THE RICHMAN

The Richman - George\'s Wedding



The Richman - George\'s Wedding

0Pernikahan George dan Claire ditunda enam bulan dari rencana awal karena ayah Claire mendadak terkena serangan jantung hampir bertepatan dengan Sheina yang baru saja keluar dari rumahsakit. Hal itu membuat George dan Claire memutuskan untuk menunda pernikahan sampai mereka benar-benar siap dan semua anggota keluarga bisa hadir di moment sakral bagi Claire dan George itu.     

Claire memilih Sheina sebagai pendamping mempelai perempuan dan Oliver sebagai pendamping mempelai prianya. Sementara tamu undangan sudah memenuhi area outdoor yang sudah disiapkan untuk mereka, Sheina dan Claire berada di dalam ruangan.     

"Dari cara George menatapmu, aku tahu dia sangat mencintaimu." Sheina merapikan hiasan rambut Claire.     

"Ya." Angguk Claire, "Kami melewati banyak hal dan tidak semuanya indah." Claire menatap Sheina dari pantulan wajahnya di cermin yang berada tepat di hadapan Claire. "Bagaimana denganmu dan Oliver?" Claire menoleh ke arah Sheina.     

Gadis muda itu menghela nafas dalam, "He's a half of me." Jawabnya. "Tapi aku tidak tahu apakah kami akan menyusul kalian, mengambil langkah besar untuk memulai komitment sebagai suami isteri, Oliver bahkan belum melamarku." Ujar Sheina.     

Claire meraih tangan Sheina, "Kau tahu betul bahwa dia sangat mencintaimu."     

"Ya." Angguk Sheina. "Aku hanya merasa dia masih menyimpan rahasia dariku, hal yang membuat kami tetap berjarak hingga saat ini."     

"Aku berpikir dia mengajakmu untuk tinggal bersamanya." Claire menautkan alisnya.     

"Dia sempat mengatakannya, tapi belakangan tampaknya dia sudah tidak lagi memikirkan tentang itu."     

"Bicarkaan dengan Oliver, aku yakin kalian akan menemukan jalannya." Claire tersenyum dan Sheina mengangguk. "Aku bahagia untukmu." Sheina memeluk Claire.     

Enam bulan terakhir mereka menjadi dekat karena Sheina membantu sekolah tempat Claire mengajar untuk mendapatkan hak atas tanah dimana bangunan sekolah itu didirikan dan tenyata menjadi sengketa dengan salah satu donatur yayasan yang menjual tanah itu pada pengembang untuk dijadikan pusat perbelanjaan, dan bukan lagi sekolah. Sheina berhasil membantu sekolah untuk memenangkan hak atas penggunaan tanah dan bangunan, dan sejak itu, Claire dan dia menjadi semakin dekat dan akrab.     

Sheina meninggalkan Claire begitu Mr. Parker masuk dan bersiap untuk membawanya ke depan altar untuk janji pernikahan Claire dan George. Sementara Sheina berjalan menuju venue tempat janji suci Claire dan George akan digelar.     

Sheina berjalan melewati lorong penuh dengan bunga di kanan dan kirinya juga kursi-kursi yang dipenuhi dengan para tamu undangan. Sementara itu yang sudah berdiri di depan altar adalah George dengan tuxedonya dan Oliver yang berdiri di belakangnya.     

Tatapan Oliver jelas lekat pada Sheina yang hari itu mengenakan gaun berwarna senada dengan kulitnya yang membuat dia tampil sangat anggun. Pria itu tersenyum begitu Sheina berdiri di depan altar menghadap ke arah mereka, menunggu Claire dan sang ayah yang sedang berjalan menuju ke altar di iringi dengan alunan musik lembut dari sebuah piano yang dimainkan oleh Ben, paman George untuk pernikahan keponakannya itu.     

Adrianna berdiri di samping besan perempuannya, Mrs. Parker dengan gaun senada. Meski mereka sudah termakan usia, tapi keduanya masih terlihat sama-sama cantik. Yang membuat Adrianna mengharu biru adalah hari itu Aldric tidak berada di sampingnya tepat saat pernikahan puteranya, hari yang seharusnya menjadi hari paling bahagia dalam hidupnya, setengah dari hari bahagia ini adalah hari yang penuh kesedihan bagi Adrianna.     

