THE RICHMAN

The Richman - Sheina\'s Wedding



The Richman - Sheina\'s Wedding

0(Hai temen-temen, maaf ya sebelumnya karena tiga hari ini aku absen nulis Richman, semata-mata karena aku nggak pernah punya stock chapter untuk semua karyaku dan kemarin itu aku sedang memperingati hari raya di agamaku. By the way kalau ada dari kalian yang merayakan Paskah, selamat paskah. Buat temen-temen yang lainnya, terimakasih sudah bersabar menunggu. Love you all)     

_________________________________________     

Sheina Dream Weding akhrinya hampir terwujud setelah Oliver menggunakan jasa even organizer profesional dan biaya yang membuat orang geleng-geleng kepala. Tapi bagi Oliver, mewujudkan impian pernikahan Sheina menjadi hal penting, selain dia yang sudah menunggu hal itu terjadi selama bertahun-tahun, dan hari ini semua menjadi kenyataan.     

Bukan di New York, bukan juga di Paris, pernikahan Shiena dihelat di Roma, Italia. Sheina memilih Kastil Odescalchi Bracciano, yang terletak di Roma, Italia. Bukan tanpa sebab, tentu saja wanita muda itu memiliki pertimangan sendiri. Selain ingin mewujudkan impian pernikahannya layaknya puteri di negeri dongeng, meskipun Sheina tumbuh menjadi wanita yang mandiri, tangguh dan rasional, tapi Sheina kecil masih hidup di dalam dirinya. Dan untuk pertama kali, dan sekali seumur hidupnya dia ingin mewujudkan apa yang menjadi mimpinya, menikah di kastil, seperti yang selalu di abaca di buku-buku cerita dongeng saat dia masih kecil dan dibacakan oleh Leah, ibunya.     

Beberapa pasangan selebriti Hollywood juga memilih Kastil Odescalchi di Bracciano menghelat pernikahan mewah mereka. Dalam hal ini Oliver lebih mengikuti keinginan Sheina dibandingkan memikirkan keinginannya sendiri, karena baginya tak peduli di mana dia menikah dan seperti apa konsepnya, yang benar-benar dia inginkan hanyalah segera menikahi Sheina Anthony dan memilikinya seumur hidup sebagai isteri dan ibu dari anak-anaknya.     

Selain bangunannya yang epic, di kastil Odescalchi asangan pengantin dapat memilih ruangan yang akan digunakan untuk resepsi pernikahannya. Ada beberapa pilihan, outdoor dimana terletak sebuah taman yang begitu sejuk dengan hamparan rumput hijauh yang luas dan peohon rindang yang akan memberikan kesan sejuk dan menyenangkan, dan Sheina memilih tempat itu sebagai tempat untuk pemberkatan pernikahannya. Konsepnya adalah secret garden, dimana para tamu akan disuguhkan pemandangan yang benar-benar memanjakan mata dimana danau Bricciano yang menakjubkan dan di bagian belakang terdapat menara besar sebagai background.     

Sementara itu untuk resepsinya, dia memilih sebuah ruangan tertutup di dalam kastil, yang disebut dengan Aula Kaisar. Ruangan itu dijadikan tempat resepsi yang begitu mewah dan elegan. Para tamu disambut di lingkungan bersejarah yang dikelilingi oleh dinding dengan deretan seni, langit-langit yang dicat, patung Caesars, dan lukisan dinding yang tak ternilai oleh Antoniazzo Romano.     

Selain itu di bagian sayap kastil dijadikan sebagai tempat prasmanan untuk para tamu bisa menikmati bersantap malam dengan berbagai hidangan yang menggugah selera. Selain itu music dan acara yang sudah disusun oleh wedding organizer juga tak kalah meriah.     

Meski kastil itu bisa menampung tamu undangan hingga seribu orang, tapi karena mereka datang dari New York dan beberapa negara lainnya, tentu jumlahnya tidak bisa sebanyak yang mereka mau. Selain itu tim wedding organizer juga harus memikrikan akomodasi para tamu terutama tiket penerbangan dan penginapan untuk tiga hari dua malam di Roma, Italia untuk kurang lebih dua ratus tamu undangan.     

Selain anggota keluarga inti dari kedua belah pihak, Oliver dan Sheina juga mengundang teman-teman mereka untuk ikut bergabung dan menjadi saksi pernikahan mereka berdua.     

Sheina masih tertegun menatap dirinya di depan cermin. Hair do sudah selesai, make up-nya juga membuat gadis itu tampak mempesona bag cinderela. Hanya saja dia belum mengenakan gaun pengantinnya.     

"Sayang . . ." Adrianna mendekatinya. Bagaimanapun, setelah kepergian Leah, sang bibi, Adriannalah yang menjadi sosok pengganti ibunya itu, "Apa yang kau pikirkan?" Adrianna, tersenyum melihat ke arah cermin di mana pantulan dirinya dan keponakan yang sudah dia anggap seperti puterinya sendiri itu, terlihat sama-sama mempesona.     

