BUKAN SALAHNYA CINTA : Cintaku di Ujung Senja

DUA SURAT NIKAH KITA



DUA SURAT NIKAH KITA

0"Bisa ambil remote di meja itu Nin?" ucap Hasta yang selalu kedinginan di setiap pagi antara jam tiga sampai jam lima pagi.     

Dengan cepat Hanin mengambil remotenya dan memberikannya pada Hasta.     

Hasta segera mematikan AC agar tidak terlalu kedinginan.     

"Tidak apa-apa kan Nin? kalau ACnya aku matikan? aku tidak tahan dengan hawa dingin." ucap Hasta sambil menutupi tubuhnya dengan selimut.     

Hanin yang tidak mengerti apa-apa hanya bisa menatap Hasta dengan perasaan takut.     

"Pak Hasta, aku panggilkan pak Rahmat ya?" ucap Hanin yang tidak tega melihat Hasta yang kedinginan.     

"Jangan Nin, biar pak Rahmat istirahat. Aku hanya kedinginan saja, hal ini sudah biasa terjadi tiap pagi." jawab Hasta berusaha tersenyum agar Hanin tidak merasa takut.     

"Baiklah pak, kalau begitu pak Hasta tidur saja." ucap Hanin mengambil selimut lagi dan menyelimuti tubuh Hasta agar tidak kedinginan.     

"Sudah tidak kedinginan kan pak?" tanya Hanin duduk di samping Hasta yang terbaring meringkuk di balik dua selimut tebal.     

"Sudah lumayan Nin, sedikit hangat." Jawab Hasta dengan tersenyum.     

"Tidurlah pak, sekarang biar aku yang berganti menjaga pak Hasta." ucap Hanin tersenyum menatap wajah teduh Hasta.     

Hasta tersenyum, kemudian memejamkan matanya berusaha untuk tidur kembali.     

Hampir dua jam Hanin tetap duduk di samping Hasta tidak kemana-mana. Hingga Hanin mendengar suara batuk Hasta yang tidak berhenti.     

"Uhukk..Uhukk.. Uhukk"     

Hanin bangun dari duduknya dan melihat Hasta yang memegang dadanya.     

"Tolong ambilkan air putih Nin." ucap Hasta seraya mengambil obat dalam sakunya.     

Hanin segera memberikan segelas air putih pada Hasta.     

Entah kenapa hati Hanin mengatakan kalau keadaan Hasta tidaklah baik-baik saja, sejak melihat ada darah yang keluar dari hidung Hasta.     

Setelah Hasta meminum obatnya, Hasta kembali berusaha tidur kembali.     

"Pak, setelah surat nikah kita selesai hari ini, sebaiknya pak Hasta ke dokter memeriksakan diri, aku merasa keadaan pak Hasta tidak cukup baik." ucap Hanin dengan perasaan cemas.     

"Aku sudah memeriksakan diri Hanin, tidak ada apa-apa. Aku memang begini kalau tiap pagi Nin." ucap Hasta seraya menahan dadanya agar tidak batuk lagi.     

"Syukurlah, kalau tidak kenapa-kenapa." ucap Hanin merasa lega sambil menatap wajah Hasta. Hasta pun menatap Hanin dalam keteduhan.     

Kediaman menghinggapi keduanya yang saling menatap, sampai Rahmat masuk baru keduanya menyadarinya dengan wajah yang sedikit memerah.     

"Den Hasta, pak Anang sudah ada di sini dengan berkas-berkas surat nikah yang perlu di tandatangani." ucap Rahmat dengan hati tersenyum saat melihat Hasta dan Hanin saling berpandangan.     

"Suruh masuk saja pak Rahmat." ucap Hasta seraya bangun dari tidurnya.     

"Sebaiknya pak Hasta duduk di tempat tidur saja." ucap Hanin menahan Hasta yang berniat untuk turun dari tempat tidurnya.     

Dengan hati berdebar-debar Hasta menurut dengan apa yang di katakan Hanin.     

"Selamat pagi pak Hasta." sapa Anang yang baru datang dengan membawa dua berkas surat nikah yang asli dan yang palsu.     

"Pagi pak Anang, sudah selesai suratnya pak?" tanya Hasta dengan tersenyum.     

"Sudah pak dengan tepat waktu." jawab Anang seraya tersenyum sambil menatap Hanin yang duduk di kursi di sebelah kanan Hasta.     

"Ada dua surat yang di buat ya?" tanya Hasta dengan serius.     

