ayo.
Saat ini, Rong Zhan sudah akan melepas pakaian bagian bawah milik Sang Xia. Seketika itu juga Sang Xia tampak konyol, "Hei, hei. Apa yang kamu lakukan?"
"Bukankah kamu mengatakan akan melayaniku?"
Setelah Rong Zhan mengatakan ini, Sang Xia langsung menatapnya, dan matanya tertuju pada kakinya. Sesaat, wajahnya menjadi panas. Dia mengambil bantal dan mengayunkannya ke arah Rong Zhan. Sembari menggertakkan gigi, dia menyumpah serapah, "Dasar tidak tahu malu. Yang aku maksud adalah memberimu makan!"
Pria macam apa ini! Di saat-saat terakhir, dia masih marah dan sombong, tapi ketika Sang Xia mengatakan akan melayaninya, dia tiba-tiba berpikir jika itu adalah pelayanan di atas ranjang. Emosinya yang panas tidak berhenti sedetik pun.
Martabatnya benar-benar luar biasa!
Tidak ada martabat yang tersisa!
Tubuh Rong Zhan dipukul keras dengan bantal. Saat dia akan menunduk lagi, wajahnya terlihat agak aneh. Lalu dia berbalik dan mengabaikan Sang Xia di belakang. Sebelum dia melangkahkan kakinya, telinganya telah berubah merah padam, dan sembari menggerakkan gigi, dia memberikan jawaban, "Terserah, apakah kamu akan melayaniku atau tidak. Kamu memang begitu pandai membodohiku dengan kata-kata manis!"