"Tidak ada." Sheina menggeleng.     

Adrianna tersenyum, " Aku juga merasakan hal yang sama saat aku akan menikahi Aldirc Bloom, mendiang pamanmu. " Adrianna memeluk Sheina dari belakang.     

"Kau merindukannya?" Tanya Sheina pada Adrianna bibinya, meski dia tahu bahwa saat ini Adrianna datang bersama Javier, suaminya yang sekarang..     

"Sangat." Jawab Adrianna disusul dengan tersenyum, meski matanya berkaca. "Aku sangat mencintainya, dan akan selalu seperti itu." Ujarnya.     

"Andai ibuku ada saat ini, aku ingin tahu bagaimana perasaannya melihatku seperti ini.." Sheina berkaca menatap bibinya.     

Adrianna menyentuh lengan keponakannya itu dengan kedua tangannya. "Dia akan menangis dan sulit terdiam karena begitu bahagia. Aku tahu bagaimana ibumu, dia akan sangat bahagia melihat puteri kesayangannya menikahi laki-laki yang dicintainya. Dan meskipun hari ini dia tidak ada secara fisik, kau tahu dimana harus menemukan ibumu." Adrianna menatap Sheina, dia meraih tangan gadis itu dan menempelkannya di dadanya sendiri, "Ibumu ada di hatimu. Dia sangat bangga padamu." Ujar Adrianna.     

"Sekarang aku akan membantumu memakai gaunmu, Oliver pasti sudah menunggu dengan tidak sabar." Adrianna tersenyum dan Sheina mengangguk. Adrianna segera membantu keponakannya itu memakai gaun pengantinnya sementara itu diluar sudah ramai oleh para tamu undangan yang duduk di bangku-bangku yang disediakan. Sheina tak memilih pagi hari sebagai waktu pernikahan, melainkan senja hari karena acara pemberkatan pernikahan akan disambung dengan acara resepsi di dalam kastil.     

Ben menghampiri ruangan dimana Sheina bersiap dengan gaunnya, dan saat melihat puterinya berdiri di depan cermin dengan memegang buket bunga menunggu sang ayah menjemputnya dengan Adrianna di sebelahnya, mata Ben berkaca, dia berhenti sekilas untuk menguatkan dirinya. Adrianna sang kakak menoleh ke arah Ben dan tersenyum, dia menghampiri adiknya itu dan memeluknya singkat.     

"Jangan menangis di depan puterimu Ben." Gurau Adrianna dalam bisiknya, "Aku bangga padamu, kau membesarkan puteirmu dengan sangat baik, meski kau melakukannya sendirian." Adrianna mengusap wajah adiknya itu sebelum meninggalkan ruangan dan membiarkan ayah dan anak itu menikmati moment bersama sebagai ayah dan puterinya untuk terakhir kalinya sebelum puterinya menjadi milik seseorang.     

Ben mendekat ke arah Sheina,"Kau sangat cantik sayang." Puji Ben dengan hati bergetar. Dia teringat pada mendiang isterinya, Leah. Entah mengapa di saat seperti ini, Ben justru merindukan Leah walaupun Ketty dan anak-anaknya ada untuknya. Bagaimanapun Sheina adalah puterinya dan Leah. "Kau siap?"Ben Anthony menantap ke arah puterinya itu.     

"Dad." Sheina berkaca menatap sang ayah.     

"Jangan menangis, daddy tidak ingin riasanmu luntur." Ujar Ben dengan senyum palsu, meski terlihat meyakinkan.     

"Aku merindukan mommy." Jawab Sheina.     

"Dia melihatmu dari tempatnya." Ben meyakinkan puteirnya itu, lebih dari itu, Ben meyakinkan dirinya sendiri bahwa Leah melihat semua yang terjadi saat ini dan dia turut bahagia untuk puterinya.     

"Ini hari bahagiamu, semua orang bahagia untukmu sayang. Mommy dan daddy juga, we love you as always.." Wajah Ben Anthony penuh keharuan.     

"I love you dad." Air mata Sheina tampak menetes.     

"Hei, jangan menangis. Kau adalah puteri kesayanganku, kebanggaanku." Mr. Gomes meremas jemari puterinya itu.     

"Hapus air matamu, atau kau akan membuatku menangis juga." Mr. Ben Anthony mencoba menghibur sebelum akhirnya mengulurkan lengannya pada puterinya itu. Sheina tersenyum sambil menghapus air matanya, sebelum akhirnya melilitkan tangannya ke lengan ayahnya.     

"Kau sudah dewasa sayang, dan ayah sangat bangga melepasmu pada pria seperti Oliver Hawkins." Bisik Ben. Sebelum akihirnya mereka meninggalkan ruangan itu dan menuju ke area Secret Garden dimana semua tamu undangan sudah menunggu, dan Oliver juga pendeta sudah bersiap.     