"Ya pak Hasta, ini surat nikah yang tidak asli bisa pak Hasta pakai untuk mengurus apapun di desa nanti. Dan yang satu ini surat nikah asli untuk mengurus harta warisan pak Usman jika Hanin sudah bersedia menandatanganinya." jelas Anang sambil memberikan dua surat nikah pada Hasta.     

"Terimakasih pak Anang telah membantu urusan saya." ucap Hasta tersenyum sambil memegang kedua surat nikah di tangannya.     

"Sama-sama pak Hasta, saya senang bisa membantu anda. Sekalian saya permisi untuk melanjutkan pekerjaan yang lainnya." ucap Anang seraya menyalami pak Hasta.     

Hanin yang sedari tadi diam dan memperhatikan saja kembali duduk dekat di samping Hasta setelah Anang keluar dari kamar.     

"Pak Hasta, boleh aku bertanya tentang surat nikah tadi?" tanya Hanin dengan serius.     

"Ya Nin, tentu saja boleh." ucap Hasta dengan tenang sambil memberikan kedua surat nikah itu pada Hanin.     

"Bukannya kita tidak ada menikah ya pak? kenapa ada surat nikah asli dan palsu?" tanya Hanin menatap penuh wajah Hasta mencari kejujuran di mata Hasta.     

Hasta tersenyum melihat Hanin yang kebingungan.     

"Hanin, surat nikah yang ini ada tandatangan kita berdua, tapi ini sebenarnya palsu. Surat ini kita akan tunjukkan pada Bunda kamu nanti. Dan yang satu ini adalah surat nikah asli tapi belum sah jika belum ada tandatangan kita berdua. Dan kenapa aku mengurusnya? karena surat nikah asli ini sangat penting buatmu nanti Hanin, Ayah kamu mempunyai warisan buat kamu yaitu perusahaan yang di bawah naungan perusahaanku dengan syarat kamu harus menikah denganku lebih dulu. Tapi aku tahu kamu tidak ingin menikah denganku untuk itu kami bisa menandatangani surat nikah itu setelah aku tiada nanti." jelas Hasta dengan tatapan yang penuh keteduhan.     

"Kenapa aku menandatanganinya harus menunggu pak Hasta meninggal dulu? kenapa tidak bisa sekarang?" tanya Hanin agar berusaha untuk mengerti dan memahaminya.     

"Jika kamu menandatanganinya, maka kita menikah dengan sah. Dan kamu tidak bisa menikah dengan laki-laki yang kamu cintai kecuali setelah aku tiada." ucap Hasta dengan serius.     

"Aku ingin kamu mendapatkan warisanmu Nin, tapi aku tidak ingin memaksamu untuk menikah denganku, untuk itu aku membuat surat nikah ini untuk bisa kamu tandatangani setelah aku tiada, kamu akan menerima semua warisan tanpa aku menjadi suamimu." ucap Hasta dengan suara pelan namun bisa di dengar jelas oleh Hanin.     

"Dan kenapa pak Hasta bisa bicara soal kematian yang tidak seorangpun yang tahu kapan kematiannya akan tiba." ucap Hanin dengan dada yang terasa sesak mendengar semua apa yang di katakan pak Hasta.     

"Ya Nin, kamu benar.. untuk itu surat nikah ini bisa kamu simpan agar kamu bisa menjaganya." ucap Hasta dengan harapan semua akan baik-baik saja.     

"Baiklah pak surat ini akan aku simpan." ucap Hanin dengan pikiran yang masih rumit.     

"Terimakasih Nin, hal ini jangan sampai Bunda kamu tahu. Biarlah rahasia ini hanya kita berdua yang tahu." ucap Hasta berusaha menerima kenyataan jika Hanin memang tidak bisa mencintainya lagi karena sudah ada Rafka yang mengisi hati Hanin.     

"Ya pak, aku usahakan agar Bunda tidak tahu dengan keadaan kita yang sebenarnya." ucap Hanin yang merasakan kesedihan dan kesepiannya Hasta.     

Hanin mengambil nafas panjang bangun dari duduknya dan memasukkan surat nikahnya ke dalam tas kecilnya.     

"Kita akan pulang siang ini Nin, dan setelah ini kita akan tinggal serumah. Aku harap kamu akan bahagia dan tidak merasa sedih lagi. Karena kamu masih bisa sekolah dan bermain-main dengan teman-teman seusiamu." ucap Hasta dengan perasaan yang hampa.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.