Air matanya bahkan menetes saat Mr. Parker melepaskan puterinya dan memberikannya pelukan singkat sebelum menyerahkan tangan puterinya itu ke tangan George.     

Mrs. Parker meraih tangan Adrianna, besannya dan meremasnya ringan. Sebagai sesama wanita, Mrs. Parker merasakan kesedihan yang dialami Adrianna meskipun ini adalah hari paling membahagiakan bagi kedua putera dan puteri mereka.     

Sementara itu di bagian tamu undangan, Javier Walton tampak hadir diantara tamu udangan. Dia tampak mengenakan setelan berwarna abu-abu, senada dengan warna rambutnya yang mulai memutih, tapi ketampanannya tetap mencolok dibandingkan setelan yang dia kenakan.     

"Hari ini adalah hari yang paling membahagiakan karena kita dipertemukan di bawah langit senja yang begitu indah." Sang pendeta memulai dengan pembukaan yang membuat semua orang merasakan betapa romantisnya senja kali ini.     

"Dan hari ini pula kita bisa berkumpul di tempat ini untuk menjadi saksi diikatnya janji suci antara Claire Parker dengan George Bloom. Mereka yang saling mencintai selama ini akhirnya akan menyatukan diri dalam sebuah ikatan pernikahan tak terceraikan sepanjang sisa hidup mereka." Sang pendeta mengatakan semuanya dengan wajah berseri-seri.     

"Mr. Bloom, your words please." Ujar sang pendeta sembari menatap George.     

Pria muda itu meraih tangan pasangannya, Claire dan berdiri saling berhadapan. "Claire Benedict Parker, aku berjanji untuk menjadi orang yang akan selalu ada untukmu dalam suka dan duka, dalam untung dan malang, dan dalam keadaan sehat maupun sakit sebagai suamimu. Aku memilihmu menjadi isteriku dan untuk itu, aku akan mencintaimu sepanjang hidupku, itu janjiku." George mengatakan janjinya dengan mata berbinar. "Maukah kau menjadi isteriku?" Imbuhnya.     

"I do." Jawab Claire disambut tepuk tangan yang meriah dari para hadirin.     

"You want to say something?" Tanya pendeta pada Claire dan wanita itu mengangguk.     

Claire menghadap ke arah para tamu undangan dan menatap kedua orang tuanya. "Aku belajar banyak dari mereka berdua, ayah dan ibuku. Mereka membesarkanku dengan penuh cinta meski mungkin selama itu mereka juga masih belajar tentang apa arti cinta yang sebenarnya." Claire berbicara di tengah suaranya yang bergetar. "Aku tidak tahu seberapa besar cinta mereka satu sama lain, yang kutahu aku tak pernah kekurangan perhatian dan cinta dari mereka. Thank you for your love, I love you both." Claire tersenyum dan seketika sudut-sudut mata Mrs. dan Mr. Parker digenangi dengan air mata.     

"Wanita yang begitu tanguh yang duduk di samping ibuku adalah wanita yang hebat. Dia membesarkan suamiku dengan penuh cinta, dan aku tahu bagaimana ibu mertuaku dan juga mendiang ayah mertuaku saling mencintai. Cinta mereka berdua menjadi role model bagiku dan George dalam menjalani hubungan kami kedepan. Kuharap dia seromantis mendiang ayah mertuaku, seperti yang selalu ibu mertuaku ceritakan padaku." Ujar Claire dan semua tamu undangan tertawa meski wajah mereka juga terlihat menahan keharuan.     

"Terimakasih untuk cintamu yang besar untuk suamiku ma." Claire menatap Adrianna dan wanita itu langsung berlinang air mata. "Meskipun aku anak menantumu, kau memperlakukanku seperti puterimu sendiri. I love you, ma."     

"Of course." jawab Adrianna dengan gerakan bibir sementara dia sibuk menyeka air matanya.     