***     

Musik pengiring instrumental mengalun lembut saat Sheina dan sang ayah mulai memasuki area secret garden dan melewati lorong dimana kursi tamu undangan di tata di sisi kanan dan kirinya. Si kembar puteri Claire berjalan didepan mereka dengan menaburkan bunga dari keranjang yang mereka bawa. Dibelakangnya Ben dan Sheina melangkah dengan penuh senyuman. Senyum Ben dan Sheina terus diumbar sembari menyapa para tamu yang mereka lewati.     

Di ujung, Oliver sudah berdiri dengan sang ayah, Marshall Hawkins yang mendampinginya juga seorang pendeta yang berdiri di tengah. Sheina dan Ben menghentikan langkahnya, Ben menyerahkan tangan puteirnya pada Oliver setelah sempat memeluk puterinya itu sekilas.     

"Kuserahkan puteriku satu-satunya kepadamu, jangan kecewakan aku." Ben Anthony menatap dalam pada Oliver, dan Oliver tampak mengangguk.     

"Thank you, Sir." Jawab Oliver. Ben Anthony mengecup kening puterinya sebelum berbalik meninggalkan mereka berdua di depan altar lalu bergabung dengan isterinya di bangku paling depan. Oliver menatap dalam pada Sheina, membuat wajah gadis itu merona.     

"Kau terlihat sanga cantik." Bisik Oliver.     

Meskipun kalimat itu sederhana, tapi wajah Sheina bersemu merah saat mendengarnya. "Jangan membuatku gugup." Balas Sheina sama pelannya.     

"Apa kau tahu sebentar lagi kau akan menjadi isteriku?" Sekali lagi Oliver berbisik.     

"Aku sudah tak sabar." Sheina menjawab.     

"Terimakasih sudah rela mengorbankan seumur hidupmu untuk bersamaku." Oliver mendekatkan wajahnya ke wajah Sheina. Dan itu membuat pendeta berdehem, "Sebaiknya kita mulai saja." Ungkap sang pendeta.     

"Saudara-saudara, hari ini kita akan menjadi saksi dari janji suci yang akan dikatakan pasangan berbahagia, Oliver Hawkins dan Sheina Anthony untuk menjadi suami isteri." Ujar sang Pendeta.     

"Mr. Hawkins. Your words please." Sang pendeta meminta Olvier untuk mengucapkan janji setianya.     

"I'm, Oliver Hawkins, choosing you Sehina Anthony to be my wife. I will always love, care and respect you all along my life, in a good, and worst, in health and sick, in a rich and poor. This I promise." Oliver menatap serius pada Sheina saat mengucapkan semua janjinya itu tanpa mengambil jeda, semua di ucapkan secara mantap dengan suara yang jelas dan penekanan di setiap kata. Sang pendeta melempar pandangannya ke arah Sheina, sementara gadis itu tampak menutup matanya, menarik nafas panjang.     

"Now, please say your words Mss. Anthony."     

Beberapa kali berusaha membuka mulutnya, tapi diurungkan. Matanya mulai berkaca-kaca.     

"I-" Sheina mengigit bibirnya, sekali lagi dia menarik nafa dalam. Sementara semua yang hadir tampak gugup menunggu Sheina mengucapkan janjinya. Sementara itu semua orang sedang menatap pada Sheina, dia justru menoleh ke arah ayahya, seolah dia meliahat ibunya Leah hadir di sana dengan gaun berwarna putih dan riasan yang segar. Wajahnya bersinar-sinar dan senyumnya tulus pada sang puteri. Dia mengangguk menatap Sheina dan itu membuat Sheina tersenyum sekilas.     

Sheina kembali menatap ke arah Oliver, lalu Pendeta. Tatapan Oliver terkunci pada Sheina sedari tadi. Tiba-tiba tangan Oliver meraih tangan Sheina, lalu menggenggamnya, rahang Oliver sekilas megeras. Tapi tanganya tetap menggengam lembut pada Sheina, maksud Oliver adalah untuk memberi kekuatan pada gadis itu.     

"I'm Sheina Antony, acept you Oliver Hawkins being my Husband. I will-" Sheina menelan ludah sebelum melanjutkan "I will Love, care, and respect you, in a good and bad, health and sick, rich and poor . . ." Sheina mengambil "This I promise" dia melanjutkan janjinya dengan suara meski tidak terlalu nyaring.     

"God bless you two." Pendeta menumpangkan tangannya pada mereka berdua. Dan setelah memberikan berkat, pastor tampak meninggalkan ruangan itu sementara tamu undangan bangkit berdiri dan memberikan tepuk tangan bagi mereka berdua.     

"It's time for wedding kiss." Teriak salah seorang diantara tamu undangan. Dengan lembut dan penuh cinta Oliver meraih wajah isterinya itu dan menciumnya untuk pertama kali sebagai suami isteri. Semua orang tampak terharu dan bahagia, terutama bagi orang-orang dekat yang tahu betapa banyak hal yang sudah dilewati oleh mereka berdua untuk bisa sampai di titik ini.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.