It\'s her
It\'s her
Abby diam dan tak merespon perkataan sekretaris barunya itu, saat ini Abby hanya berusaha memastikan kalau Clarine bukanlah Florence si pelacur suci yang tadi malam ia gagahi. Meskipun kemiripan mereka sudah 80 % namun Abby masih mengingkari itu, ia masih mencoba menyangkalnya dan berusaha memastikan sekali lagi kalau sekretaris barunya ini bukanlah gadis yang semalam menghangatkan ranjangnya.
Namun harapan Abby sirna saat melihat tanda dileher Clarine, sebuah tahi lalat berwarna coklat yang tadi malam ia cium terlihat jelas di leher bagian kanannya. Damn!
"Baiklah Tuan muda, kalau begitu saya permisi. Tugas saya mengantarkan sekretaris anda sudah selesai dan kau Clarine bekerjalah dengan baik, ingat posisimu saat ini adalah posisi impian ribuan pelamar diluar sana. Jadi bekerjalah dengan baik,"ucap seorang wanita berbadan subur yang merupakan head manager Human Resourse Departement pada Clarine.
Clarine menganggukkan kepalanya. "Iya saya mengerti, Madam."
Head manager itu pun kemudian meninggalkan Clarine diruangan Abby yang luas dan mewah, tak ada pembicaraan apapun yang terjadi antara Abby dan Clarine selama hampir 20 menit. Clarine masih berdiri ditempatnya pertama kali datang dengan kepala tertunduk dan Abby masih duduk di kursi kebesarannya yang mewah dibalik meja kerjanya yang kuat menampung dua orang untuk bercinta. Shit, Abby menggelengkan kepalanya dengan cepat. Berusaha menghilangkan bayangan tentang kejadian tadi malam.
"Ceritakan tentangmu, Clarine."
Clarine tersentak kaget saat namanya disebut, dengan takut-takut Clarine mengangkat wajahnya menatap ke arah sang bos barunya yang ternyata masih sangat muda dan tampan, tak seperti yang ada dalam benaknya. Clarine yang baru lulus kuliah benar-benar melamar secara acak, ia tak memilih perusahaan mana yang ada dalam benaknya kemarin adalah bisa segera bekerja karena itu ia langsung mengikuti seleksi online yang diadakan pihak Human Resource Departemen Endurance Corporation dan ajaibnya Clarine diterima mengalahkan sekitar 500 pelamar lainnya. karena itu saat ini Clarine sangat gugup, ia bahkan tak mencari tahu perusahaan apa Endurance Corporation yang menerimanya.
"Apa perlu aku mengulang perintahku, Clarine?" Abby kembali bicara dengan suara meninggi.
Clarine menggelengkan kepalanya. "Tidak Sir."
"Lalu kenapa tak mulai bicara?"
"Saya dibesarkan di panti asuhan kecil di pinggiran kota Montreal, saya tinggal di panti sampai saya lulus sekolah menengah pertama. Karena panti digusur saya dan saudara-saudara saya lainnya kembali hidup di jalan kembali, beruntung sekolah tempat saya menuntut ilmu sudi memberikan ruangan kecil untuk saya tinggal. Jadi selama saya melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi saya tinggal di gudang kecil itu sembari bekerja di sebuah restoran sebagai tukang cuci piring, setelah saya masuk ke perguruan tinggi karena beasiswa saya mulai tinggal disebuah apartemen studio yang disewakan perbulan sampai saya lulus dan perusahaan ini adalah perusahaan pertama saya, Sir. Jadi saya tak punya pengalaman apapun selain ilmu yang selama ini saya dapatkan dari sekolah dan kampus,"ucap Clarine panjang lebar menceritkan latar belakangnya.
Damn, gadis panti yang sangat menderita.
Shit..shit... Abby terus mengumpat dirinya dalam hati, ia benar-benar brengsek. Tapi tunggu, wajah Abby yang sebelumnya terlihat penuh penyesalan perlahan tiba-tiba berubah, tadi apa dia bilang? Dia tumbuh besar di Montreal dan tinggal di apartemen kecil, yess gadis tadi malam bukanlah sekretaris barunya ini. seketika wajah Abby tersenyum lebar, tidak seperti sebelumnya.
"Ok, penjelasanmu cukup. Sekarang kau boleh kembali ke meja kerjamu, aku yakin di atas mejamu saat ini sudah ada beberapa pekerjaan yang harus kau urus."
"Siap, sir. Kalau begitu saya permisi."