"Sekarang aku berada di hadapanmu." Claire memutar tubuhnya hingga kembali berhadapan dengan George. "Kau yang tak pernah peduli seberapa buruk masalaluku, kau yang tak pernah menanyakan hal-hal yang akan membuatku merasa buruk. Kau yang selalu mendukungku dan ada saat aku membutuhkanmu. Aku mau menjadi isterimu, dan akan mencintaimu sepanjang hidupku. Tetaplah seperti itu, cintaku. I love you George Bloom." Claire menatap George dan semua orang bertepuk tangan dengan riuh menyambut kebahagiaan diantara mereka berdua.     

Sheina menyeka ujung-ujung matanya dengan tissue yang dia genggam sejak tadi, dan Oliver menatapnya dalam. Dari cara mereka berdua bersitatap meski tanpa bicara satu dengan yang lain, semua orang juga menjadikan Sheina dan Oliver pasangan yang di soroti dan sangat dinantikan pernikahannya.     

"Semoga pernikahan kalian dipenuhi dengan berkat kebahagiaan dan juga anak-anak yang akan membuat kalian bahagia." Sang pendeta memberkati mereka berdua kemudian baik Sheina maupun Oliver melangkah maju unguk membuka kotak cincin yang mereka bawa masing-masing, dan memberikannya pada Claire juga George untuk dipasangkan pada jari manis pasangannya. Claire memasangkan cincin dari kotak yang dibawa Sheina di jari manis George, begitu juga dengan George yang megambil cincin dari kotak yang dibawa oleh Oliver dan memasangkannya di jari manis Sheina.     

"Your first kiss as Husband and Wife." Ujar sang pendeta. Baik George maupun Claire saling menatap untuk beberapa saat, tatapan sangat dalam yang hanya bisa diberikan oleh dua orang yang saling mencintai dengan begitu besar.     

***     

Semua hadirin berdiri di kursi mereka sementara Sheina dan Oliver baru saja mengambil posisi di bangku nomor dua dari depan, tepat di belakang Adrianna saat Claire bersiap melempar buket bunganya.     

"One, two, three . . ." Hitungan itu berakhir di angka tiga, tepat saat Claire melempar buket bunga dan tertangkap oleh Oliver, dan disambut dengan sorak sorai diantara hadirin.     

"Can't wait for the next wedding!!" Teriak George sembari menunjuk pada Oliver dan pria itu terlihat celingukan tak memiliki jawaban meski dia tersenyum.Alunan musik berganti dan senja bergulir menjadi malam. Tepat dengan pergantian acara dari pemberkatan pernikahan ke acara resepsi yang mengusung konsep keluarga dekat.     

Sebuah meja panjang dengan kedua mempelai di tengah tengah para tamu undangan dan bersantap bersama menikmati makan malam yang dihidangkan oleh cheff dari restorant bintang lima yang sengaja di booking untuk acara mereka hari ini. Semua orang tampak asik bersantap sembari bercengkerama sementara Sheina dan Oliver yang duduk bersebelahan tampak tak banyak berbincang.     

Setelah bersantap beberapa menikmati acara dansa di tengah rerumputan hijau yang luas, beberapa asyik mengobrol sementara pasangan pengantin menikmati keintiman bersama keluarga mereka untuk berbincang.     

"Dance with me." Olvier mengulurkan tangannya pada Sheina tepat saat gadis itu sedang mengobrol dengan beberapa gadis lain, teman Claire dan George. Sheina mendongak dan menatap ke arah Oliver, mempertimbangkan beberapa saat kemudian menyetujui untuk berdansa dengan pria itu.     

Oliver meraih pinggang ramping Sheina dan merapatkannya ke tubuhnya, sementara satu tangannya tertekuk dan berpengangan dengan tangan Sheina saat tubuh mereka melangkah mengikuti irama musik dengan harmonis.     

"Kau terlihat sangat cantik hari ini." Bisik Oliver di telinga Sheina.     

"Really? Kau mengatakannya bahkan saat make up yang ku kenakan hampir luntur." Jawab Sheina.     

"Aku baru mendapatkan kesempatan untuk mengatakannya, karena sejak tadi kau menghindariku." Jawab Oliver.     

"Aku tidak menghindarimu." Sangkal Sheina.     

Oliver menghela nafas dalam, "Jangan berbohong karena itu bukan keahlianmu." Oliver menatap Sheina tepat saat gadis itu mendongak menatapnya.     

Sheina menatap ke arahnya, "Ok, aku memang menghindarimu." Jujurnya.     

"Why?" Protes Oliver.     

"Karena aku tidak tahu apa yang sedang terjadi diantara kita sebenarnya." Jawab Sheina.     

"Apa yang terjadi diantara kita tidak pernah berubah." Oliver menatap Sheina dan menegaskan kalimatnya.     

"Justru karena itu tidak pernah berubah, aku merasa perlu mengambil jarak darimu sementara waktu untuk berpikir." Sheina mengatakan kalimatnya dengan tatapan dalam pada pria tampan di hadapannya.     

"Apa yang membuatmu harus berpikir ulang setiap saat soal hubungan kita?" Tanya Oliver.     

Sheina membuang wajah untuk beberapa saat, barulah setelah dia yakin dengan apa yang akan dikatakannya, dia kembali menatap Oliver. "I need more, I want more." Bisiknya.     

"What do you mean?" Alis Oliver bertaut.     

Sheina menghela nafas dalam, "Untuk beberapa saat aku sempat iri pada Claire." Ungkapnya. "Sepupuku George dengan sangat berani meminangnya dan menjadikannya isteri meski mereka belum saling mengenal dalam waktu yang lama." Ujar Claire.     

"Jadi ini soal pernikahan?!" Alis Oliver bertaut dalam.     

Sheina membuang pandangan sekali lagi, kemudian kembali menatap Oliver setelah beberapa saat berusaha menetralkan dirinya, "Oliver, aku tahu mungkin cara pandang kita berbeda soal hubungan. Bagimu sejauh kita saling berkomitment, pernikahan hanyalah legalitas diatas kertas yang tidak diperlukan sema sekali sejauh masing-masing dari kita memegang komitment itu." Sheina mengulangi kalimat Oliver karena entah mengapa belakangan ini dia berubah pikiran soal membawa hubungan mereka ke jenjang yang lebih serius.     

"Tapi bagiku tidak." Shiena menatap Oliver dalam. "Aku ingin menikah, dan jika kau bukan pria yang bisa kunikahi, maka aku harus berpikir tentang mengakhiri hubungan kita." Ujar Sheina.     

"Tunggu, kau mengancamku?" Alis Oliver bertaut.     

"No, tentu saja tidak." Geleng Sheina. "Aku hanya merasa kita berusaha berjalan bersama sedangkan tujuan kita berbeda." Ujar Sheina sedih.     

"Jadi apa yang kau inginkan?" Alis Oliver berkerut.     

"Pernikahan." Jawab Sheina.     

"Jadi kau mengancamku atau melamarku saat ini?" Tanya Oliver dengan senyum tipis dan wajah Sheina memerah.     

"Aku tidak melamarmu." Geleng Sheina. "Tentu saja tidak." Imbuhnya dengan wajah yang masih merona.     

Oliver melepaskan tangannya dan berhenti menari membuat Shiena membeku menatap pria itu.     

"Aku tidak akan berlutut dan mencuri spotlight pernikahan Claire dan George." Bisik Oliver. "Tapi cincin ini stuck di kantongku sejak beberapa minggu yang lalu." Ujarnya sembari meraih kotak cincin dari saku jasnya dan membukanya di hadapan Sheina.     

"Will you marry me?" Tanya George dengan tatapan dalam, dan Sheina dibuat tak bisa berkata-kata melihat cincin berlian di kotak itu.     

"Aku membelinya sebelum kau mengalami kecelakaan, tapi kita bertengkar beberapa waktu sebelum itu jadi aku menundanya. Berbulan-bulan cincin ini berada di lemari pakaianku, dan beberapa minggu terakhir aku berpikir untuk mengatakannya dalam waktu dekat tapi momentnya tak pernah tepat." Ujar George.     

"So, Sheina Anthony, Will you marry me?" Tanya Oliver sekali lagi dan Sheina mengangguk dengan mata berkaca-kaca. "Yes . . . of course yes."     

Oliver menghela nafas lega kemudian mengambil cincin itu dan memasangkannya di jari manis Sheina. Gadis itu mengagumi cincinnya untuk beberapa saat sebelum mengalungkan tangannya ke leher Oliver dan membiarkan Oliver mencium bibirnya dengan begitu lembut dan dalam.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.