Bruk
Clarine terjatuh ke lantai, ia tak sengaja menginjak tali sepatunya sendiri. Ya saat ini Clarine menggunakan sepatu model lama yang masih menggunakan tali.
Clarine meringis kesakitan saat merasakan sakit pada area pangkal pahanya lagi, sungguh tadi malam adalah malam yang paling tak ia inginkan sama sekali dan pria itu akh sudahlah.
"Kau kenapa?"
Jantung Clarine berpacu sangat cepat saat mencium aroma parfum yang berasal dari bos barunya, pria itu saat ini sudah berdiri dihadapannya dengan wajah cemas. Aroma musk dari tubuh bos tampannya itu mengingatkan Clarine akan sosok pria yang sudah mendapatkan mahkotanya tadi malam akibat sebuah kesalahan bodoh yang tak ia sengaja.
"Clarine, kau melamun?" Abby kembali mengajukan pertanyaan pada sekretaris barunya yang massih terduduk dilantai itu.
"T-tidak Sir, saya hanya sedang merutuki kebodohan saya yang bisa terjatuh pada lantai yang datar,"jawab Clarine cepat-cepat.
Abby tersenyum tipis, ia percaya dengan ucapan Clarine. Perlahan ia mengulurkan tangannya ke arah sekretaris barunya itu agar bangun dari lantai, dengan takut-takut Clarine menerima uluran tangan Abby dan menggenggamnya erat sebelum akhirnya merintih kesakitan dengan tangan kiri yang reflek memegangi area perut bagian bawahnya.
"Kau kenapa? Apa perutmu sakit, Clarine?"tanya Abby serak pada Clarine yang masih sedikit membungkuk.
Clarine mengangkat wajahnya menatap ke arah Abby yang masih memegangi tangan kanannya. "Sedikit, Sir. S-saya permisi, Sir. Saya harus kembali ke meja saya,"jawab Clarine dengan cepat, secepat gerakannya yang langsung melepaskan tangan Abby dan berjalan pergi menuju pintu meninggalkan Abby yang masih mematung.
Melihat cara Clarine pergi Abby semakin yakin, sekretaris barunya itu adalah Florence. Gadis yang tadi malam ia nikmati tubuhnya.
"Aaarrgghhh Fuck, kenapa jadi begini,"pekik Abby dengan keras.
Abby berdiri cukup lama di tempat Clarine sebelumnya jatuh, bayangan tentang kejadian tadi malam membuat rasa ingin tahu Abby semakin besar. Dengan cepat Abby berjalan menuju kursinya dan langsung menghubungi Oliver orang kepercayaan sang paman yang mengurus The Hug.
"Aku ingin detail data diri gadis yang kau bawa untukku tadi malam sekarang juga, Oliver,"ucap Abby serak saat sudah tersambung dengan Oliver.
"Florence maksud anda, Tuan?"
"Jangan bertanya padaku, Oliver. Kirim saja datanya sekarang, aku perlu memastikan sesuatu,"sahut Abby lantang.
Oliver berdehem. "Sebelumnya maaf Tuan, data diri gadis itu palsu. Tadi malam ternyata dia hanyalah seorang pengunjung yang mencoba menjual dirinya karena uang."
"Menjual dirinya? Maksudmu dia memang sengaja datang ke The Hug sebagai pengunjung dan setibanya di The Hug dia mencari pria hidung belang yang bisa membayarnya, begitu?"
"Tidak sepenuhnya benar, Tuan. Setelah dua jam dikamar anda dia langsung pergi begitu saja dengan menangis. Salah satu anak buahku melihatnya, ia terlihat panik seperti sudah kehilangan seseorang karena pada saat keluar dari bar dia juga terlihat menghubungi seseorang di telepon. Sepertinya dia sudah menjadi korban penipuan Tuan."
Abby terdiam, ia kembali mengingat Clarine sekretaris barunya yang terlihat sedang kesakitan tadi. Melihat caranya memegangi perut bawahnya membuat Abby yakin 1000 % Florence adalah Clarine Flore de Luci.
"Apa ada masalah Tuan?"
"Tidak, kalau begitu aku matikan teleponnya."
Abby langsung memutus sambungan teleponnya dengan Oliver secara sepihak, dengan cepat Abby kembali membuka data diri Clarine. Perlahan ia memejamkan matanya mencoba mengingat kembali gadis cantik yang kedua matanya di tutup itu dan menyandingkannya dengan Clarine yang bagian matanya coba ia hilangkan juga.
"Fuck, dia benar-benar gadis itu,"desis Abby serak dengan mata yang perlahan terbuka.
Bersambung